'Renovasi' Vagina, Kebutuhan atau Tren Semata?

Ilustrasi wanita.
Sumber :
  • Pexels/Adrianna Calvo

VIVA – Terlihat awet muda, jauh dari usia sebenarnya menjadi impian banyak manusia, terutama kaum Hawa. Dan rejuvenation treatment alias perawatan peremajaan menjadi salah satu yang paling banyak dicari untuk membuat tampilan visual lebih menawan.

Tapi kini treatment ini tak cuma terbatas pada wajah dan kulit. Beranjaknya tahun, perubahan zaman dan berkembangnya teknologi membuat rejuvenation treatment pun berekspansi ke perawatan bagian organ intim wanita (vaginal rejuvenation).

Sebelum datang ke Indonesia, peremajaan vagina sudah lebih dahulu populer di dunia Barat. Prosedur ini dilihat sebagai solusi terhadap sejumlah masalah pada miss V, sehingga banyak yang kepincut.

Di Indonesia, meski prosedur ini belum begitu akrab di telinga, namun beberapa aktris Tanah Air sudah mencoba dan mengakuinya di ruang publik. Sebut saja aktris kontroversial Nikita Mirzani yang melakukan operasi vagina (vaginoplasty) pada Mei 2018 lalu.

Sementara Tessa Kaunang melakukan perawatan vagina pada Oktober 2018. Alasan ibu dua anak itu rela mengeluarkan duit hingga Rp7 juta untuk sekali perawatan laser vagina adalah demi kesehatan bagian organ intimnya dan suami masa depannya.

"Bisa dibilang untuk persiapan cari jodoh juga. Katanya kalau miss V-nya sehat, pasangan otomatis juga senang," ujar janda Sandy Tumiwa ini.

Sayangnya, banyak wanita melakukan prosedur ini karena cuma ikut-ikutan selebriti. Hal itu seperti yang diakui CEO Bamed Healthcare Group, dr. Yassin Yanuar Mohammad SpOG (K) M.sc.

"Karena banyak artis melakukannya terus mereka pengen, padahal begitu kita periksa tidak perlu. Jadi kita bangkitkan percaya dirinya. Walaupun mungkin butuh nanti 2-3 tahun lagi, tapi kalau sekarang memang belum butuh, kita tidak akan rekomendasikan," katanya di Jakarta, belum lama ini.

Apa itu peremajaan vagina?

***

Soal peremajaan vagina, ahli kebidanan dan kandungan dr Ni Komang Yeni Dhanasari, SpOG menjelaskan, peremajaan vagina merupakan prosedur perawatan yang dilakukan di area kewanitaan, meliputi vagina, baik itu pada rongga vagina, dinding vagina, seluruh otot dan mukosa di vagina serta dasar panggul yang mengalami perubahan bentuk dan fungsi akibat proses kehamilan, melahirkan, perubahan hormon maupun menopause.

"Walaupun disebut dengan peremajaan vagina, sebenarnya prosedur ini tidak hanya untuk area internal vagina saja, melainkan juga area eksternal meliputi area labia mayor, minor, dan klitoris," tuturnya.

Sebutan lain dari peremajaan vagina adalah female genital plastic surgery, female genital rejuvenation, female genital cosmetic surgery, vulvovaginal plastic surgery dan designer vagina surgery. Sementara bidang ilmu yang mempelajarinya disebut dengan Aesthetic Gynecology atau Cosmetic Gynecology.

Prosedur 'renovasi' miss V ini, menurut dia, tak cuma sekadar tren tapi juga kebutuhan bagi kaum Hawa. Wanita perlu melakukannya karena bisa memberikan kepercayaan diri yang hilang akibat banyak hal yang terjadi di area vagina, sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas hidup mereka.

Prosedur ini tepat dilakukan jika wanita mengalami kelonggaran dan berkurangnya elastisitas pada vagina akibat perubahan hormon, kehamilan dan persalinan. Selain itu, vagina kering sehingga menyebabkan nyeri pada saat berhubungan seksual atau menyebabkan kepuasan seksual berkurang, tidak bisa menahan air kecil ketika tertawa, kelainan bawaan yang dianggap memerlukan koreksi atau penampilan area kewanitaan yang mulai mengganggu baik fungsi maupun estetikanya. Kasus yang paling sering dikeluhkan pasien adalah berubahnya anatomi area kewanitaan dan hilangnya sensasi sensual sebelum maupun sesudah melahirkan.

"Tidak ada batasan usia untuk peremajaan vagina. Selama ada indikasi dan tidak ada kontra indikasi, siapa saja boleh melakukan. Semua prosedur dilakukan tidak saat hamil dan biasanya tiga bulan pascamelahirkan serta boleh dilakukan pada ibu menyusui," tutur wanita yang biasa disapa dr. Yeni itu.

Sementara Yassin menjelaskan, sebelum menjalani prosedur ini akan lebih dahulu dilakukan seleksi dan konseling serta diagnosis oleh dokter ahlinya demi mengetahui pasien tersebut benar membutuhkan prosedur ini atau tidak. Jika hasilnya dibutuhkan maka bisa dilakukan dengan cara non-invasif, semi-invasif hingga invasif (operasi). Namun, prosedur ini tidak bisa dilakukan saat wanita hamil dan saat masa sindrom pramenstruasi (PMS) karena tubuh menjadi lebih sensitif, sehingga kurang nyaman.

Adapun peremajaan vagina yang dilakukan dengan non-invasif, yakni CO2 Fractional Laser yang dapat meningkatkan fungsionalitas seluruh area vagina, menormalkan aliran darah, meningkatkan lubrikasi, meningkatkan sistem imun dan mengembalikan kekuatan serta elastisitas dinding vagina. Ada juga Labia Bleaching yang bertujuan mencerahkan area sekitar vagina yang umumnya disebabkan oleh penuaan dan melahirkan.

Sementara semi-invasif, terdiri atas Labia Mayora Augmentation dengan tujuan menambah volume pada bagian bibir vagina labia luar, yang dapat dilakukan dengan Platelet Rich Plasma (PRP) atau filler, sehingga tampilan vagina lebih berisi dan kencang. Selain itu, G-spot Injection untuk meningkatkan orgasme dan membantu wanita yang tidak dapat menikmati hubungan seks akibat kehilangan titik sensitifnya.

Adapun cara invasif yang ditawarkan di kliniknya, Bamed Women's Clinic, yakni Hymenoplasty untuk memperbaiki selaput dara yang telah robek dengan menjahitnya kembali menjadi utuh, Vaginoplasty untuk mengencangkan vagina, mengembalikan tampilan asli vagina dan merekonstruksi bentuk vagina. Selain itu, Labia Minoraplasty yang bertujuan memperbaharui struktur anatomi labia minora yang sebelumnya berlebihan atau tidak simetris, Labia Mayoraplasty untuk memperbaharui bibir vagina labia luar yang mulai kendur karena proses melahirkan atau penuaan dan Clitoral Hood Reduction untuk mengubah bentuk klitoris yang terlalu besar agar lebih tertutup atau kecil.

Dari sejumlah treatment yang ditawarkan untuk peremajaan vagina tersebut, menurut dia, vaginoplasty paling banyak dilakukan wanita karena untuk mengatasi masalah vagina longgar atau merapikan bekas melahirkan yang secara kosmetik dan estetik tidak baik. "Jadi pure kebutuhan murni, jadi mayority vaginoplasty masih nomor satu," ujarnya.

Adapun untuk mendapatkan hasil yang baik perlu melakukan setidaknya tiga kali laser. Dan biaya paket laser vagina untuk tiga kali di kliniknya sekitar Rp15 juta.

Amankah peremajaan vagina?

***

Kendati mulai banyak wanita melakukan peremajaan vagina, namun tak sedikit yang mempertanyakan keamanan prosedur ini. Bahkan Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat belum lama ini mengeluarkan peringatan soal prosedur peremajaan vagina dengan alat berbasis energi.

FDA juga belum bisa memastikan bahwa perangkat berbasis energi untuk peremajaan vagina itu aman digunakan. Sebenarnya FDA pernah memberi lisensi perangkat atau alat berbasis energi ginekologi atau terkait reproduksi wanita untuk mengobati kerusakan abnormal pada jaringan vagina atau prakanker serviks hingga membuang kutil pada organ intim, namun alat tersebut tidak digunakan untuk perawatan peremajaan vagina.

FDA khawatir prosedur peremajaan vagina menggunakan alat berbasis energi memiliki risiko serius lantaran belum didukung dengan bukti yang kuat untuk tujuan tersebut. "Menggunakan alat tersebut untuk mengobati gejala yang berhubungan dengan menopause, inkontinensia urine atau fungsi seksual dapat menyebabkan efek samping yang serius," bunyi keterangan FDA, seperti dilansir dari Medical News Today.

Adapun beberapa efek samping yang bisa ditimbulkan, seperti luka bakar pada vagina, jaringan parut, nyeri saat berhubungan seksual dan nyeri yang berulang. Karena itu, FDA menyayangkan adanya beberapa perusahaan yang menjual dan klinik yang menggunakan perangkat peremajaan vagina yang belum mendapat persetujuan resmi dan mengklaim aman untuk mengatasi longgarnya dan kerusakan jaringan vagina, serta menurunnya sensasi saat berhubungan seks.  

Komisaris FDA Dr. Scott Gottlieb menjelaskan bahwa alat tersebut belum terbukti efektif dan justru berpotensi menyebabkan kerusakan fisiologis lebih lanjut. Karena itu, FDA belum menyetujui perangkat berbasis energi untuk peremajaan vagina.

Soal itu, Yassin mengatakan bahwa secara publikasi bukti itu ada. "Dan balik lagi kita mengenali pasien datang jelas maunya apa, kita enggak bicara tren tapi bahwa ada sejumlah kondisi medis dan kita punya kepedulian itu, semua standar medis tidak boleh dilewatkan," katanya.

Soal prosedur peremajaan vagina yang berisiko, Yassin mengatakan bahwa semua tindakan medis memiliki risiko dan efek samping. Peremajaan vagina pun memiliki risiko, seperti perdarahan atau kemungkinan infeksi. Namun untuk menghindari dan meminimalisir hal tersebut harus dilakukan secara holistik.

Di samping itu, pengerjaan harus ditangani oleh dokter yang berkompeten dan bersertifikasi di bidangnya. Selain itu, alat yang digunakan pun harus yang sudah memiliki standardisasi.

"Jadi harus sangat hati-hati, siapa yang melakukan, alat yang digunakan. Sangat jarang jika baru sekali ketemu langsung treatment. Pasien konsultasi dulu, baru kemudian selanjutnya dilakukan treatment," ujar Yassin. (hd)