Menaklukkan Himalaya dengan Motor Buatan Semarang

Himalaya Royal Enfield
Sumber :
  • Dok. Royal Enfield

VIVA – Pegunungan merupakan salah satu wilayah yang jarang diinjak oleh orang. Hal ini wajar, mengingat iklim serta kondisinya kurang memungkinkan bagi manusia untuk bisa bertahan hidup dalam jangka waktu lama.

Namun, ekstremnya kondisi justru menjadi daya tarik bagi para petualang untuk mengadu nyali dan kemampuan. Termasuk para pengendara sepeda motor. Dan tidak ada wilayah pegunungan yang lebih sering mereka datangi, selain Himalaya.

Berada di Benua Asia, Pegunungan Himalaya membentang sejauh 2.400 kilometer dan melintasi lima negara, yakni Bhutan, India, Nepal, China, dan Pakistan. Elevasi dari ratusan gunung yang ada di wilayah tersebut tidak kurang dari tujuh ribu meter di atas permukaan laut.

Dengan hamparan jalur berbatu dan tebing tinggi, jalan raya yang ada di Pegunungan Himalaya sangat menantang untuk dilintasi para pemotor. Bukan hanya soal keahlian berkendara, namun juga kondisi motor saat dibawa ke ‘kaki langit’.

Hal itu yang mendasari Ketua Komunitas Freeriders, Gunadi untuk melakukan perjalanan dari Jakarta ke Himalaya. Menempuh jarak sejauh lebih dari 15 ribu kilometer, ia berkendara seorang diri dengan mengandalkan motor Viar Vortex 250.

Berangkat dari Kantor Kementerian Perhubungan pada Minggu 26 Agustus 2018, Gunadi akan menghabiskan waktu 70 hari di jalanan. Rencananya, ia akan tiba di Himalaya pada peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober tahun ini.

"Selain memperkenalkan adat, budaya dan keberagaman masyarakat Indonesia, saya juga akan menunjukkan sepeda motor Viar Vortex  250 sebagai produk karya anak bangsa yang mumpuni untuk perjalanan jarak jauh," kata Gunadi sebelum memulai perjalanan.

Berdasarkan pengalaman VIVA saat berpetualang menuju Himalaya, trek yang akan dilalui Gunadi cukup berat. Seperti saat menuju Candigarh, riders harus melintasi jalan berbukit, sempit dan kawasan pembangunan jalan.

Begitu pula saat melakukan perjalanan dari Leh menuju Khardung La. Jalur kecil dengan jurang di sisinya membuat tidak semua orang berani untuk melintasi jalanan ini. Khardung La merupakan puncak tertinggi Pegunungan Himalaya.

Dalam perjalanan itu, biker harus menempuh jarak sejauh 39 kilometer. Suhu dingin yang mencapai 10 derajat Celsius membuat pengendara harus siap mengenakan jaket tebal dan sarung tangan.

Motor lokal menaklukkan dunia

Vortex pertama kali dipamerkan Viar pada 2016 di Pekan Raya Jakarta. Kala itu, statusnya masih berupa konsep dan belum dijual untuk umum.

Pada 2017, motor yang berpenampilan gagah itu mulai dikirim oleh para pemesan. Harganya kala itu Rp40 jutaan, lebih murah dari Kawasaki Versys-X 250 yang ditawarkan Rp60 jutaan.

Padahal, secara fitur Vortex sedikit lebih unggul dari Versys. Seperti aksesori boks samping dan atas, serta sudah dibekali dengan suspensi depan model upside-down atau USD. Suspensi tipe ini ideal digunakan untuk menerabas trek berbatuan dan tanah.

Vortex dilahirkan di pabrik Viar Semarang, Jawa Tengah. Menurut Marketing Communication PT Triangle Motorindo sebagai agen pemegang merek Viar, Frengky Osmond, motor tersebut dihadirkan untuk memenuhi permintaan komunitas pencinta motor off-road.

“Beberapa orang menanyakan, kenapa Viar enggak bikin motor adventure. Jadi, akhirnya kami buat Vortex. Kebetulan motor jenis ini kan lagi tren,” ujarnya saat dihubungi VIVA, Senin 27 Agustus 2018.

Frengky menjelaskan, meski dirakit di dalam negeri, namun beberapa komponennya masih didatangkan dari luar negeri. Alasannya, mereka membutuhkan komponen yang spesifikasinya belum bisa dibuat di Indonesia.

“Beberapa komponen sudah lokal, seperti kampas kopling, kelistrikan dan ban. Tapi, ada juga yang didatangkan dari luar. Proses perakitannya di Semarang,” tuturnya.

Soal perjalanan Gunadi ke Himalaya, Frengky menjelaskan bahwa mereka sudah membekali dengan beberapa suku cadang yang mungkin diperlukan saat terjadi masalah. Mengingat, perjalanan dilakukan seorang diri.

“Dia bawa kampas kopling, kampas rem, kabel kopling, dan oli. Suku cadang standar yang biasa buat servis jika sudah menempuh ribuan kilometer saja,” ungkapnya.

Meski tengah menyiapkan Vortex versi injeksi, namun tipe yang digunakan Gunadi masih menganut sistem pengabutan karburator. Ada alasan khusus untuk itu.

“Di sana kan dingin banget. Electronic control unit sistem injeksi bisa error kalau kena suhu dingin. Kalau pakai karburator kan enggak masalah, tinggal atur ulang spuyer pakai obeng,” ujarnya.

Selain Vortex, Viar yang dulu dikenal sebagai pembuat motor roda tiga juga memiliki produk yang tidak kalan tenar. Adalah Q1, sepeda motor listrik pertama di Indonesia buatan mereka yang sudah dilengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan dan pelat nomor.

Ditawarkan dengan banderol Rp17 jutaan, motor tersebut menggunakan energi listrik sebagai penggeraknya. Menurut pengakuan Frengky, kapasitas produksi Q1 mencapai 500 unit per bulan.

Salah satu alasan mengapa mereka belum bisa membuat lebih banyak lagi, dikarenakan adanya kendala dalam hal komponen.

“Ada kuota untuk motor listrik sebagai penggeraknya. Kami menggunakan Bosch, yang saat ini hanya bisa mendatangkan 500 unit per bulan,” jelasnya.