Misteri Kematian Khashoggi

Wartawan Jamal Khashoggi
Sumber :
  • Aljazeera

VIVA – Kasus menghilangnya penulis kolom bulanan di The Washington Post, Jamal Khashoggi hingga kini belum menemui titik terang. Pria berusia 59 tahun tersebut masuk ke konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki pada 2 Oktober 2018, namun tidak pernah terlihat keluar dari gedung tersebut.

Badan intelijen Amerika Serikat, CIA dan pihak Turki meyakini, Khashoggi sengaja dilenyapkan oleh pemerintah Arab Saudi, karena almarhum kerap mengkritik Putra Mahkota Mohammed bin Salman serta ayahnya yang juga Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz.

Salah satu dasar alasan CIA adalah rekaman percakapan antara Khashoggi dan kakak Mohammed, Pangeran Khaled bin Salman yang bertugas sebagai duta besar Saudi untuk AS.

Pangeran Khaled diduga menghubungi Khashoggi atas perintah putra mahkota, dan meyakinkan sang jurnalis bahwa aman baginya untuk mendatangi konsulat. Namun, Pangeran Khaled mengatakan dia sudah tidak berkomunikasi dengan Khashoggi nyaris selama satu tahun.

Pihak Arab Saudi awalnya mengatakan, Khashoggi terpantau meninggalkan konsulat tak lama sesudah kedatangannya. Tapi, pada 20 Oktober 2018, televisi pemerintah Saudi memberitakan bahwa Khashoggi meninggal dunia "dalam perkelahian di dalam konsulat".

Versi jawaban diubah lagi dan kali ini dikatakan bahwa ia meninggal dunia dalam "operasi liar" dan menegaskan siapa pun yang "bertanggung jawab akan dihukum.”

Tepat sebulan setelah pembunuhan, penasihat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Yasin Aktay, mengatakan, penghancuran jenazah dengan larutan kimia adalah satu-satunya penjelasan yang logis, mengapa jenazah Khashoggi tidak ditemukan.

"Berdasarkan informasi terbaru yang kami terima, mengapa jenazahnya dimutilasi adalah agar lebih mudah hancur saat dimasukkan ke larutan kimia," kata Aktay dalam wawancara dengan surat kabar Turki, Hurriyet.

Seorang pejabat AS yang dekat dengan CIA menyebut, kendati tidak terdapat bukti yang mengarahkan pembunuhan itu secara langsung terkait dengan sang pangeran, CIA mengatakan bahwa operasi tersebut membutuhkan persetujuan putra mahkota.

Pada Sabtu 17 November 2018, Wakil Presidan AS, Mike Pence bersumpah akan membuat pembunuh Khashoggi bertanggung jawab. Berbicara di sela konferensi tingkat tinggi APEC di Papua Nugini, Pence mengatakan, AS akan "berusaha dengan sekuat tenaga mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut".

Sementara itu, jaksa penuntut Arab Saudi mengatakan, seorang perwira intelijen senior memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi, bukan Pangeran Mohammed.

Jaksa mengenakan dakwaan terhadap 11 orang terkait pembunuhan itu dan lima di antaranya dituntut hukuman mati. Kasus pembunuhan ini telah diajukan ke pengadilan, dan penyelidikan terkait 10 orang lainnya masih berlanjut.

***

Hendak menikah

Khashoggi pertama kali mendatangi konsulat Saudi di Istanbul pada 28 September 2018, untuk mendapatkan dokumen bahwa ia telah menceraikan istrinya. Dengan begitu, ia bisa menikah dengan tunangannya, seorang warga Turki bernama Hatice Cengiz.

Kepada beberapa rekan, Khashoggi mengatakan dirinya "diterima dengan hangat saat melakukan kunjungan pertama" dan meyakinkan mereka bahwa dirinya tidak akan menghadapi masalah serius.

Meski demikian, ia menyerahkan dua telepon genggamnya ke Cengiz, dan meminta untuk menelepon seorang penasihat Presiden Erdogan jika ia tidak keluar. Cengiz menunggu lebih dari 10 jam di luar konsulat dan kembali pada pagi harinya, tapi Khashoggi tidak pernah muncul lagi.

Dilansir dari Hurriyetdailynews, Selasa 20 November 2018, rekaman kegaduhan di konsulat disebarkan oleh sebuah media online Turki. Dalam rekaman tersebut, diketahui Khashoggi langsung ditangkap saat masuk ke dalam konsulat.

“Lepaskan tangan saya. Apa yang kalian lakukan?” teriak Khashoggi dalam rekaman tersebut.

Penangkap jurnalis senior itu disebut-sebut adalah tim A konsulat yang berjaga di bagian pengurusan visa. Terdengar juga suara perkelahian, Khashoggi dipukuli dan kemudian disiksa. Salah satu pelaku penganiayaan disebut bernama Maher Abdulaziz Mutreb, salah satu orang yang selalu bepergian dengan Mohammed.

Presiden AS, Donald Trump mengaku telah mendapat briefing penuh sehubungan dengan rekaman suara pembunuhan Khashoggi. Tetapi, ia tidak mau mendengarkan rekaman itu.

"Kami mempunyai rekamannya. Rekaman itu berisi penderitaan, mengerikan. Saya tahu persis semua yang terjadi dalam rekaman itu tanpa mendengarkannya. Sangat bengis, keji dan mengerikan," kata Trump belum lama ini.

Namun, menurut Presiden Trump, laporan-laporan tersebut terlalu dini, dan mungkin saja tidak akan pernah diketahui secara pasti apakah putra mahkota terlibat. Ditambahkannya, ia tidak ingin kehilangan sekutu baik. Trump berkali-kali menekankan pentingnya hubungan antara AS dan Arab Saudi.

Dilansir dari Vox, Selasa 20 November 2018, saat diwawancara oleh Fox News, Trump bahkan memberi kesan bahwa ia lebih percaya kepada Pangeran Mohammed ketimbang badan intelijen negaranya.

“Dia (Mohammed) mengatakan pada saya bahwa ia tidak terlibat. Saya tidak tahu (apakah itu benar), tapi satu yang saya tahu, banyak yang bilang dia tidak terlibat,” tutur Trump.

Saat berbicara di sidang tahunan, Raja Salman memberi dukungan pada putranya yang tengah digunjingkan banyak warga dunia. Tapi, raja berusia 82 tahun itu tidak secara langsung menyinggung soal pembunuhan Khashoggi.

"Kami memastikan bahwa negara ini tidak akan pernah menyimpang dari penerapan hukum Tuhan tanpa diskriminasi," kata Raja, dilansir dari Koreanherald.

Meski kasus kematian Khashoggi tidak membuat hubungan AS dan Arab Saudi memanas, tidak sebaliknya bagi keluarga kerajaan. Belasan pangeran dari Keluarga Al Saud meragukan kepemimpinan Mohammed saat ia dinobatkan sebagai raja.

Dilansir dari CNBC, Selasa 20 November 2018, seseorang yang dekat dengan keluarga kerajaan mengatakan, banyak anggota kerajaan yang tidak rela Mohammed naik takhta. Namun, mereka tidak berani melakukan apa-apa selama Raja Salman masih hidup.

Yang bisa mereka lakukan hanyalah mencari alternatif selain Mohammed. Dan sejauh ini, adik Raja Salman, Pangeran Ahmed bin Abdulaziz dianggap sebagai kandidat yang ideal. Tahun lalu, ia menjadi satu dari tiga orang yang tidak setuju Mohammed ditunjuk menjadi putra mahkota.