Menanti Putusan MK
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan Rapat Pemusyawaratan Hakim terkait Kasus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019. Keputusan tersebut pun siap diumumkan pada hari ini, Kamis 27 Juni 2019.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, mengatakan, dalam mengambil keputusan, hakim MK menggunakan cara musyawarah, mufakat atau melalui voting. Dalam proses pengambilan keputusan tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat satu sama lain.
"Kalau ada hakim berbeda pendapat, itu menyampaikan pendapatnya yang berbeda itu ke dalam putusan menjadi bagian yang tidak terpisahkan," ujar Fajar di Jakarta, Rabu 26 Juni 2019.
Lebih lanjut dia pun menyampaikan, MK meminta, tak ada satu pun unjuk rasa yang dilakukan pada saat momen itu. Sebab, bisa mengganggu sidang yang sedang pembacaan putusan yang sedang berlangsung.
"Jangan sampai ada aksi apapun itu mengganggu jalannya sidang MK," ungkapnya.
Menurut Fajar, aparat pengamanan internal MK nantinya akan bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sidang di lantai utama MK, termasuk keamanan pihak-pihak yang terlibat sidang. Sementara itu, aparat gabungan akan memastikan lancarnya keseluruhan proses sidang, termasuk terhadap situasi keamanan di sekitar MK.
"Soal keamanan untuk persidangan itu semuanya sudah dipersiapkan," ujar Fajar.
Lebih lanjut dia pun mengimbau, semua terkait menghormati keputusan yang akan disampaikan MK ini. Apalagi, proses persidangan di MK sendiri sejauh ini sudah berlangsung dengan lancar, tertib, tanpa adanya gangguan atau kegaduhan. Hal itu harus dipertahankan.
Baca juga: Hakim Hingga Karyawan MK Dikawal Ketat Jelang Putusan
"Mari percayakan kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memutus perkara dengan cermat dan adil. Apapun putusannya nanti, semua pihak dan publik harus menerima, menghormati, dan melaksanakan putusan MK," tambahnya.
Meski demikian dia pun menegaskan, keputusan yang akan disampaikan MK ini bersifat final. Hal tersebut sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945, dan semua pihak yang berperkara harus bisa menerima dan menjalankan keputusan tersebut.
Dia pun mengatakan, wacana mempersoalkan putusan MK di Mahkamah Internasional tidak relevan. Sebab, MK adalah peradilan tertinggi di Indonesia yang punya wewenang menguji aturan hukum.
"Konstitusi sudah mengatakan MK putusannya final dan mengingat,” tegasnya.
Antisipasi rusuh
***
Aksi yang berujung rusuh di depan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan di sejumlah titik di ibu kota pada 21-22 Mei 2019 menyisakan kekhawatiran di masyarakat.
Sebab, tidak menutup kemungkinan aksi tersebut bisa terulang lagi pada sidang pengumuman putusan sengketa Pilpres 2019. Mengantisipasi hal tersebut, aparat pun sudah menyiapkan tim dan lengkap dengan skenario pengamanan yang akan dilakukan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo beberapa hari lalu mengatakan, puluhan ribu personel gabungan, baik dari Polri maupun TNI, diturunkan untuk mengamankan sidang putusan tersebut.
Baca juga: Pemerintah Pertimbangkan Kembali Batasi Medsos Saat Putusan MK
Sebanyak 47 ribu aparat gabungan dengan rincian TNI 17 ribu, Polri 28 ribu, dan unsur pemerintah daerah sekitar 2.000 personel, akan menjaga beberapa objek vital nasional selain juga di MK. Seperti Istana Presiden, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan beberapa kantor kedutaan besar yang ada di Jakarta.
"Jadi untuk kesiapan aparat keamanan dalam rangka untuk mengantisipasi segala macam potensi gangguan kerawanan yang timbul selama proses dan pentahapan persidangan di MK,” ungkapnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pun menegaskan, pihaknya tak akan memberikan izin aksi penyampaian pendapat atau unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum dan saat putusan sidang putusan tersebut.
Keputusan itu dibuat berkaca pada tidak kondusifnya aksi yang dilakukan pada 21-22 Mei lalu. Padahal, kala itu lanjut, dia polisi telah memberikan toleransi kepada peserta aksi.
"Untuk itu saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik," ujarnya Selasa 25 Juni 2019.
Selain itu Tito menegaskan, semua anggotanya, begitu pula dengan prajurit TNI, tidak diperbolehkan membawa peluru tajam saat pengamanan sidang putusan MK. Namun, prosedur tetap (protap) untuk penjagaan kawasan MK, termasuk antisipasi bila menghadapi aksi unjuk rasa akan tetap dilakukan.
“Kalau ada yang melakukan kerusuhan, pasti kita tindak tegas, tapi tindakan tegasnya terukur. Maka saya perintahkan jangan bawa peluru tajam," tegasnya.
Baca juga: Jelang Putusan MK, Moeldoko Sebut 30 Teroris Sudah Masuk Jakarta
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ataupun Joko Widodo dan Mar'uf Amin juga dikabarkan tidak akan menghadiri sidang putusan tersebut. Prabowo disebut akan menonton sidang tersebut di kediamannya di Kertanegara. Dan Jokowi akan menonton melalui tayangan internet, karena masih melakukan kunjungan kerja di luar negeri.
Pihak kedua kubu yang berperkara pun terus mengimbau para pendukungnya untuk bisa menjaga kondusivitas jelang pengumuman putusan MK.
Dua kubu optimis
***
Kubu Prabowo-Sandiaga optimistis Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan seluruh gugatan dalam sidang sengketa pilpres. Mereka yakin pemilu yang telah digelar 17 April 2019 lalu diprediksi akan dibatalkan.
Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, yakin fakta-fakta yang sudah disampaikan di persidangan dapat memperkuat optimisme tersebut. Salah satunya mengenai, permasalahan DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang tak beres bisa jadi dasar pembatalan pemilu.
"Bukti ada di MK, sekarang MK-nya gimana? Menjaga sebagai Mahkamah Konstitusi atau menjadi Mahkamah Kalkulator," katanya.
Baca juga: Jelang Putusan, Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Ultimatum MK
Sementara itu Juru Bicara tim hukum 01, Razman Nasution, memandang, keterangan saksi-saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum 02 atau pemohon, sangat lemah. Karena itu, dia memperkirakan MK bakal menolak permohonan tersebut.
"Kalau untuk peluang dari kubu sebelah, saya lihat dari kesaksian yang mereka buat sangat lemah. Bahkan ada salah satu contoh saksi dari Kalimantan Barat, Pontianak, itu dia tinggal di Jakarta, tetapi bolak-balik keterangannya dan berubah-ubah," kata Razman beberapa waktu lalu.
Baca juga: Usai Putusan MK, Jokowi Siapkan Pidato 'Soft Landing' Rekonsiliasi
Selain itu pihak termohon lainnya yaitu KPU pun meyakini, MK akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya dalam kasus ini. Sehingga apapun hasil dari persidangan harus bisa diterima semua pihak.
"Mari kita semua menerima putusan MK. Sebab ini yang menentukan adalah MK," ungkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis awal pekan ini.
Dia pun mengimbau masyarakat seluruh Indonesia untuk menonton mendengarkan secara cermat keputusan MK tersebut. Sehingga, semua pihak dapat mengetahui fakta-fakta yang menjadi dasar keputusan MK tersebut.
"Biasanya mahkamah nanti akan membacakan putusan terutama terkait dengan poin-poin permohonan, dan materi permohonan. Bagaimana jawaban pemohon, jawaban termohon, pihak terkait dan lain-lain biasanya akan dibacakan detail," tambahnya.