Polemik Dakwah di Dunia Malam
- istimewa
VIVA – Sebuah video viral. Isinya seorang pria dalam balutan baju koko warna putih dipadu dengan celana warna krem berdiri di atas panggung sebuah diskotik di Pulau Dewata.
Pria berambut gondrong lengkap dengan penutup kepala itu berdiri dan berdakwah di hadapan wanita-wanita pesolek berbusana seksi, mengumbar aurat.
Salah satu akun gosip terkenal di Indonesia telah mengunggah videonya empat hari lalu yang hingga Kamis, 13 September 2018, ditonton lebih dari 2,4 juta kali, dengan 13.600-an komentar beragam. Dan pria dalam video yang telah beredar luas itu adalah seorang ustaz kondang asal Yogyakarta bernama Gus Miftah Maulana Habiburrohman.
Ustaz nyentrik yang tinggal di Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta itu adalah pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Tundan Yogyakarta. Pemilihan tempat berdakwahnya memang tak lazim. Namun, itu bukan hal baru bagi masyarakat Yogyakarta.
Dia sebelumnya pernah melakukan 'kunjungan keagamaan' ke sebuah lokalisasi tersohor di provinsi tersebut, yakni di Pasar Kembang atau populer disebut Sarkem. Di Sarkem, dia ternyata rutin melakukan dakwah saban Ramadan.
Didukung MUI dan NU
Soal metode dakwahnya di tempat hiburan malam dan tempat prostitusi, Gus Miftah mengaku belum berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, dia telah meminta fatwa dan petunjuk dari gurunya, Habib Muhammad Lutfi bin Yahya.
"Waktu itu saya matur ke kediaman beliau. Beliau menjawab, kalau yang bisa melakukan itu saya, teruskan saja, tidak apa-apa. Tapi yang penting adalah menjaga niat," kata dia yang melakukan dakwah secara sukarela.
Sementara itu, setelah videonya viral, Gus Miftah justru mendapat pujian dari MUI. Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan bahwa berdakwah di diskotik atau tempat prostitusi nilainya lebih mulia dibanding berdakwah di tempat dan komunitas yang baik, namun isi dakwahnya penuh ujaran kebencian, fitnah, dan mengadu domba kelompok masyarakat.
Menurutnya, siapa pun bisa menjadi sasaran dakwah. Artinya, sasaran dakwah tidak terbatas hanya pada kelompok masyarakat yang sudah baik, tetapi juga kepada kelompok masyarakat yang belum baik.
"Bahkan menurut saya, justru kelompok ini yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Misalnya, daerah lokalisasi, kampung narkoba, tempat-tempat perjudian, kelab malam atau daerah remang-remang yang penuh dengan kemaksiatan," ucap dia.
Untuk itu, lembaga yang mewadahi para ulama, zu'ama, dan cendekiawan Muslim di Tanah Air ini memberikan dukungan kepada ustaz, kiai atau ulama yang berani berdakwah di tempat-tempat tak lazim seperti yang dilakukan Gus Miftah. Namun syaratnya, dakwah dilakukan dengan cara yang benar, shahih, niat baik, ikhlas, tidak menodai kesucian agama Islam atau memperolok-olok agama sebagai bahan ejekan (istihza).
Setali tiga uang dengan MUI, Nahdlatul Ulama (NU) juga tak keberatan dakwah dilakukan di mana pun. Namun, Ketua Pengurus Besar NU Robikin Emhas mengingatkan bahwa aktivitas dakwah perlu memperhatikan kaidah dan etika, yakni lemah lembut dan bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi sosial serta budaya masyarakat setempat, termasuk dakwah di tempat hiburan malam.
"Jika ada pihak yang melarang atau menganjurkan dakwah di tempat-tempat semacam itu perlu dipertanyakan basis moral atau alasannya. Bukankah dakwah adalah mengajak masyarakat bergerak mina al-dlulumati ila an-nur; dari kegelapan menuju pancaran sinar Tuhan?" ujarnya.
Bahkan seorang figur publik Denny Wahyudi atau lebih akrab dikenal dengan nama Denny Cagur juga tidak mempermasalahkan dakwah tersebut dilakukan di diskotik. Dia berharap, pesan yang disampaikan Gus Miftah bisa diterima dengan baik oleh pengunjung diskotik.
"Mudah-mudahan pesan yang disampaikan bisa diterima baik sama yang mendengarkannya. Jadi tempatnya di mana pun, kalau pesan yang disampaikan, cara yang dimaksudkan positif, mudah-mudahan bisa diterima dengan baik," katanya kepada VIVA.
***
Dicaci
Kendati dilakukan dengan sukarela dan niatnya mulia serta mendapat dukungan dan pujian sejumlah pihak, namun yang mengkritik dan mencacinya pun tak sedikit. Salah satunya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF Ulama yang mengkritik keras pilihan serta gaya dakwah Ustaz Gus Miftah.
Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak mengatakan, tidak tepat berdakwah di tempat remang-remang. Dia menuding, Gus Miftah melakukan itu hanya ingin terlihat berbeda dibanding pendakwah lainnya.
"Itu biasa, kadang-kadang ada orang-orang munafik yang ingin tampil beda supaya kelihatan beda, seolah-olah mendakwahi di situ, ya enggak tepatlah," ujarnya.
Dia malah meragukan akan ada pengunjung diskotik yang langsung tobat setelah mendengar dakwah dan selawatan. Dia menyarankan untuk melakukan kegiatan keagamaan di tempat-tempat yang wajar, seperti masjid, musala atau rumah.
Sementara sebagian pengunjung di diskotik tersebut menolak dan memaki Gus Miftah, begitu juga dengan sejumlah netizen.
"Melantunkan kalimat-kalimat suci di tempat seperti itu dengan bau-bau alkohol dengan aurat-aurat yang terbuka sangat tidak pantas. Ada tempatnya sendiri," tulis salah satu netizen.
Netizen lain pun mengaku tak suka dengan tempat dakwah yang dipilih Gus Miftah. "Kalau memang niatnya mau salawatan, kenapa pada seksi semua? Kalau memang ustaznya ada niat ceramah, kenapa enggak sekalian dibagiin baju kurung biar ketutup auratnya?" tulis lainnya.
Soal polemik itu, Gus Miftah menanggapinya dengan bijak. Dia mengaku tidak mempermasalahkan mereka yang tidak setuju dengan caranya berdakwah. Menurutnya, dakwah juga berhak didapat oleh para pekerja hiburan malam karena dia ingin berbagi dengan mereka yang juga masih membutuhkan Tuhan.
"Senyinyir apa pun itu netizen menghakimi saya, mau mengatakan dajjal, kafir, sesat, dan sebagainya, saya tidak ada masalah. Tapi tolong jangan ganggu mereka untuk kembali bermesraan dengan Tuhannya. Karena mereka juga butuh Tuhan. Mereka juga butuh didekati. Kalau banyak yang tidak setuju, lumrah. Ini pasti kontroversi," tuturnya.
Psikolog Rose Mini Agoes Salim melihat bahwa niat berdakwah di tempat tak biasa itu bagus, lantaran memiliki tujuan yang positif. Namun, menjadi terasa kurang etis lantaran pengunjungnya berpakaian kurang sopan.
"Ibaratnya mau melakukan sesuatu perlu dipersiapkan diri dan orang yang ditemui. Kalau mereka di sana berpakaian seksi, pada waktu diajak selawat atau pengajian, kurang sopan. Baca Alquran kan harus sopan pakaiannya," kata wanita yang akrab disapa Romi, kepada VIVA.
Di samping itu, tak semua pengunjung bisa menerima kehadiran seorang pendakwah di 'dunia malam' mereka. Ini berbeda ketika dakwah dilakukan di masjid lantaran pengunjung yang hadir sudah niat mendengar.
Sementara itu, pengunjung di diskotik sudah pasti tidak siap dan tak pernah menduga ada pendakwah yang masuk ke wilayah mereka, sehingga ketika mendengarkan dakwah pun menjadi terpaksa.
Pada akhirnya, tujuan pendakwah belum tentu dipahami oleh para pengunjung. Jika pun mereka mendapat informasi, akan segera dilupakan karena memang tak memiliki niat untuk mendengar dakwah dari awal. Sekali lagi, cuma terpaksa.
Menurut Romi, keinginan untuk mendengarkan dakwah harus datang dari individu itu sendiri, sehingga siap untuk menerima, memahami, dan menerapkan isi dakwah. Selain keinginan dari pengunjung, dia menambahkan, hatinya juga tergerak untuk menemukan kenikmatan dan mengenal manfaatnya.
Saran dia, jangan menjebak orang untuk mendengarkan dakwah karena pengunjung bukan anak-anak yang mudah untuk dipengaruhi. "Kalau memaksa orang, sebentar saja lupa. Kalau lupa, yang kita lakukan enggak ada manfaatnya," tutur Romi.
Dan di antara ramainya polemik, ada satu tulisan manis dari salah satu netizen di dunia maya. Menurutnya, berdakwah di dunia malam tak menutup kemungkinan bisa mendatangkan hidayah bagi segelintir pengunjung.
"Pernah dengar cerita pelacur yang masuk surga karena memberikan minum pada seekor anjing? Kun fayakun. Kalau memang Allah sudah berkehendak mungkin saja hidayah datang ke mereka. Niatnya Pak ustaz ini Insya Allah baik, berbaik sangkalah sebagai seorang Muslim. Amin," tulis netizen.