Selamatkan Nyawa Kaum Milenial di Jalan

Anak-anak mengendarai sepeda motor.
Sumber :
  • https://edorusyanto.wordpress.com

VIVA – Hampir setiap hari, para pengguna jalan di DKI Jakarta dan kota-kota di sekelilingnya menyaksikan atau mengalami terjadinya peristiwa kecelakaan. Entah itu hanya senggolan ringan, atau tabrakan parah.

Di berbagai media sosial, kita juga bisa melihat tayangan kecelakaan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pemandangan itu seolah menjadi sebuah hal yang lumrah terjadi.

Padahal, menurut data Korps Lalu Lintas Polri, secara nasional, tidak kurang dari 27 sampai dengan 30 ribu orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di jalan.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kecelakaan lalu lintas di Indonesia, menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis (TBC).

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Yusuf, mengatakan angka kecelakaan lalu lintas di Tanah Air meningkat 10 persen pada 2018. Hal ini, tentu mengkhawatirkan. Sebab, 2018, menjadi tahun dengan jumlah kecelakaan terbanyak.

"Data dari WHO yang saya terima kemarin, Indonesia ada di urutan ketiga sebagai negara dengan jumlah kecelakaan lalu lintas terbesar," ujarnya di Jakarta.

Dari data tersebut, kaum milenial menjadi yang paling banyak mengalami kecelakaan, yakni sebanyak 56,87 persen. Parahnya lagi, 24,43 persennya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal itu diakui Kepala Seksi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Polda Metro Jaya, Kompol Arif Fazlurrahaman.

"Kalau dilihat dari data kami, generasi milenial ini yang paling menjadi korban Laka Lantas, usianya 15 sampai 19 tahun," tuturnya.

Dari data Kepolisian, kata Arif, setiap tahun jumlah korban kecelakaan dari generasi milenial cenderung meningkat. Selama periode 2014 sampai 2018 saja, jumlahnya mencapai 17.910 korban.

Menurut Duta Keselamatan Lalu Lintas, Rifat Sungkar, salah satu penyebab kaum milenial mendominasi angka kecelakaan di Tanah Air, adalah karena ego yang tak terkendali.

“Karena, mereka senang pamer di jalan. Tetapi, ruangnya sempit, jalanan terlalu ramai. Lengah sedikit, celaka," ungkapnya.

Selain itu, asumsi tentang dominasi kendaraan, juga masih jadi masalah di Indonesia, terutama soal ukuran kendaraan.

"Di sini (Indonesia), kalau ada kecelakaan yang melibatkan motor dan mobil, pasti selalu mobil yang disalahkan. Hal itu yang kadang, membuat pengendara motor menyepelekan kondisi jalan," katanya.

Berikutnya, tak hanya yang di balik kemudi

***

Tak hanya yang di balik kemudi

Kakorlantas Polri, Irjen Pol. Refdi Andri punya teori lain, soal apa yang menyebabkan kaum milenial kerap mengalami kecelakaan lalu lintas. Menurutnya, hal itu berhubungan dengan kegiatan mereka sehari-hari.

"Tingkat produktivitas milenial itu kan tinggi, mereka sering bekerja, sering keluar rumah. Intinya, selalu sibuk," jelasnya.

Dia juga menambahkan, semakin sering seseorang berkendara, ditambah senang memacu kencang kendaraan akibat memburu waktu, membuat angka kecelakaan terus alami peningkatan.

Terlepas dari siapa yang berada di balik kemudi, menurut data yang dilansir VIVA dari WHO, Senin 18 Maret 2019, faktor kendaraan juga memengaruhi tingginya kecelakaan yang terjadi, terutama pada sepeda motor, yang mendominasi jumlahnya dengan 74 persen.

Sebagai contoh, Indonesia belum menerapkan fitur anti-lock braking system (ABS) sebagai standar keselamatan di kendaraan. Dua perangkat tersebut, diklaim bisa mengurangi kecelakaan hingga 27 persen.

Seperti yang disampaikan Direktur Pembinaan Keselamatan Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Mohamad Risal Wasal. Dia mengatakan, untuk meningkatkan keselamatan pengendara motor, ada wacana semua motor yang dijual di Indonesia, agar menggunakan ABS.

“Saat ini, sedang diteliti Universitas Indonesia, untuk penerapan ABS. Menurut penelitian, ABS itu 10-27 persen membantu mengurangi risiko kecelakaan di sepeda motor. Kami sedang menunggu hasil dari UI,” ujarnya kepada VIVA.

Soal aturan keselamatan, menurut data WHO, ada beberapa yang sudah diterapkan dengan baik oleh banyak pengguna jalan di Tanah Air. Mulai dari penggunaan sabuk pengaman (69 persen), hingga larangan pengoperasian alat komunikasi selama berkendara.

Mengenai pemakaian helm, Indonesia juga masuk dalam kategori cukup baik. Jumlah pengguna kendaraan bermotor roda dua yang mengenakan helm mencapai 71 persen. Sayangnya, masih banyak yang tidak melakukannya dengan cara yang baik dan benar, seperti mengencangkan tali pengaman.

Bicara tentang cara mengurangi kecelakaan pada kaum milenial, Kepala Seksi Surat Izin Mengemudi (SIM) Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar mengatakan, untuk mengedukasi masyarakat agar sadar berkendara aman, perlu dilakukan dengan berbagai cara yang kreatif dan tidak membosankan.

"Kalau cuma berceramah, itu kan bikin bosan. Jadi, kami buat road safety untuk milenial. Lalu, kami juga punya pojok baca untuk orang-orang kalau lagi menunggu proses pembuatan SIM,” ungkapnya. (asp)