Drama Kebohongan Ratna Sarumpaet
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
VIVA – Begitu kuatnya cerita bohong Ratna Sarumpaet bahwa ia dipukuli. Hingga kekuatan dustanya sempat membuat publik teralih dari nestapa korban gempa di Palu dan Donggala.
Rabu, 3 Oktober 2018, mungkin menjadi hari paling buruk di negeri ini, yang membuktikan bagaimana sebuah kebohongan bekerja cepat dan mampu membuat publik kehilangan akal sehat.
Kisah pemukulan Ratna Sarumpaet yang belakangan terbukti bohong selama satu hari penuh sudah sempat membuat media sosial dan jagad politik 'panas.' Untunglah situasi tak berlangsung lama. Drama berakhir dengan pengakuan Ratna dan permintaan maaf.
Di hadapan puluhan jurnalis dan pewarta foto, Ratna Sarumpaet duduk memegang mikrofon. Sambil terbata-bata ia mengakui, tak ada peristiwa penganiayaan yang ia alami. Air bening mengalir dari dua sudut matanya. Suaranya mulai terisak, tapi Ratna terus bicara.
Ratna lalu bercerita, ia memang datang ke Rumah Sakit Khusus Bina Estetika untuk melakukan operasi sedot lemak di kedua pipinya. Tapi betapa kagetnya Ratna setelah selesai operasi mendapati wajahnya bengkak dan lebam. Ia bertanya kepada dokter, tapi dokter juga mengaku kaget. "Saat pulang, saya butuh alasan pada anak saya di rumah, kenapa muka saya lebam. Saya memang ditanya dan saya bilang saya dipukul orang. Namanya juga anak, lihat muka ibunya lebam-lebam," ungkapnya. Bingung menghadapi wajahnya dan pertanyaan anaknya, Ratna menjawab "digebukin."
Anak Ratna yang bingung dengan jawaban sang ibu, beberapa kali mengulang pertanyaan, dan Ratna tetap konsisten dengan jawaban, "digebukin."
Saat konpers itu Ratna mengatakan, itu adalah jawaban untuk keluarga. Ratna tak menyangka, jawaban pendek itu akhirnya terus berkembang hingga sepekan berikutnya. Ia mengaku tak pernah membayangkan akan terjebak dalam kebodohan itu.
"Saya enggak pernah bayangkan akan terjebak dalam kebodohan ini. Selama seminggu cerita itu hanya berputar di keluarga saya dan hanya untuk kepentingan saya berhadapan dengan anak-anak saya. Ini tidak ada hubungan dengan politik. Saya panik cerita berkembang," ujarnya menambahkan.
"Lalu saya tak tahu, bagaimana ceritanya foto saya dengan wajah lebam dan bengap itu bisa tersebar luas," katanya. Tak hanya foto yang tersebar luas, kisah Ratna digebukin juga ikut tersebar. Secepat kilat, kasus ini segera meliar dan menjadi konsumsi publik. Sebagian besar publik percaya bahwa Ratna mengalami penculikan dan kekerasan fisik, dan saat ini sedang trauma berat.
"Itu yang terjadi. Itulah yang terjadi, jadi tidak ada penganiayaan itu hanya cerita khayalan yang diberikan setan mana ke saya dan berkembang," kata Ratna. Ia terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan pernyataannya bahwa tak ada penganiayaan yang ia alami.
Hoax Bergulir Seharian
Kisah Ratna, yang kabarnya diculik dan dianiaya meruak sejak Selasa pagi, 2 Oktober, hingga malam hari. Salah seorang penyebar foto wajah sembab dan lebam Ratna di Facebook adalah Aminudin Atbar. Pria yang juga Ketua Presidium 212 dan Gerakan Nasional Cinta NKRI atau Genari itu mengunggah foto Ratna dengan wajah lebam dan terlihat babak belur pada Selasa pagi, sekitar pukul 10.07 WIB. Aminudin Atbar menggunggah foto tersebut dengan kalimat, "Kepada para penegak hukum yang terhormat, tolong usut tuntas dugaan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang pengecut untuk mengusut dugaan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang pengecut. Kanda Ratna Sarumpaet diduga diculik dan dianiaya oleh orang tak dikenal. Sungguh kami sangat prihatin. Kok sama aktivis perempuan kasar banget ua."
Saat dikonfirmasi VIVA melalui telepon, Amin membenarkan kabar penganiayaan terhadap Ratna tersebut. Ia juga menyatakan kegeramannya. Ia mengatakan, Ratna dipukuli dan kejadiannya di Bandung. Amin mengaku tak tahu siapa yang melakukan aksi keji tersebut, tetapi dia mengutip cerita dari sopir Ratna bahwa ada sejumlah orang yang menyerang saat aktivis perempuan itu berada di dalam mobil. "Saya dan kawan-kawan di gerakan ini meminta, agar polisi mengusut tuntas kasus ini. Negara ini harus siap berdemokrasi. Siapa pun tidak boleh melakukan kekerasan pada aktivis, siapapun tidak boleh melakukan kekerasan terhadap perempuan," ujarnya, Selasa, 2 Oktober 2018.
Tak hanya wartawan yang tertipu, tapi juga banyak tokoh politik. Mulai dari Rachel Maryam, Hanum Rais, Fadli Zon, Sandiaga Uno, hingga Amien Rais dan Prabowo Subianto. Kedua tokoh terakhir bahkan sempat mendatangi Ratna, berbincang, hingga menggelar jumpa pers untuk mengutuk kejadian yang menimpa Ratna dan meminta pemerintah mengusut tuntas dan menangkap pelaku pemukulan dan pengeroyokan.
Drama mengutuk keras, dibumbui tuduhan bahwa apa yang terjadi pada Ratna adalah karena perbedaan pandangan politik, berlangsung seharian. Cuitan, pernyataan ke media oleh tokoh-tokoh politik yang mengutuk 'aksi biadab' berlangsung sejak siang hingga malam hari. Puncaknya adalah pernyataan sikap yang disampaikan oleh Prabowo Subianto yang didampingi Amien Rais. Jagad media sosial dan media online seolah berkejaran memberitakan. Sebagian besar pendukung Prabowo sudah langsung mengarahkan tuduhan mereka, apa yang terjadi pada Ratna adalah aksi kubu sebelah, yaitu kubu petahana.
Tapi di luar hiruk pikuk itu, ternyata Ratna tak tenang. Diam diam sudut hatinya mengakui, apa yang sudah ia lakukan adalah salah besar. Apalagi polisi bergerak cepat dan mengumpulkan semua bukti, juga menelusuri kronologis cerita yang beredar. Mulai dari lokasi kasus pemukulan yang disebut di sekitar bandara Husein Sastranagara, Bandung. Informasi acara internasional yang katanya dihadiri Ratna, hingga menelusuri 23 rumah sakit di Bandung. Tapi semua nihil. Polisi malah mendapat bukti lain yang sangat berbeda dan menemukan sejumlah kejanggalan.
Ratna, yang kabarnya mengalami aksi kekerasan pada tanggal 21 September 2018, justru diketahui oleh polisi berada di sebuah Rumah Sakit Khusus Bedah untuk melakukan operasi plastik di tanggal tersebut.
Sebuah laporan yang berlabel Polda Metro Jaya lalu beredar di kalangan wartawan, lengkap dengan bukti transfer, rekaman cctv, berapa lama Ratna dirawat, ruang tempat Ratna dirawat, hingga pulang diantar taksi Blue Bird.
Kejanggalan wajah Ratna juga dibahas oleh Tompi, seorang penyanyi yang juga dokter bedah. Melalui akun Twitternya Tompi sudah menyampaikan dugaan bahwa bengkak wajah Ratna lebih mirip bengkak setelah operasi ketimbang bengkak karena dipukuli.
Pencipta Hoax Terbaik
Saat jumpa pers, Ratna juga mengakui, saat ini ia adalah pencipta hoax terbaik. "Saya juga meminta maaf kepada semua pihak yang selama ini mungkin dengan suara keras saya kritik dan kali ini berbalik ke saya, kali ini saya pencipta hoax terbaik, menghebohkan semua negeri," katanya. Ia secara khusus meminta maaf kepada Prabowo Subianto yang telah melakukan konferensi pers dan memberi perhatian khusus pada kasus 'kekerasan' yang ia alami.
Kasus Ratna menjadi tamparan keras bagaimana berita bohong atau hoax bisa begitu kuat diterima sebagai sebuah kebenaran. Bukan hanya rakyat awam, namun hingga level calon presiden yang sudah malang melintang di duni politik, sekelas Prabowo Subianto dan Amien Rais juga ikut percaya dan termakan. Lebih parah lagi, karena para tokoh tersebut, tanpa melakukan klarifikasi resmi sudah ikut menyebarkan kebohongan yang dilakukan Ratna.
Meski Ratna sudah mengakui kebohongannya dan meminta maaf, kasus ini belum tentu selesai dengan mudah. Polisi mengatakan menerima pengaduan dari masyarakat yang tak terima terjadinya kebohongan dan pembodohan publik. Salah satu pelapor adalah sekelompok orang yang menyebut diri mereka, Cyber Indonesia. Rabu, 3 Oktober 2018, polisi resmi menerima laporan mereka atas penyebaran berita bohong atau hoax soal dugaan penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet. Salah satu arang bukti yang disertai adalah pernyataan calon Presiden Prabowo Sunianto. Laporan ini diterima Polda Metro dengan nomor LP/5315/X/2018/PMJ/Dit. Reskrimsus.
"Yang pasti bahwa hari ini kami laporkan beberapa akun medsos itu, di antaranya sejumlah tokoh terkait pernyataan Prabowo di media kemarin malam. Itu kami jadikan barbuk (barang bukti) dan media online juga kami jadikan barbuk, Sandi juga sama," kata Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid di Mapolda Metro Jaya, Rabu 3 Oktober 2018.
Mereka yang jadi terlapor adalah Ratna Sarumpaet, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Koordinator Juru Bicara Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak, politikus Partai Gerindra Rachel Maryam dan Habiburokhman, serta Elite Demokrat Ferdinand Hutahean. Selain itu, pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno juga dilaporkan.
Dengan adanya kasus ini, dia meminta pihak calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto untuk hati-hati dalam memberikan pernyataan ke masyarakat. Hal itu tentu bisa membuat gaduh situasi politik, apalagi saat ini masa kampanye Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif 2019.
Kasus ini juga dinilai menjatuhkan Prabowo. Ketua tim pemenangan kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menilai buntut hoax penganiayaan Ratna ini berdampak buruk bagi Prabowo-Sandiaga Uno. “Apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet itu bunuh diri politik. Termasuk Sandiaga Uno dan Amien Rais,” ujar Dedi di Bandung, Jawa Barat, Rabu, 3 Oktober 2018.
Dedi menambahkan, capres Prabowo juga dipastikan mendapat efek domino karena merespons berita hoax tersebut. Seharusnya, sebagai capres, Prabowo bisa lebih bijak dalam bersikap.
Satu per satu para tokoh yang sempat ikut percaya akhirnya meminta maaf, mereka mengaku terluka dan kecewa dengan apa yang dilakukan Ratna. Mulai dari Rachel Maryam, Hanum Rais, hingga Rizal Ramli dan Fahira Idris menyampaikan permohonaan maaf dan kekecewaan mereka. Bahkan Prabowo Subianto juga menyampaikan permintaan maafnya karena termakan hoax.
Kasus Ratna menjadi contoh besar yang memalukan. Bagaimana mudahnya publik termakan berita bohong dan hasutan untuk mengarahkan tudingan pada lawan politik. Ratna dan semua tokoh yang terlanjur termakan berita bohong memang sudah meminta maaf dan mengakui kebodohan mereka yang langsung percaya tanpa melakukan cek dan ricek. Tapi kasus ini menjadi catatan kelam, kehidupan sosial sudah terlanjur terguncang hanya karena sebuah cerita bohong yang beredar. Semoga setelah ini tak ada lagi kasus berita bohong, apalagi melibatkan publik figur yang berdampak luas ke publik. (hd)