Sengkarut Pembebasan Ba'asyir
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Ustaz Abu Bakar Ba'asyir masih menuai polemik. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan masih mempertimbangkan banyak aspek terkait rencana pembebasan Ba'asyir.
Pernyataan Wiranto ini seolah menjadi isyarat bahwa rencana pembebasan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu akan dievaluasi. Padahal, rencana pembebasan Ba'asyir santer menjadi wacana publik sepekan terakhir.
Adalah mantan Menteri Kehakiman yang kini jadi kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra yang menghembuskan rencana pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Yusril mengaku berhasil meyakinkan Jokowi untuk membebaskan terpidana 15 tahun kasus terorisme itu.
Yusril bahkan sudah menemui Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jumat, 18 Januari 2019. Ba'asyir sudah mendekam sembilan tahun, dari vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya. Yusril menyampaikan Jokowi sangat prihatin dengan keadaan Ustaz Ba'asyir. Lantaran itu meminta Yusril untuk menelaah, berdialog dan bertemu Abu Bakar Ba'asyir di lapas.
Semua pembicaraan dengan Ba'asyir dilaporkan Yusril ke Jokowi sehingga beliau yakin bahwa cukup alasan untuk membebaskan Ba'asyir dari penjara tanpa syarat-syarat yang memberatkan.
Ba'asyir sendiri mengucapkan rasa syukur ke hadirat Allah atas rencana pembebasannya ini. Dia berterima kasih kepada semua pihak yang telah mengambil inisiatif pembebasan dirinya.
"Perasaannya ya bersyukur kepada Allah kalau memang Allah nanti mengizinkan bebas lagi, ya bersyukur kepada Allah dan kita doakan Pak Yusril diberikan pahala yang banyak," kata Ba'asyir, Jumat.
Ba'asyir minta waktu tiga hari untuk membereskan barang-barangnya yang ada di lapas. Ia pun mengutarakan rencananya setelah bebas dari penjara. Ba'asyir akan pulang ke Solo dan tinggal di rumah anaknya, Abdul Rahim.
Di tengah rencana pembebasan Ba'asyir itu bergulir, Menko Polhukam Wiranto dalam keterangan persnya Senin malam, 21 Januari 2019, menyampaikan bahwa pemerintah masih mengkaji rencana itu. Pernyataan Wiranto itu disampaikan sebagai respons atas rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir seperti yang diklaim Yusril Ihza Mahendra.
Wiranto mengatakan pihak keluarga sebenarnya sudah mengajukan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir kepada pemerintah sejak tahun 2017. Pertimbangan keluarga karena usia Ba'asyir yang sudah lanjut, 80 tahun, serta kesehatannya yang semakin memburuk.
Menurut Wiranto, Presiden sangat memahami permintaan keluarga dan pertimbangan kemanusiaan. Tapi, kata Wiranto, aspek-aspek lainnya seperti aspek Ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya tetap perlu dipertimbangkan sebagai dasar pembebasan.
"Jadi presiden tidak grasa-grusu, tidak serta merta membuat keputusan, tetapi harus mempertimbangkan aspek-aspek lainnya," kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Senin, 21 Januari 2019.
Selain itu, Ia juga meminta agar tak ada spekulasi-spekulasi lain yang terkait dengan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Ia berharap, keterangan resmi pemerintah ini menjawab polemik yang terjadi terkait rencana pembebasan mantan Amir Majelis Mujahiddin Indonesia itu.
"Saya mendengarkan banyak sekali perkembangan-perkembangan informasi yang saat ini muncul dari berbagai pihak dan ini merupakan penjelasan resmi dari saya. Inilah penjelasan resmi, setelah saya melakukan satu rapat kajian, koordinasi bersama seluruh pejabat terkait," imbuhnya.
Foto: Menko Polhukam Wiranto
Tolak NKRI
***
Yusril tak menampik bahwa Ustaz Abu Bakar Ba'asyir menolak menandatangani ikrar setia kepada NKRI dan Pancasila, serta mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Komitmen kesetiaan itu menjadi salah satu syarat seorang narapidana kasus terorisme mendapatkan bebas bersyarat.
Syarat tersebut tercantum dalam Pasal 84 huruf d ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018. Di mana ikrar kesetiaan pada NKRI dan Pancasila, serta tidak mengulangi perbuatannya disampaikan secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia.
"Saya hanya setia kepada Allah, saya hanya patuh kepada Allah, saya tidak akan patuh selain dari itu," kata Ba'asyir disampaikan Yusril saat menggelar konferensi pers di The Law Offices of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Sabtu, 19 Januari 2019.
Saat bertemu Ba'asyir, Yusril sudah berupaya menjelaskan bahwa Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia, tidak bertentangan dengan prinsip Islam, bahkan sejalan dengan Islam. "Jika Pancasila sejalan dengan Islam, kenapa tidak patuh kepada Islam saja?" ucap Ba'asyir dikutip Yusril lagi.
Terlepas dari hal tersebut, Yusril menegaskan Abu Bakar Ba'asyir berhak atas bebas tanpa syarat melalui kebijakan Presiden. Walaupun, pembebasan itu terganjal Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi untuk terpidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme.
Dalam kasus Ba'asyir, Yusril menilai aturan tersebut tidak berlaku karena kebijakan Presiden. Menurutnya Presiden Jokowi sendiri yang langsung memberikan instruksi. Aturan tersebut otomatis lebih lemah dibanding perintah Presiden.
"Presiden adalah pemegang otoritas tertinggi. Presiden kan bisa mengambil kebijakan, ada kebebasan bertindak pada kebijakan tertentu," katanya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi mengakui alasan kemanusiaan yang menjadi pertimbangannya untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir. Hanya saja, pertimbangan itu serta merta tidak bisa digunakan jika Ba'asyir tidak memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan. Jokowi menegaskan, tidak ada pembebasan tanpa syarat.
"Kita ini juga ada sistem dan mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini yang namanya pembebasan bersyarat bukan murni," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 22 Januari 2019.
Jokowi menegaskan Abu Bakar Ba'asyir harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. "Kalau enggak, kan enggak mungkin saya nabrak. Contoh setia pada NKRI, setia pada Pancasila itu prinsip sekali. Saya kira jelas sekali," ujar Jokowi pada wartawan.
Seperti diketahui, Ba'asyir sendiri telah menegaskan menolak menandatangani kesetiannya kepada NKRI dan Pancasila. Karena itu, pemerintah memutuskan untuk mengkaji ulang pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Jokowi tak ingin melanggar hukum dengan serta merta membebaskan Ba'asyir.
"Ini kan ada sistem hukum, mekanisme hukum. Saya tabrak kan enggak bisa. Apalagi ini basic, setia pada Pancasila, NKRI," tegasnya.
Foto: Presiden Jokowi merespon soal kajian pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan sampai saat ini terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir belum bebas. Pembebasan itu masih sekadar rencana. Ia menambahkan bahwa pembahasan mengenai pembebasan Ba'asyir sudah dilakukan sejak tahun lalu. Sebab waktu itu, keluarganya sempat meminta agar Ba'asyir jadi tahanan rumah saja.
"Tapi kan aturan perundang-undangan tidak memungkinkan itu. Nah waktu itu kita bahas mendalam mengenai usianya yang uzur, kita sepakat pada waktu itu kita pindah ke Solo," kata Yasonna di kantornya pada Selasa malam, 22 Januari 2019
Namun keluarga enggan jika Ba'asyir dipindahkan lokasi penahanannya di Solo. Jika tak bisa menjadi tahanan rumah, keluarga meminta Ba'asyir tetap ditahan di Lapas Gunung Sindur. Karenanya, jika kajian pembebasan Ba'asyir sudah dibahas setahun lalu, maka langkah tersebut bukanlah hal yang bersifat politis.
"Kepada beliau itu selalu ada pendamping karena beliau betul-betul kita buat treatment yang baik kepada beliau karena memang usianya, itu pertama. Jadi jangan ada yang mengatakan ini seolah olah politik tidak ada politik di sini," ujarnya.
Nasib Ba'asyir
***
Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan pihaknya belum bereaksi apapun terkait polemik jadi tidaknya pemerintah membebaskan Abu Bakar Ba'asyir. Meskipun Menko Polhukam Wiranto menyatakan pemerintah akan mengkaji ulang pembebasan Ba'asyir, Mahendra optimis pekan ini Ba'asyir akan bebas.
"Kami baru bersikap setelah minggu ini habis karena enggak ada faktanya (pembebasan Ba'asyir) ditolak. Kami akan ambil sikap di hari Senin (pekan depan) seperti apa faktanya," kata Mahendra saat diwawancarai tvOne, Selasa, 22 Januari 2019.
Mahendra meyakini pembebasan Abu Bakar Ba'asyir karena sesuai aturan hukum bukan karena intervensi pihak manapun apalagi dikaitkan dengan urusan politik Pilpres 2019. Baginya, semua pihak boleh saja berbeda terkait alasan pembebasan Ba'asyir, yang penting sesuai aturan hukum.
"Yang penting on the track (hukum), karena (pembebasan Abu Bakar Ba'asyir) kami sudah ajukan sejak lama," ujarnya.
Sementara itu, terkait penolakan Ba'asyir untuk menandatangani kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila yang menjadi alasan batalnya pembebasan, Mahendra berpendapat aturan tersebut tidak bisa diterapkan secara kaku apalagi kondisi Ba'asyir yang sudah sepuh. Menurutnya, ada bukti-bukti elektronik yang bisa menggantikan syarat formal tersebut.
"Jangan lupa ini kan zaman sudah berkembang, ada bukti elektronik, walau tidak mau tanda tangan, menolak kan belum tentu juga. Beliau sudah sepuh, kan bisa diganti dengan bukti elektronik, diwawancara, pernah dinterview petugas, itu kan ada buktinya, enggak masalah," paparnya.
Pengacara berharap syarat kesetiaan itu mesti 'tertulis' sesuai Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018, tidak menjadi alasan batalnya pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Terlebih, Presiden Jokowi sudah mengatakan bahwa pembebasan Ba'asyir atas dasar kemanusiaan, mestinya Presiden bisa mengesampingkan Permenkumham sehingga Ba'asyir bisa bebas tanpa bersyarat.
"Jangan paksakan formal katanya kemanusiaan. Kalau dipaksakan akhirnya unsur kemanusiaannya justru enggak ada sama sekali, kalau hal yang formal jadi penghambat urusan ini," tegasnya.
Pengacara Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra pasrah dengan keputusan pemerintah yang akan mengkaji ulang pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Ketua Umum PBB ini mengaku segala pertimbangan telah disampaikannya kepada Presiden dan hasil pembicaraannya dengan Abu Bakar Ba'asyir juga sudah dilaporkan.
Bahwa kemudian ada perkembangan baru di internal pemerintah setelah rapat koordinasi Kemenko Polhukam dan pernyataan Menko Polhukam Wiranto yang akan mengkaji ulang dan mempertimbangkan kembali pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, Yusril menghormati keputusan tersebut.
"Yang penting bagi saya adalah tugas yang diberikan Presiden sudah saya laksanakan. Bahwa kemudian ada perkembangan dan kebijakan baru dari Pemerintah, maka saya kembalikan segala sesuatunya kepada Pemerintah.
Marilah kita tunggu perkembangan selanjutnya. Semoga ada keputusan yang terbaik bagi Ustaz Abu Bakar Ba'asyir dan bagi kita bangsa Indonesia seluruhnya," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Yusril menambahkan rencana pembebasan Ba'asyir didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan karena usianya yang sudah lanjut dan kondisi kesehatannya yang makin menurun.
Ia telah menelaah dengan seksama isi Undang Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 khusus terkait dengan pembebasan bersyarat.
Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk membiayai tindak pidana terorisme, yaitu membiayai pelatihan kelompok bersenjata di Jantho, Aceh senilai Rp1,39 miliar.
Pengadilan Tinggi Jakarta pada 7 Juli 2011 meringankan hukumannya menjadi sembilan tahun. Tak terima dengan putusan tersebut, Tim Pengacara Muslim kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonannya ditolak pada 27 Februari 2012 dan memutuskan Abu Bakar Ba'asyir tetap dihukum 15 tahun penjara.
Berdasarkan informasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, terpidana Ustaz Abu Bakar Ba'asyir baru bebas murni pada 24 Desember 2023. Ba'asyir masih perlu menjalani 4 tahun 11 bulan 17 hari penjara supaya dinyatakan bebas murni.
Namun demikian, Ba'asyir telah melewati 2/3 masa pidana pada 13 Desember 2018 dan berhak atas pembebasan bersyarat sesuai Pasal 14 Ayat 1 Huruf k UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.