Lombok Hidup di Pembangkit Gempa
- Repro Instagram
VIVA – Lombok kembali berduka, musibah gempa melanda lagi, bahkan dengan kekuatan yang lebih besar. Padahal, air mata keluarga korban gempa sebelumnya, belum kering di pelupuk mata
Minggu petang, 5 Agustus 2018, pukul 18:46:35 WIB. Bumi Nusa Tenggara Barat diguncang gempa besar dengan magnitude 7,0 Skala Richter.
Gempa yang berpusat pada koordinat 8,37° LS dan 116,48° BT, menyebabkan kerusakan yang tak terduga jumlahnya.
Data dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI menyebutkan, 680.120 penduduk NTB terdampak dalam bencana ini. Dan lebih dari 200 orang mengalami luka-luka.
Bahkan, data terakhir, ada 98 orang meninggal dunia dalam bencana yang muncul dari daratan di Kabupaten Lombok Utara itu.
Lombok benar-benar lumpuh, banyak infrastrutur kesehatan dan pelayanan umum tak bisa berfungsi. Sementara korban luka harus segera diselamatkan. Sebab, rata-rata korban mengalami luka berat.
Kondisi terkini di Lombok Utara, di mana layanan kesehatan lumpuh, sebanyak 182 personel TNI menggelar RS Lapangan membantu pencarian evakuasi korban. Diperkuat pula oleh tim dari RSUP Sangli dan RS Sardjito+UGM.
Sementara di Mataram, layanan kesehatan masih berfungsi. Dukungan kesehatan Kesdam IX Udayana akan membantu mendistribusikan logistik dan melakukan evakuasi dari Lombok Utara dan Lombok Timur ke Kota Mataram.
Untuk di Lombok Timur, RSUD Selong masih berfungsi. Disertai adanya dukungan layanan kesehatan dari KRI Soeharso dan Kapal RS Ksatria Airlangga.
Adapun sumber daya kesehatan dimobilisasi mencakup bedah ortopedi, bedah toraks, bedah umum, anastesi, spesialis anak, dokter umum, perawat, beberapa ambulans dan tenda RS Lapangan tersebut.
Sementara itu, Badan SAR Nasional dan unsur SAR lainnya mengerahkan personel untuk menyelamatkan seribuan orang yang terjebak di tiga pulau di Lombok Utara, yakni Pulau Gili Terawangan, Pulau Gili Air dan Pulau Gili Meno.
Proses evakuasi juga tak lancar, sebab kapal penyelamat tak bisa merapat ke pulau akibat air laut yang surut.
Data terakhir disiarkan, ada tujuh orang meninggal dunia di Gili Trawangan. Dan telah lebih dari 500 orang yang terjebak dievakuasi ke daratan Lombok.
"Konsentrasi utama kami saat ini adalah menyelamatkan jiwa, baik yang masih tertimpa bangunan maupun yang ada di rumah sakit. Untuk masyarakat yang mengungsi, pemerintah daerah segara melakukan penyediaan logistik, berupa makanan, minuman maupun obat-obatan sangat krusial untuk para korban," kata Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, dalam siaran resminya, Senin, 6 Agustus 2018.
Mirisnya, gempa besar ini terjadi hanya beberapa jam setelah Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, menerbitkan surat perpanjangan penetapan status keadaan darurat bencana alam gempa bumi.
Surat ini diterbitkan karena situasi NTB saat ini dinilai belum pulih, usai sebelumnya diguncang gempa darat berkekuatan 6,4 SR pada Minggu, 29 Juli 2018. Dalam surat itu, dituliskan tanggap darurat bencana gempa bumi diperpanjang hingga 11 Agustus 2018.
Diketahui, berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pada bencana gempa 29 Juli, ribuan rumah hancur, 16 orang tewas, ratusan orang lainnya terluka dan sebanyak 5.141 jiwa harus diungsikan karena kehilangan tempat tinggal.
"Ada sejumah pertimbangan mengapa masa tanggap darurat penanganan gempa diperpanjang. Salah satunya adalah karena gempa susulan yang masih kerap terjadi secara sporadis hingga hari ini," kata TGB.
Masyarakat Indonesia terhenyak dengan dua bencana gempa darat beruntun yang terjadi di Lombok. Serasa tak percaya gempa bakal menggoyang Lombok. Karena belakangan ini bencana gempa bumi diketahui kerap terjadi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera saja.
Sebenarnya gempa bumi perusak seperti yang terjadi kali ini, sudah sering terjadi, dalam sejarahnya, sudah tujuh kali Lombok dilanda bencana gempa.
***
Seperti gempa 25 Juli 1856 yang disertai tsunami yang menyebabkan banyak rumah rusak; gempa 6,7 SR pada 10 April 1978; gempa 5,7 SR pada 21 Mei 1979; gempa 6,1 SR pada 30 Mei 1979 yang menyebabkan 37 jiwa meninggal, gempa 6,0 SR pada 1979; gempa 6,1 SR pada 1 Januari 2000; gempa 5,4 SR pada 22 Juni 2013.
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, secara tektonik, Lombok memang wilayah rawan gempa bumi. Sebab, posisi Lombok terletak di antara dua pembangkit gempa, yang dijuluki dengan seismik aktif.
Dua pembangkit gempa ini berasal dari selatan dan utara. Di selatan terdapat zona subdiksi lempeng Indo-Australia yang menujam ke bawah Pulau Lombok.
Sedangkan dari utara ada struktur geologi bernama Sesar Naik Flores atau Flores Bacj Arc Thrusting. Sesar Naik ini jalurnya memanjang dari Laut Bali ke timur hingga Laut Flores.
"Sehingga tidak heran jika Lombok memang rawan gempa karena jalur Sesar Naik Flores ini sangat dekat dengan Pulau Lombok," kata Daryono dalam siaran resminya.
Daryono menuturkan, jika kita memperhatikan peta aktivitas kegempaan atau seismisitas Pulau Lombok, tampak seluruh Pulau Lombok banyak sebaran titik episenter, artinya memang banyak aktivitas gempa di wilayah ini.
Meskipun kedalaman hiposenternya dan magnitudonya bervariasi, namun tampak jelas wilayah lombok memang aktif gempa yang bersumber dari subduksi lempeng, Sesar Naik Flores dan sesar lokal di Pulau Lombok dan sekitarnya.
"Dari sebaran seismitas ini pun cukup menjadi dasar untuk mengatakan bahwa Lombok memang rawan gempa," ujarnya.