Kapolri Baru dan Janji Penuntasan Kasus Novel

Kapolri Jenderal Idham Azis
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Komisaris Jenderal Polisi Idham Azis resmi menjadi kapolri. Presiden Joko Widodo sudah melantik mantan kabareskrim itu pada Jumat pagi, 1 November 2019 di Istana Negara.

Idham menggantikan Tito Karnavian yang sudah ditunjuk jadi menteri Dalam Negeri. Usai pelantikan pun, Idham langsung diberikan kenaikan pangkat dari komisaris jenderal menjadi jenderal.

Sejak Presiden Jokowi menulis surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang isinya menunjuk Idham Azis untuk mengisi posisi sebagai kapolri, nyaris tak ada suara yang menolaknya. Sosok Idham yang lama mendampingi Tito dan terkenal sebagai orang yang tegas serta rendah hati dianggap layak menggantikan Tito.  

Tak hanya dari politikus, penunjukan Idham Azis sebagai kapolri juga mulus di Dewan Perwakilan Rakyat. Tak sampai tiga jam pembahasan, DPR secara aklamasi menyatakan setuju Idham Azis menjadi kapolri menggantikan Tito Karnavian.

Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry menyebutkan, bahkan dalam pleno Komisi III DPR tak mendengarkan lagi pandangan fraksi.

"Semua fraksi berkesimpulan bahwa tidak perlu membuat pandangan fraksi, namun keputusan melalui kapoksi, yaitu aklamasi. Aklamasi untuk menyetujui Komjen Idham Azis sebagai kapolri," ujar Herman, di ruang rapat Komisi III, kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019.

Idham Azis mengapresiasi pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan yang berlangsung singkat, bahkan tak lebih dari tiga jam. Ia berjanji akan memberikan yang terbaik.

"Saya berikan komitmen laksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab dengan slogan pengabdian terbaik untuk institusi Polri," katanya.

Idham merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988. Ia mengawali karier kepolisian di Polres Bandung dengan berbagai jabatan hingga 1993.

Pada 1999, Idham melanjutkan kariernya di Polda Metro Jaya dengan berbagai jabatan hingga 2004. Pada 2004, Idham menjabat sebagai Inspektur Bidang Operasi Inspektorat Wilayah Daerah Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.

Ia dikenal sebagai perwira Polri yang memiliki karier cemerlang dan mulus. Ia adalah anggota Tim Kobra di bawah pimpinan Tito Karnavian dengan tegas menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Saat itu, Idham bertugas di Unit Harda Polda Metro Jaya. Meski memiliki sederet prestasi, Idham dikenal sebagai pribadi yang tidak gila publikasi, bukan orang yang suka cari panggung, dan mau ngetop sendiri.

*** 

Tuntaskan Kasus Novel Baswedan

Ada sejumlah pekerjaan rumah yang menanti Idham Azis. Salah satu yang paling ruwet adalah kasus Novel. Usai pelantikan, Idham berjanji akan menyelesaikan dan menuntaskan kasus Novel.

Dia menyatakan segera menunjuk kabareskrim baru guna mengungkap kasus teror dan penyerangan terhadap penyidik senior KPK tersebut. 

Novel Baswedan merupakan penyidik senior KPK. Ia disiram air keras oleh orang tak dikenal pada April 2017.

Hingga dua tahun berlalu, belum ada kejelasan kasus tersebut. Sempat dibentuk tim pencari fakta, saat kapolri masih dijabat Jenderal Tito Karnavian. Hingga kemudian dilanjutkan dengan tim teknis.

Namun hingga akhir Oktober yang menjadi batas waktu yang diberikan Presiden, belum ada hasil yang bisa diketahui publik.

Usai pelantikan, Presiden Jokowi juga mengatakan telah meminta Idham untuk menyelesaikan kasus Novel Baswedan. "Saya sudah sampaikan ke kapolri baru, saya beri waktu sampai awal Desember," kata Jokowi ketika wartawan menanyakan penyelesaian kasus Novel Baswedan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 1 November 2019.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen M.Iqbal mengakui kasus Novel tetap menjadi prioritas mereka juga. Karena ini sudah menjadi putusan instansi kepolisian.

Ketika baru terpilih oleh DPR, Idham juga sempat berjanji akan menunjuk kabareskrim yang baru untuk segera mempercepat pengungkapan kasus Novel Baswedan. 

"Saya akan menunjuk kabareskim yang baru untuk segera mempercepat pengungkapan kasus Novel Baswedan," ujar Idham setelah sidang paripurna di DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2019.

Iqbal mengaku, sudah ada titik terang yang dalam waktu tidak lama lagi, masalah Novel ini bisa diungkap. "Ada hal-hal yang sangat signifikan, tolong digarisbawahi. Sangat signifikan yang sudah kami dapat. Doakan saja, Insya Allah kalau Tuhan ridho kami akan mengungkap kasus ini," jelas Iqbal.

***

Harapan KPK

Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap KPK, Kejaksaan Agung dan Polri bisa bekerja sama lebih baik untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang lainnya. Sebab sudah ada nota kesepahaman bersama untuk saling membantu kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Saya kira untuk kasus penyerangan Novel Itu sudah merupakan perintah tegas dari Presiden ya dan ada waktu 3 bulan, terakhir kalau kita baca informasinya sudah ada laporan juga dari Polri pada Presiden,” tuturnya. 

“Jadi nanti kita tunggu saja karena tugas dari Presiden itu secara institusional pada Polri, maka tentu Polri akan melaksanakan sebaik-baiknya," ujar Febri kepada VIVAnews, Jumat, 1 November 2019. 

Febri juga mengajak Polri dan Kejaksaan, untuk secara serius menyikapi upaya-upaya serangan dan teror terhadap penegak hukum. Misalnya ada teror terhadap rumah dua pimpinan KPK, misalnya ada fake bomb dan bom molotov. 

"Tugas dari Presiden untuk menemukan pelaku penyerangan Novel tersebut adalah tugas secara institusional kepada Polri, jadi semestinya siapa pun unsur pimpinan atau pejabat yang ada di posisi-posisi tertentu secara institusional itu tetap menjadi tugas dari Presiden terhadap Polri," Febri menegaskan. 

KPK, ujar Febri, berharap pelakunya ditemukan dan juga menunggu proses lebih lanjut ketika pelaku ditemukan. Menurut Febri, jangan sampai hanya berhenti pada pelaku di lapangan saja tetapi harapannya tentu juga sampai ke siapa yang menyuruh atau terungkap siapa aktor intelektual di balik aksi penyerangan. 

Sependapat dengan Febry Diansyah, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap berharap pengungkapan kasus Novel menjadi prioritas dalam 100 hari pertama Idham Azis menjabat sebagai kapolri. Yudhi berharap pada Idham, yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Teknis Pengusutan Kasus Novel.  

Yudi Purnomo juga berharap yang tertangkap bukan hanya pelaku penyiraman, tapi juga dalang di balik pelaku penyiraman. "Sebab, kasus ini sudah menjadi sorotan publik, bukan hanya di Indonesia, tapi juga masyarakat dunia," ujarnya. 

Selain itu, Yudhi berharap semua temuan bukti-bukti baru dan fakta-fakta baru yang ditemukan oleh Tim Pengusutan Kasus Novel, diungkap ke publik sebagai bentuk transparansi. 

"Terpublikasinya temuan dan saksi baru dalam kasus Pantura, Sehingga dari sini Bapak Presiden Jokowi bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja yang sudah dilakukan selama ini. Apalagi sebelumnya Pak Jokowi juga sudah memotong dari 6 bulan hasil rekomendasi TPF Gabungan pakar dan kepolisian menjadi 3 bulan," Yudi menjelaskan. 

Dan, seandainya belum ada pelaku yang tertangkap, maka Jokowi harus putuskan akan dibentuk tim gabungan pencari fakta atau apa tidak. Yudhi berharap, jika pelaku tak terungkap hingga 31 Oktober, Presiden harus membentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap kasus ini setuntas-tuntasnya.

"Kami harapkan kasus terhadap Novel ini akan menjadi pembuka kotak pandora atas teror-teror yang terjadi terhadap pegawai KPK dan juga pimpinan KPK yang belum terungkap selama ini," ujarnya memastikan. 

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana berharap tim yang dibentuk oleh presiden maupun polri harus bisa jelaskan progres detail Tim Pengusutan Kasus Novel. Ia juga berharap agar presiden dalam proses ini tak hanya mendengar dari tim itu saja. 

"Jangan hanya iya kan, iya saja. Tapi harus kroscek lebih jauh apakah benar kesimpulannya seperti itu? Sehingga saya harap ada cek dan balances sehingga Presiden jangan langsung percaya," ujarnya. 

Kurnia tak terlalu berharap banyak dengan keputusan Idham Azis. Ia memprediksi pengungkapan kasus ini akan jalan di tempat. Sebab, baik Tito maupun idham kan bagian kepolisian.  

"Yang mengerjakan kasus Novel kan bukan mereka berdua tapi tim kepolisian itu. Kepolisian itu sudah dipercaya lebih dari dua tahun tak juga menuntaskan. Jadi kalau tidak ada arahan dan batas waktu yang jelas, maka kasus ini bisa hilang begitu saja," ujarnya. 

Kurnia mengatakan bahkan dirinya berpikir harus ada punishment dari Presiden jika pimpinan tak bisa selesaikan kasus. Jika tak ada sanksi, ini kasus ini akan hilang begitu saja. 

Menurutnya, harusnya pengusutan kasus ini tak butuh waktu hingga tahunan. "Ini kasus yang cctv nya ada, saksi ada, menjadi mudah bagi publik untuk cek ke polisi bisa. Jadi ini bukan soal bisa atau enggak bisa, tapi mau atau tidak mau ya," ujar Kurnia. 

Kurnia menambahkan, saat ini, ujarnya, yang ada di benak publik adalah negara lamban dan tak mau tangani kasus Novel. (art)