Murka Iran dan Ancaman Perang Dunia III

Cuplikan ledakan pangkalan militer AS di Irak setelah digempur rudal Iran 8 Januari 2020.
Sumber :
  • Twitter/@PressTV

VIVA – Iran meradang pascaterbunuhnya Jenderal Qasem Soleimani dalam serangan militer Amerika Serikat di Irak. Bendera merah simbol perlawanan dan serangan untuk keadilan dalam tradisi Muslim Syiah dikibarkan. Iran bertekad melawan AS, bahkan jika sendirian.

Iran tak main-main. Negeri Syah itu membombardir dua pangkalan militer AS di Irak. Sejumlah rudal dilaporkan satu per satu menghantam basis pasukan militer Amerika Serikat di Irak.

Roket demi roket menghajar basis tentara AS di Pangkalan Udara Al-Asad. Media-media Iran menyebut bahwa itu merupakan tindakan balas dendam atas terbunuhnya jenderal mereka. 

"Kami memperingatkan semua sekutu Amerika, yang memberikan pangkalan mereka kepada tentara teroris bahwa setiap teritori yang menjadi lokasi awal tindakan agresif terhadap Iran akan menjadi target," sebut pernyataan Garda Revolusi Iran yang disampaikan kantor berita IRNA.

Kemarahan rakyat Iran memuncak setelah Pentagon secara resmi mengakui pembunuhan atas Jenderal Qasem Soleimani, jenderal pujaan rakyat Iran, dilakukan atas perintah Donald Trump.

"Atas arahan presiden, maka militer AS mengambil tindakan tegas untuk melindungi personel di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani. Serangan ini bertujuan untuk menghalangi rencana serangan Iran di masa depan," tulis Pentagon pekan lalu. 

Pentagon mengatakan, Soleimani telah mengatur serangan terhadap pangkalan koalisi di Irak selama beberapa bulan terakhir, termasuk pada 27 Desember lalu. Jenderal Soleimani juga menyetujui serangan terhadap Kedutaan Besar AS di Baghdad yang terjadi pekan lalu.

Menurut AS, Soleimani adalah orang berbahaya yang mengancam keselamatan militer AS di Timur Tengah. 

Ancaman Perang Dunia III

***

Kematian Soleimani membangkitkan murka pemerintah dan rakyat Iran. Pemakamannya dihadiri jutaan warga Iran yang berduka mendalam.

Di balik penampilannya yang kalem dan tenang, Soleimani adalah orang kuat kedua di Iran. Pria berusia 62 tahun itu adalah jenderal kesayangan pemimpin Iran, Ayatollah Ali Khamenei. 

Sebagai pemimpin Garda Revolusi Iran (Revolutionary Guards), sebuah pasukan elite militer, ia dikabarkan berhasil meluaskan jangkauan militer Iran di Irak dan Suriah. Mei 2019, AS memberi label teroris pada garda militer resmi milik negara tersebut. Saat pemakaman Soleimani, Ali Khamenei menyampaikan pernyataan, "Akan ada serangan balasan untuk penjahat".

Hossein Salami, kepala Garda Revolusi Iran pengganti Soleimani, berjanji untuk membalas pembunuhan itu. Saat pemakaman, Salami mengatakan, Soleimani sekarang lebih kuat dalam kematian daripada dalam hidup. Ia memastikan, Iran akan membalas dendam atas kematian Soleimani.

"Kami akan membalas dendam. Kami akan membakar tempat yang mereka sukai dan mereka tahu di mana itu," katanya.

Hingga Rabu malam, 8 Januari 2020, waktu Jakarta, Iran mengklaim telah menewaskan 80 militer AS. Belum ada penjelasan resmi dari AS berapa jumlah korban jiwa dari pihak mereka. Iran juga berjanji akan menyerang sekutu AS, Israel dan Dubai yang dianggap terlibat dalam aksi pembunuhan Soleimani.

Wakil Direktur Kebijakan Luar Negeri di Brooking Institution, sebuah lembaga para pemikir AS yang berkantor di Washington DC, Suzanne Maloney tak yakin bahwa kematian Soleimani akan menjadi pemicu Perang Dunia III.

Kepada Vox.com, Maloney mengatakan Iran sangat sadar persenjataan mereka tak sekuat Amerika Serikat. Tak ada seorang pun, bahkan seorang pakar yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi setelah ini.

"Pembunuhan Soleimani adalah eskalasi yang dramatis dalam ketegangan yang membara antara hubungan AS-Iran di masa kepemimpinan Trump. Tapi itu belum menjadi tindakan yang 'memicu' perang," ujarnya. 

Menurut Maloney, Iran tahu mereka akan kalah. Tetapi, ujar Maloney, kematian Soleimani berpotensi mengubah 'peta' antara Irak, Iran, AS, dan negara-negara di Timur Tengah. 

Koresponden BBC untuk pertahanan dan diplomatik, Jonathan Marcus juga meragukan terjadinya Perang Dunia III akibat kematian Soleimaini. Sebab, Rusia dan China tak menjadi pemain penting dalam kasus ini.

Tapi, kasus ini bisa menjadi momen yang menentukan di Timur Tengah. Marcus mengatakan, kasus ini akan menjadi siklus aksi reaksi yang membuat dua negara ini terlibat dalam konflik yang habis-habisan.

"Respons Iran bisa mengarah pada kepentingan AS di kawasan, tapi bisa juga diarahkan pada target lain terkait AS yang menurut Iran rentan," ujarnya seperti dikutip dari BBC.

Respons Santai Trump

***

Presiden AS Donald Trump menanggapi santai serangan balik dari Iran. Melalui akun Twitternya, ia memastikan bahwa militer AS adalah yang paling kuat dan lengkap di seluruh dunia.  

"Semua baik-baik saja! Rudal diluncurkan dari Iran di dua pangkalan militer yang berlokasi di Irak. Pengecekan korban & kerusakan sedang dilakukan sekarang. Sejauh ini baik! Sejauh ini, kita memiliki militer yang paling kuat dan lengkap di seluruh dunia! Saya akan membuat pernyataan besok pagi," tulis Trump di Twitternya @realDonaldTrump, 8 Januari 2020. 

Sementara itu, Gedung Putih mengatakan sudah memonitor serangan terhadap fasilitas militer mereka. "Kami mengetahui laporan-laporan serangan pada fasilitas AS di Irak. Presiden sudah diberikan taklimat dan memonitor situasi secara saksama dan berkonsultasi dengan tim keamanan nasionalnya," sebut juru bicara Gedung Putih, Stephanie Grisham.

Menurut Trump, Iran terlalu berani dengan merencanakan serangan terhadap aset-aset tertentu milik AS. Trump mengatakan, AS telah mengidentifikasi 52 sasaran Iran, dan beberapa di antaranya punya nilai budaya yang sangat penting bagi Iran. Sebanyak 52 sasaran itu akan menjadi target AS jika Iran melancarkan serangan. 

Ia mengatakan, angka 52 merepresentasikan jumlah warga negara AS yang disandera selama lebih dari satu tahun di Iran pada akhir 1979, setelah mereka dibawa dari kantor Kedutaan AS di Teheran. Trump juga mengatakan pembunuhan Soleimani "untuk menghentikan perang, bukan untuk memulainya".

Meski Trump menanggapi dengan santai, sejumlah kota besar di Amerika Serikat meminta warganya untuk waspada. Diberitakan oleh BBC, para pejabat pemerintah kota mengatakan mereka telah meningkatkan pengamanan di lokasi-lokasi penting dan strategis.

Pejabat sementara di Kementerian Keamanan Dalam Negeri, Chad Wolf, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan aparat penegak hukum di seluruh penjuru negeri dan siap menghadapi segala ancaman, meski sejauh ini belum ada ancaman nyata yang terdeteksi. (art)