Anak Pelajar Jadi Demonstran

Massa Pelajar Demonstrasi Rusuh di Palmerah Tolak RKUHP dan UU KPK
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Aksi demonstrasi besar yang terjadi pada 25 September 2019, membawa cerita baru. Hari itu, ribuan pelajar Sekolah Teknik Menengah atau STM menguasai jalanan ibu kota. Mereka menggantikan kakak-kakak mahasiswa, turun ke jalan ikut menyuarakan keprihatinan. 

Publik terhenyak, saat melihat ribuan siswa pelajar STM atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta. Para remaja yang selama ini identik dengan tawuran dan pacaran, kini ikutan berdemonstrasi dan mengusung sejumlah isu seperti yang disuarakan para mahasiswa. 

Polisi dibuat kerepotan dengan aksi anak-anak SMK ini. Sebab, mereka seolah tak kenal takut. Dipukul bukannya mundur, malah balik memukul. Diserang gas air mata, malah balikin selongsongnya ke polisi. Ditembak pakai meriam air, malah berpesta.

Aksi-aksi lucu dari anak-anak muda yang mungkin sebagian besarnya masih lugu ini, terekam dalam berbagai video yang akhirnya meluas menjadi viral.

Salah satu poster yang mereka usung, 'Kakak Mahasiswa Orasi, Kami yang Eksekusi." Poster itu menjadi jawaban. Tanpa rasa takut, mereka turun ke jalan dengan semangat yang jauh lebih militan. 

Senin 30 September 2019, sedianya anak-anak tersebut kembali turun ke jalan. Tetapi, polisi tak mau ambil risiko. Sejak pagi, sejumlah stasiun sudah dijaga polisi bersenjata lengkap. Di beberapa wilayah ibu kota, polisi juga menguatkan penjagaan. Razia dilakukan di berbagai wilayah penyangga ibu kota. 

Polisi tak hanya merazia jalanan dan angkutan, namun juga nongkrongin sekolahan. Para Kepala Sekolah, juga diminta agar melarang siswanya ikut demo di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, bahkan meminta para siswa absen dua kali, untuk memastikan mereka enggak bolos dan ikut unjuk rasa. 

Di Depok, gelombang pelajar yang berniat melakukan aksi unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI digagalkan oleh polisi. Tak hanya pelajar SMK, polisi juga merazia sejumlah pelajar SMP yang ada dalam rombongan. Lebih dari 60 pelajar dari sekitar Depok diamankan.  

Mereka dicegat dari sejumlah wilayah berbeda di Kota Depok. Di antaranya di kawasan Margonda, Limo, kemudian Jalan Dewi Sartika, Jalan Juanda, dan kawasan Grand Depok City (GDC).

Mereka kedapatan sedang jalan bergerombol dan ada pula yang telah menumpangi truk maupun angkutan kota, serta mobil bak terbuka. “Kita mau nuntut keadilan di sana (DPR),” teriak salah seorang pelajar yang enggan menyebutkan namanya

Usai dihalau aparat, para pelajar ini digiring ke Markas Polresta Depok. Di hadapan petugas, mereka mengaku nekat bolos sekolah, karena ingin melakukan aksi unjuk rasa. Informasi demo lanjutan yang bakal diikuti pelajar ini, tersebar masif melalui pesan berantai WhastApp (WA). Ajakan itu membuat puluhan pelajar Depok terpancing. “Saya kepingin sendiri,” ujar seorang pelajar yang tak bersedia disebut identitasnya.

Sedangkan di Bali, puluhan anak sekolah yang sudah siap ikut aksi #BaliTidakDiam dibujuk untuk kembali ke rumah. "Pulang ke rumah. Kalau sudah tidak ada pelajaran, pulang sekarang," kata seorang petugas Kepolisian, sembari menggiring sekitar delapan siswa ke motornya, Senin 30 September 2019. Sebagian siswa menurut, sebagian lagi tetap dalam barisan. 

Di Yogyakarta, ratusan pelajar ikut bergabung dalam acara #GejayanMemanggil 2. Humas Aliansi Rakyat Bersatu yang menjadi inisiator #GejayanMemanggil 2, Nailendra menyebut para pelajar bergabung murni karena panggilan hati nurani.  Para pelajar pun akhirnya ikut bergabung di #GejayanMemanggil 2.

"Kami tidak mengajak mereka (pelajar), tetapi mereka turun, karena murni hati nurani. Mereka memang ingin turun ke jalan dan bergabung dengan kami," ujar Nailendra.

Ragam Motivasi Ikut Aksi

Tak semua pelajar yang berniat ikut aksi paham isu yang diusung. Sebagian hanya dengar-dengar, sebagian lagi paham sedikit. Namun, mereka mencoba memahami, ada hal yang tak beres, sehingga kakak-kakak mahasiswa turun kembali ke jalanan.

Berbekal pengetahuan itu, mereka ambil bagian. Sebagian dari mereka mengaku hanya ikut-ikutan, namun beberapa pelajar lainnya mengaku tergerak, karena melihat perjuangan para mahasiswa menuntut pembatalan revisi sejumlah undang-undang.

Meski tidak tahu secara detail apa saja pembahasan yang menimbulkan polemik, namun mereka meyakini hal tersebut merugikan rakyat. Ketika diwawancara VIVAnews, Senin 30 September 2019, jawaban mereka bervariasi. 

“Misalnya punya keluarga dokter atau bidan, terus tengah malam ada yang mau melahirkan. Masa bayinya harus dimasukin lagi, nunggu besok? Kan enggak masuk akal. Kalau gitu, sekalian aja melahirkannya suruh ke DPR, kan mereka yang buat undang-undang,” kata salah satu pelajar SMP, saat diamankan di Polresta Depok

Kemudian, poin Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) terkait Unggas pun menjadi perhatian mereka. Bahkan, dengan kata-kata lucu mereka mengungkapkan keberatannya tersebut.

“Ayam nenek saya aja diiketin, biar enggak ke rumah tetangga, nanti didenda 10 juta bisa rugi nenek saya,” ucapnya.

Kemudian, para pelajar ini juga menyoroti revisi undang undang yang dianggap dapat melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

“Masa, KPK mau nangkep harus izin dulu. Terus, kalau enggak diizinin koruptor makin banyak dong,” kata pelajar berseragam putih biru itu disambut riuh teman-temannya

Sejumlah pelajar ini juga menegaskan, ini adalah aksi damai dan mereka akan pulang jika terjadi kericuhan. “Enggak ada yang ngajak, ini kemauan dari diri sendiri, memang niatnya untuk berdemo. Kalau nanti disiram gas air mata, baru deh pulang,” ujar mereka. 

Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan meminta para pedemo yang memiliki niat untuk melakukan unjuk rasa di ibu kota, selanjutnya lebih memerhatikan adab saat turun ke jalan.

Menurut Anies yang juga mantan Mendikbud ini, adab harus diperhatikan, sehingga unjuk rasa tidak disertai vandalisme, hingga perusakan.

"Saya mengimbau kepada semua pihak, terutama pihak yang menyampaikan aspirasi. Sampaikan aspirasi itu dengan damai. Dengan adab yang baik," ujar Anies di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin.

Anies menyampaikan, vandalisme, juga kerusakan, banyak terjadi dalam unjuk rasa besar di Jakarta yang terjadi sepanjang pekan kemarin.

"(Inventarisasi kerusakan) Sudah ada, tetapi masih dikumpulkan. Sampai semuanya selesai, baru akan diumumkan," ujar Anies.

Anies juga mengemukakan, unjuk rasa yang dilakukan dengan adab yang baik, sehingga tertib, akan mengundang simpati atas tuntutan yang diutarakan.

Anies memastikan, pemerintah juga akan memberi respons yang baik, jika unjuk rasa tidak dilakukan dengan berujung kerusuhan.

"Aspirasi itu nanti bisa didengar dengan baik pula. Hindari pelanggaran mulai dari lisan, sampai tulisan, sampai kerusakan," ujar Anies.

Eksistensi di Masa Pubertas

Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Yudo Mahendro mengatakan, pemicu dari gerakan para pelajar STM atau SMK itu adalah adanya masalah yang melanda negeri ini.

Menurutnya, itu adalah fenomena menarik, karena semenjak reformasi bergulir baru kali ini pelajar terlibat dalam parlemen jalanan.

Selain itu, lanjutnya, tentu ada faktor lain, yaitu terkait simpati mereka terhadap perjuangan mahasiswa. Kemudian, ada rasa ketidaksukaan yang besar terhadap Kepolisian.

"Apalagi mereka kebanyakan pelajar Jabotabek, yang mungkin kerap memiliki singgungan dengan Kepolisian, baik di jalan ataupun terkait dengan kegiatan komunitas mereka," katanya.

"Ekspresi itu terlihat jelas dengan mereka menumpang truk terbuka dan dari jargon-jargon yang mereka sampaikan. Kalau detail isu RUU KPK, KUHP, dan lain-lain, saya rasa tidak begitu menjadi faktor utama," tambahnya.

Mengenai faktor 'eksistensi' atau 'hasrat menyalurkan kenakalan remaja,' Yudo mengakui, poin pertama memang ada. Karena, namanya anak muda secara psikologis ada fase mereka butuh eksistensi.

"Jadi, selain faktor sosial politik juga ada kaitan dengan faktor psikologis," katanya.

Yudo tidak setuju, jika disebut kenakalan remaja. Karena, memang fase psikologis masa remaja adalah masa pencairan identitas dan perubahan psikologis akibat perubahan hormonal. "Dikenal juga masa pubertas," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy keberatan dengan aksi yang dilakukan pelajar. Ia meminta, para siswa untuk menjaga diri tidak terlibat dalam aksi-aksi unjuk rasa.

Ia juga mengimbau, agar jajaran pendidik dan orangtua ikut memantau. Muhadjir meminta, agar orang dewasa di sekitar pelajar, bisa ikut melindungi anak-anak dari berbagai macam tindakan kekerasan, atau dari lingkungan yang bisa mengancam jiwa mereka. 

Muhadjir juga meminta, agar pemerintah daerah baik gubernur, bupati hingga wali kota dan kepala dinas, untuk aktif ikut memberikan pengawasan. "Juga untuk bisa memastikan bahwa para peserta didik para siswa di lingkungan wilayah masing-masing aman tidak terpengaruh oleh kegiatan-kegiatan baik berupa unjuk rasa, demonstrasi, ataupun sejenisnya," katanya, Kamis pekan lalu. 

Kepala Sekolah dan guru-guru, diharapkan bisa menjaga siswa mereka. Sedangkan untuk  siswa, Muhadjir meminta, agar tidak mudah terpancing dan terprovokasi, dan tak mudah percaya dengan berita dan kabar yang tak bertanggung jawab.