Warisan Kekal NH Dini
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA – "Breaking news. Novelis NH Dini dikabarkan meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Semarang." Berita tanpa nama pengirim itu dengan cepat beredar di group whatsapp, Selasa, 4 Desember 2018. Menjelang maghrib, kabar tersebut terkonfirmasi. Novelis kawakan NH Dini meninggal dunia.
Dunia sastra terhenti sejenak. Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, novelis legendaris nan produktif itu berpulang. Sebuah kecelakaan di jalan tol Gombel, di kota Semarang merenggut nyawanya di usia 82 tahun. Ia mengembuskan nafas sekitar pukul 16.30 di RS Elisabeth, Semarang. Luka di kepala dan kaki membuat NH Dini tak mampu bertahan.
Insiden kecelakaan itu dibenarkan petugas kepolisian. Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Semarang, Ajun Komisaris Besar Polisi Yuswanto Ardi, kecelakaan mobil Avanza yang ditumpangi Dini terjadi pukul 11.15 WIB. Saat itu korban bersama sopir bernama Gilang Septian baru saja pulang usai berobat di Rumah Sakit Elisabeth.
Tiba di ruas jalan tol Kilometer 10 Gombel, mobil NH Dini melaju ke selatan dalam keadaan menanjak. Saat itu ada truk bernomor polisi AD-1536-JU yang mengalami kendala mesin dan mundur. Truk tersebut mundur cepat dan merangsek toyota Avanza yang ditumpangi Dini dan Gilang.
"Ada dugaan sopir truk tidak menguasai medan. Saat melaju jalan menanjak tidak kuat dan mundur mengenai mobil korban NH Dini," kata Yuswanto Ardi saat dikonfirmasi wartawan.
NH Dini dan sopirnya, Gilang Septian, dilarikan ke RS Elisabeth, tempat Dini berobat. Ia sudah tak sadarkan diri sejak tiba di rumah sakit. Beberapa jam setelah mendapatkan perawatan, Dini mengembuskan nafas terakhir.
Pejabat Hubungan Masyarakat RS Elisabeth Probowatie Tjondro Negoro menjelaskan bahwa NH Dini meninggal pukul 16.30 WIB setelah mendapatkan perawatan intensif dokter. "Benar, saya baru mendapatkan informasi meninggalnya NH Dini. Beliau sempat dibawa ke IGD juga ke MRI dan periksa saraf tapi akhirnya meninggal," kata Probowatie, Selasa, 4 Desember 2018.
***
Dini, Suara Perempuan di Dunia Patriarki
Kepergian NH Dini menjadi duka dalam dunia sastra di Indonesia. Penerima penghargaan seumur hidup dari Penyelenggara Ubud Writers dan Readers Festival di Bali tahun 2017 ini memang tak pernah berhenti menulis. Lebih dari 30 novel dan ratusan karya sastra lainnya yang ia torehkan menjadi rekam jejak abadi, bagaimana ia mewarnai ranah tulis menulis negeri ini selama lebih dari tiga dekade.
Sejak usia muda hingga akhir usia Dini terus menelurkan karya. Maret tahun ini, penerbit Media Pressido Yogyakarta menerbitkan novel Dini bertajuk "Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya." Novel itu menjadi karya terakhir Dini, cerita tentang keindahan Ungaran ia sampaikan sebagai kenangan.
Karya NH Dini memiliki ciri khas karena didominasi perempuan sebagai tokoh utama. Perempuan yang berani menabrak tradisi, menceritakan hal-hal yang tabu tentang perselingkuhan, perlawanan, dan seksualitas secara apa adanya.
Dr. Wiyatmi M.Hum, dosen sastra dari Universitas Negeri Yogyakarta menuturkan, di tahun 1970-an, karya-karya NH Dini termasuk berani. Menurut Wiyatmi, Dini bukan penulis perempuan pertama yang menabrak dominasi patriarki melalui tulisannya. Sebab ada Hamidah di tahun 1930-an yang sudah lebih dulu menuliskan isu yang sama.
"Namun NH Dini adalah penulis produktif yang tak henti berkarya, sementara penulis perempuan lain hanya satu dua karya dan setelah itu menghilang. Sedangkan NH Dini terus mengeluarkan karya-karyanya," ujar Wiyatmi kepada VIVA, Rabu, 5 Desember 2018.
Dini, ujar Wiyatmi, adalah penulis dengan genre autobiografi. "Kebanyakan isi tulisannya adalah bercerita tentang diri sendiri. Ia menggambarkan subyektivitas perempuan dalam kondisi yang relevan. Ia bercerita bagaimana relasi perempuan dengan laki-laki, dengan suami, dengan pria asing, tentang seksualitas. Untuk kultur patriarki, apa yang disampaikan Dini tergolong berani," ujarnya menambahkan.
Sejak tahun 1970-an Dini konsisten dengan sikapnya. Novel NH Dini yang terkenal, "Pada Sebuah Kapal," menggambarkan bagaimana pemberontakan seorang perempuan yang sering diabaikan oleh suaminya. Pemberontakan dalam diam, pemberontakan melalui gemulai tarian, dan pemberontakan yang memunculkan keberanian untuk melawan.
Banyak cerita lain tentang perlawanan perempuan dan keinginan untuk mendobrak kultur patriarki yang dominan di berbagai novel yang ia tulis. Bukan hanya tentang negeri ini, tapi juga tentang negara-negara yang pernah ia singgahi, Jepang, Prancis, dan Belanda adalah negara yang kerap menjadi latar belakang kisah dalam novel-novelnya.
Ketua Lesbumi Nahdhatul Ulama Jawa Tengah, Lukni Maulana menyampaikan karya NH Dini bukanlah penciptaan simbolis. Namun sebuah cara untuk berhubungan dengan alam dan seisinya. Lukni juga mengakui Dini adalah seorang penulis yang mampu bercerita dengan detail dan tangguh.
Menurut Lukni, semua tentang Dini sangat tergambar dalam novel terakhirnya. Dalam novel autobiografi itu, Lukni menilai Dini sebagai seniman perempuan yang memiliki kepekaan tajam dalam menguraikan apa yang terjadi di sekitar lingkungannya.
"Untaian wawasan estetika dalam karyanya mengatakan bahwa penciptaan karya bukan semata-mata bersifat simbolis, akan tetapi suatu cara berhubungan dengan alam seisinya hingga puncak transendental yakni berhubungan dengan sang Illahi," tutur pria yang rutin menulis sajak itu.
Berpulangnya Dini, menurut seniman NU itu menjadi duka mendalam, khususnya bagi dunia kesusastraan nasional. Ia berharap semangat pantang menyerah Dini dalam menjalani kehidupan bisa menjadi teladan bagi generasi muda.
"Dunia pun mengakuinya ketokohannya sebagai sastrawan wanita yang memiliki kemampuan bercerita yang detail dan tangguh," tutur dia.
***
Pribadi Santun yang Tangguh
NH Dini, yang lahir pada 29 Februari 1939, itu telah menutup usia. Ia tinggalkan dunia dengan karya tertulis yang abadi. Kepergian NH Dini membawa duka mendalam bagi penghuni Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah.
Sosok Dini dikenal sebagai pribadi yang santun, tapi tangguh. Teman-teman Dini di wisma tersebut juga mengenang Dini sebagai teman yang murah hati. Setiap kali bepergian ke luar negeri, maka Dini akan kembali dengan oleh-oleh untuk penghuni panti.
Salah seorang penghuni panti yang juga sahabat Dini, Anna mengingat Dini sebagai seseorang yang tak ingin merepotkan orang lain. Dini adalah seorang yang mandiri. Bahkan di usia 82 tahun, Dini memilih hidup jauh dari keluarga dan menghabiskan sisa hidupnya di panti lansia bersama dengan kaum wreda.
Bagi Anna, Dini adalah sosok yang unik. Salah satu keunikan Dini adalah selalu merayakan ulang tahunnya setiap empat tahun. Dini memang lahir pada 29 Februari, tahun kabisat. Ia lahir di kampung Sekayu, Semarang. Sebuah kampung yang juga menjadi salah satu judul novelnya.
Ketua Dewan Kesenian Semarang, Hendri TM mengenang Dini sebagai seniman legendaris. "Ia adalah perempuan yang terus memberi warna dalam dunia kesusasteraan," ujarnya. Bagi Hendri, Dini adalah inspirator bagi sastrawan untuk terus berkarya.
Dini meraih penghargaan Bakrie Awards pada 2011. Wakil Ketua Dewan Juri Bakrie Award 2011 Ulil Abshar Abdala, menilai Dini telah memperkuat realisme, merintis ideologi antipatriarki, dan mendalami novel otobiografis sepanjang kariernya. “Dini memperlihatkan, perempuan bisa tampil wajar dengan dirinya sendiri,” ujarnya.
Dini adalah seniman lintas zaman yang tak lekang oleh waktu. Seluruh karya Dini terukir di keabadian. Buah pemikiran Dini untuk menyadarkan perempuan untuk berani bersikap dan mengambil keputusan untuk diri sendiri, seperti yang ia sampaikan dalam berbagai novelnya, sudah tersampaikan dan menginspirasi perempuan Indonesia sejak puluhan tahun lalu.
NH Dini telah tiada. Jenazahnya akan dikremasi di krematorium Ambarawa. Sesuai wasiat Almarhum kepada keluarga, abu jenazahnya akan dilarung ke laut.
Mungkin, laut menjadi simbol untuk Dini, sebagai sebuah tempat luas yang terus hidup dan mengabadikan abunya. Seperti hidupnya tulisan yang ia wariskan, seperti kenangan yang dengan kuat ia rekam. (ren)