Gaji Buta PNS Koruptor

Ilustrasi PNS.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Badan Kepegawaian Negara atau BKN mengemukakan data yang mengejutkan. Sebanyak 2. 357 Pegawai Negeri Sipil di seluruh Indonesia tercatat sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap, namun namanya masih aktif di Pemerintahan.

PNS DKI Jakarta ikut terseret. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan angkat suara mengenai hal ini.

Pemprov DKI, kata Anies sudah menyiapkan sejumlah sanksi untuk para PNS yang bermain dalam uang haram tersebut. Menurutnya, tindakan tegas diterapkan bagi PNS yang sudah memiliki putusan yang inkrah.

Mantan Rektor Universitas Paramadina ini menambahkan, apabila ada yang sudah menjadi terpidana kasus korupsi, namun masih aktif di Pemprov DKI Jakarta, maka akan didata ulang.

"Bila ada yang bermasalah, tetapi di sisi lain ada daftar-daftar yang muncul yang ternyata sudah bukan lagi berada di Pemprov, kami meluruskan saja," ujar Anies di kantornya hari ini.

Anies menegaskan, tindakan dan sanksi tegas itu tak akan dilakukan sesuai dengan keputusan gubernur, tapi sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.

"Sesuai ketentuan saja dan bukan selera gubernur ya, saya akan rujuk pada semua ketentuan yang ada," ucap Anies.

Diketahui, dari 2.357 PNS, 1.917 di antaranya merupakan PNS yang bekerja di pemerintah kabupaten/kota, 342 PNS di pemerintah provinsi, dan sisanya 98 PNS di kementerian/lembaga di wilayah pusat.

Jakarta menduduki posisi pertama dengan jumlah 52 PNS yang terlibat korupsi, selanjutnya Sumatera Utara, menempati peringkat kedua untuk pemerintah provinsi terbanyak yang mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkrah, yaitu 33 orang. Lampung berada di urutan ketiga dengan jumlah 26 PNS.

Adapun untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota, Sumatera Utara menempati peringkat teratas dalam mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkrah. Pemerintah Kota Sumatera Utara, mempekerjakan 265 PNS berstatus inkrah kasus korupsi.

Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Riau, menempati peringkat kedua terbanyak yang mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkrah, yaitu 180 orang.

Sedangkan pemerintah provinsi yang paling sedikit mempekerjakan PNS berstatus terpidana korupsi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Keempat provinsi tersebut, sama sekali tidak mempekerjakan PNS koruptor. Adapun pemerintah kabupaten/kota yang paling sedikit mempekerjakan PNS koruptor adalah Bangka Belitung, disusul DIY, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya, masih terima gaji>>>

***

Masih terima gaji

Khusus di DKI Jakarta, ada beberapa PNS yang terlibat korupsi ternyata masih digaji, lho. Hal ini diungkapkan Pelakasana tugas Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Budhihastuti.

Menurut Budhihastuti, para PNS yang belum berkekuatan hukum tetap itu digaji 50 persen.

"Tapi kalau masih banding-banding, masih di tingkat pertama, maka begitu mereka berproses, maka mereka diberhentikan. Sementara, dengan gaji 50 persen dari gaji pokok. Itu jumlahnya 21 orang," ujar Budhihastuti di Jakarta.

Dia menjelaskan, tahun 2017 hingga 2018, ada 27 PNS DKI yang sudah diberhentikan secara tidak hormat. Mereka diberhentikan, karena sudah menjadi terpidana kasus korupsi dan sudah ada keputusan hukum tetap (inkrah).

Budhi menambahkan, selain 27 orang itu, saat ini ada tiga orang PNS DKI yang terkena kasus korupsi masih dalam proses pemberhentian secara tidak hormat.

"Yang diberhentikan tidak dengan hormat, karena kasus korupsi ada 27 orang dan masih dalam proses verbal tiga orang," kata Budi di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu 19 September 2018.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, KPK melalui unit koordinasi dan supervisi pencegahan menjalankan fungsi trigger mechanisme untuk mendorong reformasi birokrasi dan penegakan hukum yang tegas terhadap 2.357 ASN yang belum diberhentikan, meskipun telah divonis bersalah melakukan korupsi.

"Progres sejak koordinasi awal dilakukan bersama sudah lebih baik. Diharapkan, dengan lebih spesifiknya data termasuk daftar nama yang diterima PPK di Kementerian ataupun Kepala Daerah, maka tindakan cepat bisa dilakukan," ujar Febri, saat dihubungi VIVA.

Febri berharap, para PPK, termasuk kepala daerah yang paling mengetahui apa yang terjadi pada pegawai di lingkungannya. Itu dilakukan, agar membangun sistem pelaporan, sehingga tindakan hukum yang dilakukan tidak harus menunggu hingga ribuan ASN belum diberhentikan seperti saat ini.

Berikutnya, aturan pemecatan>>>

***

Aturan pemecatan

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengeluarkan surat keputusan yang bernomor: K 26 – 30/V 55-5/99 tanggal 17 April 2018. Surat tersebut ditujukan kepada pejabat pembina kepegawaian di instansi pusat dan pejabat pembina kepegawaian di instansi daerah.

Surat ini, berisi mengenai aturan aparatur sipil negara yang bisa diberhentikan dengan tidak hormat terhadap mereka yang dinyatakan bersalah dalam kasus tindak pindana korupsi.

Selain itu, surat tersebut berkaitan dengan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari jabatan yang terdindikasi suap atau pungutan liar.

Agar Saudara melaksanakan amanat peraturan perundangan-undangan dengan segera menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian tidak dengan hormat bagi pegawai negeri sipil yang dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan dan/atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan atau pidana umum,” begitu bunyi salah satu bagian surat tersebut.

Melalui surat itu, Kepala BKN meminta pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri dari jabatan, karena paktik tersebut dilaksanakan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Hal yang penting lainnya, adalah segera memastikan tidak ada lagi praktik suap dan pungutan liar di instansi tersebut.

Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, maka akan ditindaklanjuti dengan pengawasan bersama yang akan dilakukan oleh BKN dan Komisi Pemberantasan Korupsi,” begitu peraturan tersebut. (asp)