Seleksi CPNS, Awas Radikalisme dan Salah Selfie

Panitia memeriksa barang bawaan peserta tes CPNS Kota Tangerang.
Sumber :
  • Sherly/ Tangerang

VIVA – Safira (22 tahun) begitu bersemangat. Ia bergegas mengumpulkan berbagai dokumen yang dibutuhkan sebagai persyaratan untuk mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). 

Gadis muda yang baru wisuda September 2019 itu bahkan sudah menyiapkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu dokumen yang wajib dilampirkan. Bersama ratusan calon pelamar lainnya, Safira yang tinggal di Sawangan, Depok, sudah ikut memadati Polres Metro Depok sejak pekan lalu. 

Sambil tersipu-sipu ia mengatakan menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah cita-citanya sejak SMA.

"Jam kerja untuk PNS itu jam kerja yang saya inginkan. Kerja dari 07.30 WIB sampai jam 17.00 WIB. Enggak pernah sampai malam, dan hari Sabtu-Minggu bisa libur. Ada kesempatan ke luar kota, juga untuk S2," ujarnya kepada VIVAnews, Senin, 11 November 2019.

Safira hanya satu dari ratusan ribu anak muda lainnya yang bercita-cita menjadi PNS. Setiap tahun, jumlah peserta yang melamar semakin banyak. Mereka bergegas memenuhi polres setempat untuk mengurus SKCK.

Data pendaftar sejak sepekan terakhir mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat. Pantauan VIVAnews, jumlah pemohon yang memadati ruang layanan SKCK sudah terlihat sejak pagi, sebagian dari mereka bahkan rela antre hingga ke luar gedung.

Kepala Satuan Intelkam Polres Metro Depok, Komisaris Polisi Kahfi mengungkapkan, membeludaknya jumlah pemohon SKCK sudah terjadi sejak satu pekan terakhir. “Setiap ada pembukaan tes CPNS memang pasti ada peningkatan jumlah pemohon SKCK,” katanya.

Kahfi menjelaskan, menjelang pendaftaran CPNS, pihaknya bisa melayani permohonan SKCK antara 250 hingga 300 orang per hari. Angka ini naik tiga kali lipat jika dibandingkan beberapa pekan lalu yang hanya sekira 100 orang pemohon.

Pemerintah RI resmi membuka pendaftaran seleksi CPNS pada Senin 11 November 2019. Sekitar 68 kementerian/lembaga dan 462 pemerintah daerah membuka formasi pada rekrutmen kali ini.

Berdasarkan Pengumuman No: B/1069 /M.SM.01.00/2019 tentang Informasi Penerimaan CPNS Tahun 2019 di Lingkungan Pemerintah Pusat dan Daerah yang ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, Pemerintah Pusat mengalokasikan formasi CPNS baru sebanyak 37.425, sedangkan daerah 114.861.

Warga negara Indonesia yang ingin mendaftar rekrutmen CPNS dapat melakukannya melalui website SSCASN BKN (sscasn.bkn.go.id). Satu orang pelamar hanya boleh mendaftar di satu instansi dan satu formasi jabatan di kementerian/lembaga/pemda. Pada 2019, pemerintah akan membuka 152.286 formasi dengan rincian, instansi pusat sebanyak 37.425 formasi pada 68 kementerian/lembaga dan instansi daerah 114.861 formasi pada 462 pemerintah daerah. 

Sementara itu, formasi jabatan yang dibuka adalah tenaga pendidikan, kesehatan, dosen, teknis fungsional, dan teknis lainnya. Tiga besar formasi pada penerimaan CPNS kali ini adalah guru (63.324 formasi), tenaga kesehatan (31.756 formasi), dan teknis fungsional (23.660 formasi). 

Dari jumlah formasi tersebut, kementerian atau lembaga terbanyak yang mengalokasikan formasi bagi CPNS baru adalah Kementerian Agama sebanyak 5.815 formasi. Diikuti oleh Kejaksaan Agung sebanyak 5.203 formasi, serta Kementerian Hukum dan HAM sebanyak 4.598.

Lowongan yang paling sedikit adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian Riset dan Teknologi yang masing-masing 11 formasi, Sekretariat Komisi Nasional HAM 15 formasi, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal sebanyak 19 formasi.

Adapun di daerah, terbanyak adalah Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebanyak 3.958 formasi, Provinsi Jawa Barat 1.934 formasi, Provinsi Jawa Timur 1.817, dan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.409 formasi. Sementara itu, yang paling sedikit membuka formasi adalah Kabupaten Bombana 18 formasi.

"Pelamar hanya bisa mendaftar di satu instansi dan satu formasi jabatan di kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah provinsi atau kabupaten atau kota," demikian tertulis dalam pengumuman tentang Informasi Penerimaan CPNS tahun 2019. 

Penuhi Syaratnya, Awas Diskualifikasi jika Terbukti KKN

Setiap kali pemerintah membuka lowongan CPNS, maka dipastikan pendaftar akan membeludak. Seluruh persyaratan yang wajib dipenuhi disebutkan dengan jelas, tapi kadang terjadi beberapa kasus di mana pendaftar tak lolos karena ada persyaratan yang tak terpenuhi.

***

Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi para pelamar adalah WNI minimal berusia 18 tahun dan maksimal berusia 35 tahun saat melamar. Pelamar harus memiliki kualifikasi pendidikan sesuai persyaratan jabatan yang akan dilamar. Merupakan lulusan perguruan tinggi dalam negeri atau perguruan tinggi luar negeri dengan IPK minimal 2,75 untuk lulusan D-III, 3,00 untuk S1 dan 3,20 untuk lulusan S2.

Dokumen yang perlu disiapkan pelamar untuk diunggah ke dalam portal SSCASN di antaranya scan KTP asli, foto, swafoto, ijazah, dan transkrip nilai asli, serta beberapa dokumen pendukung lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo mengingatkan kepada semua pihak agar tidak melakukan kecurangan dalam proses seleksi pendaftaran calon pegawai negeri sipil atau CPNS yang dibuka pada 11 November 2019.

"Kami jamin lah, bahwa Kemen-PAN RB akan clean and clear. Kami juga sudah mengingatkan, kalau sampai ada yang KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) akan kami beri sanksi, akan kami berhentikan," kata Tjahjo Kumolo di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Oktober 2019.

Senada dengan Tjahjo, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, mengatakan bahwa sistem yang dibangun dalam proses seleksi penerimaan CPNS akhir tahun ini sangat akuntabel.

"Sangat dijamin sekuritinya, karena sudah dibangun BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) untuk meningkatkan keamanannya. Dan kami juga sudah berpengalaman melakukan pekerjaan ini, dan ini selama lebih lima tahun, tidak pernah ada masalah di sana," katanya.

Lembaga Ombudsman membentuk tim pengawas dalam rangka penerimaan CPNS tahun 2019. Tugasnya, melakukan pengawasan terhadap proses seleksi, sekaligus menerima laporan masyarakat yang berada di tingkat pusat maupun di wilayah.

Anggota Ombudsman RI, Laode Ida berharap tahun ini setiap instansi yang membuka lowongan sungguh-sungguh menjalankan fungsi 'help desk' bagi setiap pelaporan, bukan sekadar formalitas. 

Menurut Laode, tim pengawas ini selalu dibentuk oleh lembaganya setiap ada penerimaan CPNS. Beberapa permasalahan yang ditemukan saat penerimaan tahun-tahun sebelumnya, mulai dari persyaratan yang membingungkan, persyaratan akreditasi hingga permasalahan pengiriman berkas ke instansi penyelenggara. "Juga ada pelamar tidak dapat mencetak kartu ujian dan ketidaksesuaian antara NIK dan KK peserta CPNS," ujar Laode.

Hati-hati dengan Pose Selfie dan Radikalisme

Isu paling kuat dari pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode kedua untuk kepemimpinannya adalah radikalisme. Salah satu tugas yang diberikan pada Mendagri Tito Karnavian, Men-PAN RB Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan Nabiel Makarim, dan Menteri Agama Fachrul Razi adalah berantas radikalisme. Proses seleksi CPNS 2019 ini juga penuh dengan unsur pemberantasan radikalisme.

***

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengaku punya cara tersendiri untuk menangkal masuknya paham radikalisme dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil 2019. Penyaringan akan dilakukan melalui pemberian soal-soal mengenai radikalisme hingga wawancara langsung.

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN RB, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pihaknya yakin Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam seleksi CPNS 2019 tersebut akan dapat menyaring para CPNS yang terpapar radikalisme.

"Saringan tersebut ada di (tes) wawasan kebangsaan tadi. Kemudian kedua, dalam fase kompetensi bidang, kan ada wawancara di situ, bisa dilihat (memiliki paham radikalisme atau tidak)," kata Setiawan di kantornya, Jakarta.

Terkait radikalisme, Mendagri Tito Karnavian memastikan setiap WNI yang memenuhi persyaratan bisa mengajukan lamaran untuk menjadi CPNS, kecuali jika mereka dinyatakan ikut organisasi terlarang. Bahkan, mantan teroris juga bisa mendaftar menjadi PNS, kecuali jika mereka dinyatakan sudah kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam penjelasannya, tak ada penyebutan celana cingkrang, janggut lebat, atau perempuan dengan cadar dan jilbab yang lebar sebagai bagian dari mereka yang memiliki pemahaman radikal. 

Menurutnya, ada beberapa cara untuk menangkal radikalisme yang bisa diusulkan, yaitu pertama pemerintah harus punya data-data terkait riwayat kegiatan sosial keagamaan CPNS. Perlu dipastikan bahwa yang bersangkutan tidak aktif dan tidak pernah terlibat dalam organisasi yang terindikasi ekstrem. Peran BIN penting dalam memberi informasi awal, karena data SKCK tidak sejauh itu mendeteksi. 

"Kedua, dimasukkan dalam tes CPNS materi-materi yang menguji wawasan kebangsaan dan komitmen pada NKRI. Sehingga yang ekstrem dan lemah komitmennya diharapkan akan gagal/ gugur,” tuturnya. 

Ketiga, setelah lolos ujian dan masuk jadi CPNS, perlu pembekalan dan penguatan materi yang mendorong sikap kebangsaan dan antiradikalisme. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga menjadi penting dalam memperkuat pembekalan tersebut.

“Jangan sampai abdi negara terinfiltrasi ekstremisme. Soalnya tercatat beberapa PNS yang telah dipengaruhi ideologi ekstrem ini, sampai ada yang berangkat ke Suriah untuk berjihad bersama ISIS. Kita berharap abdi-abdi negara ini menjadi aktor penting dalam mempromosikan wawasan kebangsaan, toleransi dan pluralisme," ujarnya. 

Ia mengusulkan agar pemerintah juga memberikan dukungan data yang lebih lengkap tentang riwayat CPNS tersebut. Termasuk, apakah pernah terlibat kasus hukum apa saja, organisasi apa yang pernah dia ikuti dan sebagainya. Tapi perlu juga membuka pengaduan dari masyarakat. Melalui penyaringan yang lebih ketat ini diharapkan pemerintah tidak kecolongan lagi.

"Namun begitu, aturan tersebut harus dibuat dengan benar untuk memastikan tidak melanggar nilai hak- hak asasi manusia,” kata dia.

Bukan hanya indikasi gerakan radikalisme yang bisa menggugurkan harapan seseorang. Foto sendiri atau swaselfie yang dilakukan peserta CPNS bahkan juga bisa menggagalkan seleksi. 

Kasubbid Formasi dan Penataan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tangerang Juhri, mengatakan, salah satu faktor yang sering kali menjadi penyebab gagalnya pendaftaran CPNS adalah saat melakukan foto yang menunjukkan hasil cetakan atau print pendaftaran pertama yang disertai dengan e-KTP.

Menurut Juhri, pada proses ini para pendaftar banyak yang salah, karena mereka melakukannya dengan selfie, di mana satu tangan memegang handphone dengan mode kamera, kemudian tangan yang satu lagi memegang hasil print dan e-KTP. Padahal, harusnya peserta melakukan selfie sambil memegang kedua kartu. 

"Dipegangnya harus terpisah, seperti itu aturannya yang selanjutnya bisa dikirim atau di-upload ulang untuk ikut pendaftaran CPNS tahap dua," ujarnya.

Meski bisa gagal karena terindikasi radikalisme atau salah selfie, pelamar tak perlu sedih karena masih diberi kesempatan untuk melakukan tes lagi. 

"Pengumuman hasil seleksi administrasi pendaftaran yang memenuhi persyaratan 16 Desember, siapa yang berhak mengikuti seleksi kompetensi dasar," kata Bima Haria Wibisana, kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Namun, BKN memberikan tambahan waktu bagi para kandidat pelamar CPNS tahun ini. Untuk, mengadukan, jika ada masalah administrasi tidak terpenuhi. 

"Untuk yang tidak lulus atau tidak memenuhi syarat, ada masa sanggah selama tiga hari, ketika diumumkan 16 Desember-19 Desember 2019. Pada 26 Desember, sanggahan-sanggahan mana yang diterima. Jadi, ini yang membedakan untuk meningkatkan akuntabilitas," katanya. (art)