Fatigue Kill, 'Pembunuh' di Balik Pesta Demokrasi
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Pemilihan Presiden dan Legislatif 2019 sudah berlangsung seminggu yang lalu. Dalam masa penghitungan suara ini, bermunculan kabar duka dari berbagai pelosok Indonesia soal meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang diduga kelelahan bekerja.
Menurut data KPU pada Senin 22 April 2019 Sebanyak 91 anggota KPPS meninggal dunia usai bertugas. Selain itu, 374 anggota KPPS dilaporkan sakit. Jumlah ini tersebar di sejumlah daerah di 15 provinsi di Indonesia.
Anggota KPPS yang meninggal dunia paling banyak di Jawa Barat, yaitu 48 orang. Terbanyak kedua setelah Jawa Barat adalah Jawa Tengah yaitu sebanyak 17 orang meninggal dunia, dan di Jawa Timur sebanyak 14 orang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pemerintah akan memberi santunan kepada puluhan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
Menurutnya, pemerintah akan segera mengalokasikan anggaran untuk para petugas yang telah berjasa dalam menyelenggarakan pemilu 2019 tersebut.
"Mengenai usulan pendapatan tunjangan saya sudah cek, kami bisa mengakomodasi lewat standar biaya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya lewat tayangan tvOne Selasa 23 April 2019.
Rencana santunan bagi para petugas KPPS tersebut berkisar Rp16-Rp36 juta (meninggal dunia Rp30-Rp36 juta, cacat Rp30 juta, luka/sakit Rp16 juta).
Agenda kerja yang berat
Mekanisme rumit dalam Pemilu 2019 yang menyatukan antara pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif di tingkatan-tingkatan daerah hingga pusat, dinilai menjadi salah satu sebab perhelatan demokrasi yang baru saja berlalu itu memakan banyak korban jiwa.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) Titi Anggraini, para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), mendapat beban yang cukup besar karena untuk pertama kalinya harus mengelola beberapa pemilihan umum sekaligus dalam satu waktu saja.
"Pemilu serentak lima surat suara memang menyimpan kompleksitas dan membutuhkan tenaga ekstra dalam menjalankannya," ujar Titi di Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Ia menyampaikan, kerumitan Pemilu 2019 itu antara lain penghitungan suara untuk seluruh jenis pemilihan yang dilaksanakan langsung di TPS, yang dilanjutkan proses administrasi berupa rekapitulasi hasil penghitungan suara itu ke banyak formulir.
"Dalam proses penghitungan suara di TPS saja, anggota KPPS memerlukan waktu sampai dengan lewat tengah malam untuk menyelesaikannya," ujar Titi.
Hal serupa juga dikeluhkan Anton, salah satu petugas KPPS TPS 16 Jurang Mangu Timur Tangerang Selatan. Ia memberikan gambaran umum tugas yang harus dilakukan petugas KPPS. Menurutnya, tugas dan beban kerja petugas KPPS di Pemilu 2019 ini lebih berat dari pemilu sebelumnya.
Sejak awal petugas KPPS bekerja hampir seminggu sebelum pencoblosan dengan melaksanakan pengumuman dan sosialisasi. Lalu 3 hari sebelum hari H para petugas KPPS ini harus mendistribusikan surat C6 yang berisi panggilan memilih.
"Nama pemilih di DPT ke surat C6 disalin secara manual," ujarnya kepada VIVA lewat jaringan telepon Selasa 23 April 2019.
Para petugas belum merasa tenang jika logistik pemilu belum sampai ke tangan mereka. "Misalnya kesiapan logistik kotak suara hingga surat suara itu sendiri. Proses persiapan itu saja sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran."
Tak sempat rehat, pada 17 April? para petugas sudah mempersiapkan membuat TPS, jam 06.00 mulai bertugas kemudian pukul 08.00 hingga pukul 13.00, mereka melayani proses pemungutan suara.
"Kendalanya juga banyak, seperti melayani daftar pemilih tambahan (DPTb) atau pemilih pindahan hingga daftar pemilih khusus (DPK) harus dipastikan semua data lengkap dan sesuai."
***
Usai enam jam melayani pemungutan suara, para petugas KPPS ini langsung menggelar penghitungan suara manual, menghitung satu persatu surat suara di lima kotak suara (Pilpres, anggota DPD dan DPR RI, DPRD kota, kabupaten dan provinsi) yang jumlahnya mencapai ribuan.
"Kalau satu kotak suara ada 250 DPT, maka jika lima kotak suara sudah ada 1.250 surat suara. Dan itu dibuka, dicek tanda coblosan dan dihitung satu persatu, dan penghitungan suara di lima kotak suara itu harus dihitung ulang," ujar Anton.
Pascapenghitungan, mereka pun harus menyusun kelengkapan administrasi di formulir model C secara manual.
"Semuanya ditulis manual. Jadi petugas PPS berakhir kerjanya setelah suara dilimpahkan ke level kelurahan atau desa," ujarnya.
Fatigue Kill
Kematian yang terjadi pada anggota KPPS dipicu kelelahan. Labor Institute Indonesia atau Institut Kebijakan Alternatif Perburuhan Indonesia berpendapat bahwa gugurnya KPPS tersebut dalam istilah Ketenagakerjaan disebut 'Fatigue Kill' atau meninggal akibat kelelahan bekerja.
Menurut National Safety Council (NSC) Amerika Serikat, Kelelahan Akibat Kerja (fatigue) dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan kecelakaan kerja.
"Menurut penelitian, pekerja yang mengalami fatigue mengalami berbagai gangguan emosi dan masalah kesehatan serius," tulis Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, lewat rilisnya yang diterima VIVA.
Sementara itu, Psikolog Sani Budiantini menyebut Fatigue Kill adalah keadaan di mana kelelahan bisa membuat sistem tubuh berubah dan kacau. Bahkan, memicu penyakit hingga kematian yang disebabkan menurunnya asupan oksigen ke otak.
Padahal, sejatinya tubuh memiliki sinyal saat rasa lelah mulai melanda. Namun, pada kasus ini, diakui Sani, membuat sinyal tersebut tak dikenali pemiliknya.
"Untuk kasus luar biasa ini, karena memang disertai target yang harus cepat dan teliti serta komitmen tinggi, membuat alarm di badan tidak menyala," ujar Sani kepada VIVA, Selasa 23 April 2019.
Beratnya beban kerja membuat rasa lelah tak lagi dirasakan oleh tubuh pemiliknya. Padahal, sinyal tersebut sangat berperan penting dalam mengendalikan fungsi kerja berbagai sistem di tubuh.
"Ini bahaya karena dia tidak tahu kapan harus istirahat atau bekerja. Seharusnya, seseorang bisa kendalikan itu," tegasnya.
Ia mengatakan Fatigue Kill tak hanya dipicu kelelahan fisik semata, namun juga kelahan mental secara bersamaan. Dari sisi mental, para pekerja KPPS juga diketahui merasa tertekan dan takut akan stigma masyarakat soal kecurangan. Karenanya beberapa petugas KPPS melakukan penghitungan suara hingga berulang-ulang. Di lain sisi tidak ada waktu untuk mengungkapkan rasa 'lelah' yang dialami.
"Secara mental, membuat dia tidak berani mengemukakan bahwa dia capek. Tidak ada ruang untuk mengungkapkan rasa istirahat tersebut," ujar Sani kepada VIVA, Selasa 23 April 2019.
Dari sisi fisik, lanjut Sani, berkaitan dengan sisi emosional tersebut, di mana untuk merasakan perasaan lelah itu tidak diperbolehkan. Sehingga memicu tubuh bekerja keras dan tak lagi merasa sinyal lelah di tubuh.
"Bisa saja orang bawaannya migren. Tapi karena ada tekanan, jadi tidak bisa berhenti bekerja," kata dia.
Untuk itu, Sani menegaskan perlunya seseorang memperhatikan tanda di tubuh dan tidak terlalu fokus untuk bekerja di luar kapasitasnya. Waktu untuk beristirahat sangat dibutuhkan untuk tetap memperkuat sistem imunitas tubuh.
"Pada dasarnya tubuh harus istirahat per enam jam dengan jeda satu jam. Namun, bisa juga tiap bekerja diselingi istirahat 15 menit," lanjut Sani.
***
Gejala Fatigue
Fatigue atau kelelahan akut sebetulnya sangat dekat dengan keseharian para pekerja. Bukan sekadar lelah biasa, Fatigue tidak bisa diatasi hanya dengan beristirahat 3-4 jam saja.
Dilansir laman healthline, rasa lelah yang timbul tidak hanya dari fisik, tetapi juga mental. Dari segi fisik, rasa lelah timbul dengan gejala tubuh seperti ditimpa berkilo-kilo karung pasir.
Sedangkan dari sisi pikiran, sulit untuk berkonsentrasi dan tiba-tiba terserang rasa malas saat bangun pagi atau melakukan tugas sehari-hari.
Penyebab Fatigue sangat beragam, beberapa di antaranya tidak cukup tidur, sleep apnea (ganguan tidur), tak cukup asupan makanan (gizi), anemia, depresi, terlalu banyak konsumsi kafein, diabetes, dehidrasi, hingga bekerja terlalu keras.
Fatigue bisa muncul secara tiba-tiba, misalnya kaki terasa lemas hingga tak sanggup berdiri, tidak kuat mengangkat benda-benda yang ringan misalnya seperti sendok, pingsan, limbung, penglihatan kabur, gagap bicara (lidah kelu), sakit kepala, hingga sulit berpikir dan konsentrasi.
Jika merasakan gejala tersebut secara berulang, sebaiknya hentikan aktivitas dan segera konsultasi dengan dokter. Jaga kesehatan Anda!