Gemuruh Tanah Ambles Gubeng

Foto aerial kondisi tanah ambles di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 19 Desember 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Didik Suhartono

VIVA – Jelang tengah malam, Selasa 18 Desember 2018, juru parkir Rumah Sakit Siloam Surabaya, Jawa Timur, kaget. Suara gemuruh memecah malam dari jarak 200 meter dari posisinya. Berbarengan dengan suara tersebut, tanah di sekitar sumber gemuruh ambles, permukaan bergetar. Kejadian itu mendadak. 

Tanah ambles ini menganga lebar besar. Jalan raya Gubeng Surabaya sepanjang 100 meter dan lebar 30 meter habis ambles dengan lubang raksasa tersebut. empat lajur di jalan raya Gubeng serta dua sisi kanan dan kiri trotoar jalan tersebut ambles. Jalur Gubeng tak bisa dilalui, kedalaman amblesan sekitar 20 meter. Amblesnya tanah bahkan sampai 'memakan' halaman gedung Bank BNI dan ruko di sebelahnya. Dua alat berat dan satu mobil tersedot ke dalam lubang.

Jalan ambles di Gubeng itu dengan cepat menjadi perhatian publik, dari malam hingga keesokan harinya. 

Setelah hari terang terlihat benar gemuruh Selasa malam menelan semua yang ada di atas tanah yang ambles tersebut. Kabel, pipa, besi di bawah aspal dan tanah tersebut menjadi centang perenang, berantakan. 

Tanah ambles di Surabaya itu mengundang perhatian para ahli. Mereka memberikan penjelasan awal dan menegaskan kejadian tersebut bukan karena fenomena alam. 

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, biang amblesnya jalan raya Gubeng akibat kesalahan konstruksi pada dinding penahan jalan proyek tersebut.

Dinding galian tak mampu menahan beban dinding di dekat jalan. Sutopo menuturkan, faktor lainnya yang berkontribusi membuat jalan raya Gubeng tersebut ambles yakni getaran dari kendaraan yang melintas.

"Kejadian amblesan disebabkan kesalahan konstruksi jadi adanya pekerjaan pembangunan basement rumah sakit, yang tidak menggunakan dinding penahan tanah retaining wall yang langsung berhadapan dengan jalan. Sehingga berpeluang menimbulkan dorongan tanah secara horizontal atau sliding pada area jalan sekitarnya," ujar Sutopo di kantor BNPB, Jakarta Timur. 

Pakar lainnya juga menyoroti pembangunan basement Rumah Sakit Siloam, yang kemungkinan menjadi biang amblesnya tanah di jalan raya Gubeng tersebut. Pengamat energi kebencanaan dan lingkungan, Rovicky Putrohadi mengatakan, dinding penahan (retaining wall) pada proyek basement diduga kurang kuat menahan beban sehingga dinding ambrol.

Dia mengatakan secara geologi, tidak ada patahan yang terpetakan pada area tanah ambles di jalan raya Gubeng. Dengan demikian menurutnya, kecil kemungkinan amblesnya tanah tersebut akibat adanya gerak tanah yang dinamis. 

"Amblesnya jalan raya Gubeng ini sebenarnya disebabkan oleh ambrolnya dinding penahan. Atau akibat konstruksi ketimbang proses alami biasa," ujarnya kepada VIVA. 

Bukan gempa bumi

***

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menegaskan, amblesnya tanah Gubeng bukan karena gempa bumi. 

Kepala Pusat Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengatakan, amblesan tanah longsor yang terjadi dengan kedalaman 30 meter dan lebar 8 meter ini merupakan murni peristiwa amblesan tanah. 

Dan, ini bukan peristiwa likuifaksi yang banyak dikabarkan karena tidak ada fenomena mencairnya material tanah di lokasi kejadian.

"Berdasarkan hasil analisis gelombang seismik (kegempaan) yang tercatat, diketahui bahwa peristiwa amblesan ini bukan akibat oleh gempa bumi," kata Rahmat Triyono dalam keterangan tertulisnya. 

Ia menjelaskan, catatan kegempaan, tidak menunjukkan adanya mekanisme  penyesaran batuan dan sensor kegempaan yang mencatat hanya satu sensor di lokasi terdekat amblesan tanah sehingga merupakan aktivitas lokal. 

Selain soal dinding penahan yang kurang kuat, Rovicky menuturkan, perubahan muka air tanah akibat musim hujan turut membuat beban tanah menjadi makin kuat. Dia mengatakan, beban air tanah menyebabkan beban bertambah dan mengakibatkan dinding penahan tidak kuat menahan beban tanah tersebut. 

Dalam ilustrasinya, Rovicky menjelaskan, muka air tanah saat musim hujan makin naik pada struktur tanah.

Kondisi ini menyebabkan penambahan beban ke dinding proyek pembangunan tersebut. Dampaknya dinding ambrol dan tanah di atasnya ambles. 

Rovicky mengatakan, kasus jalan ambles itu pernah terjadi sebelumnya, yakni dinding jalan raya di Bandara Soekarno Hatta jebol dan ambles. Kalau kasus di bandara internasional ini, akibat pembangunan di atas jalan yang menambah beban ditambah lagi muka air tanah naik saat musim hujan. 

Senada pakar geoteknik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Indrasurya Budisatri Mochtar mengatakan, sementara kesalahan konstruksi proyek parkir bawah tanah atau basement di sisi kanan jalan atau kontur tanah yang tidak stabil. 

"Kedua-duanya bisa jadi sebab," kata Indra.

Indra yang sudah langsung datang ke lokasi amblesnya tanah Gubeng itu mengatakan, saat ini data proyek masih dikumpulkan untuk memastikan apakah benar terjadi kesalahan konstruksi. 

Tanah ambles bukan soal karena kesalahan konstruksi saja. Rovicky mengatakan dalam kasus Gubeng dinding ambrol juga berkaitan dengan perubahan morfologi tanah. 

Dia mengatakan, alam sejatinya punya kondisi stabil jika tidak diganggu. Namun begitu ada gangguan, entah dari eksternal maupun internal, maka tanah akan mengalami dinamika. 

Proyek pembangunan, menurutnya, merupakan sebuah upaya yang mengganggu kestabilan alam. Misalnya, pembangunan basement RS Siloam tersebut dengan membangun dinding penahan. Untuk itu, dinding harus kuat untuk menahan beban dari samping. 

Dia mengatakan, perubahan morfologi tanah itu bisa terjadi seiring dengan perubahan kondisi alam misalnya musim hujan atau peristiwa alam lainnya. 

Kondisi batuan pada tanah punya dinamika berbeda saat terkena air. Selain itu batuan juga punya kekuatan yang berbeda-beda. Makanya, kata dia, sebelum melakukan pembangunan, pekerja proyek perlu mengetahui kondisi batuan serta morfologi tanah. 

"Ini termasuk dalam membangun jalan, jembatan, gedung, tidak hanya jalan raya saja untuk mengantisipasi perubahan musim atau kondisi alam lain," jelasnya.

Langkah antisipasi

***

Rovicky menuturkan, antisipasi area sekitar perlu dilakukan. Mantan Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu mengatakan, ada kemungkinan rembesan longsoran akibat longsornya dinding penahan yang ambrol tersebut. Bangunan sekitar tanah ambles di Gubeng, menurutnya, perlu dievaluasi dan diamati apabila terdapat perubahan konstruksi, retak, miring atau distorsi bentuk. 

Ke depan supaya tidak terjadi kasus tanah ambles yang menyebabkan lubang raksasa, Rovicky menyarankan, pada area di Gubeng perlu dilakukan penurapan atau pengurangan air tanah terutama di saat musim hujan. 

"Drainase perlu diintensifkan lagi untuk menurunkan muka air tanah sehingga beban dinding berkurang," jelasnya. 

Untuk menormalkan lubang ambles Gubeng, Rovicky mengatakan perlu dilakukan dengan rekayasa teknik sipil. Menurutnya, perlu pembuatan retaining wall yang baru sebelum area ambles tersebut diurug kembali. 

Soal waktu menormalkan lubang ambles iut, Indra menganalisis butuh setidaknya sebulan. Dia berharap pengembalian kondisi jalan raya Gubeng seperti semula, jangan memakan waktu yang lama.