PKS Kalah Lagi Lawan Fahri

Fahri Hamzah
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Perseteruan Fahri Hamzah dengan elite pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memasuki episode baru. Putusan Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan PKS terkait pemecatan Fahri  menambah rangkaian kisruh yang berjalan dua tahun lebih.

Permohonan PKS yang ditolak MA tertuang dalam perkara dengan Nomor 1876 K/PDT/2018. Berkas ini diputus pada 30 Juli 2018 dengan majelis hakim Takdir Rahmadi, Maria Anna Samiyati, dan Yunus Wahab.

Meski masih menunggu salinan resmi dari MA, Fahri sudah berbesar hati dengan putusan ini. Secara hukum, Fahri di 'atas angin' karena bisa mengalahkan PKS tiga kali dari tingkat pertama sampai kasasi. Putusan ini bersifat final walau misal PKS nanti mengajukan upaya peninjauan kembali (PK)

"Tentu ditolaknya kasasi dari pimpinan PKS itu berakibat untuk menjalankan keseluruhan putusan. Keputusan inilah disebut inkrah, siap untuk dieksekusi," kata Fahri kepada VIVA, Kamis, 2 Agustus 2018.

Fahri yang merasa lega atas 'kemenangan' ini menyebut barisan kader PKS sudah gelisah dengan kepemimpinan Sohibul Iman serta Salim Segaf Aljufri. Menurutnya, kader saat ini berharap agar Sohibul Iman Cs sadar dari kekeliruannya.

"Saya dapat banyak sekali WA dan pesan dari kader. Yang sederhananya ngomong semoga pimpinan kita segera sadar, umumnya bilang begitu," sebut Wakil Ketua DPR itu.

Foto: Salim Segaf Aljufri (kiri), Sohibul Iman (tengah), dan Hidayat Nur Wahid (kanan).

Baca: Gugatan Ditolak MA, PKS Harus Bayar Rp30 Miliar ke Fahri Hamzah

Kuasa hukum Fahri, Mujahid Latif menambahkan putusan MA akan membuat pihaknya percaya diri mengajukan permohonan eksekusi. Namun, ia masih menanti salinan resmi untuk mengetahui secara detail petikan putusan MA. Pihak PKS diminta ikuti proses hukum dan tak usah berdalih soal register dia dua kepaniteraan.

Merujuk putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, salah satunya terkait ganti rugi yang harus dibayar PKS ke Fahri sebesar Rp30 miliar. Selain itu, pemecatan Fahri dalam keanggotaan partai termasuk kursi pimpinan DPR tak berlaku. "Batal itu. Pak Fahri sah sampai 2019," ujar Mujahid.

'Peluru' untuk Sohibul

***

Putusan MA bakal dijadikan Fahri Hamzah sebagai peluru untuk menyerang Sohibul. Kisruh Fahri dengan Sohibul juga melebar ke ranah pidana. Fahri pada 8 Maret 2018 melaporkan Sohibul ke Polda Metro Jaya dengan pasal 310 dan 311 KUHP juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pencemaran nama baik.

Fahri murka pada Sohibul karena dugaan pemufakatan jahat, pemalsuan dokumen, fitnah, hingga pencemaran nama baik terhadapnya. Benang merah laporan Fahri ini masih menyangkut kisruh pemecatannya sebagai kader PKS.

"Putusan MA ini menguatkan laporan pidana klien kami, Fahri terhadap Sohibul Iman di Polda Metro Jaya. Dan, akan kami jadikan bukti baru," jelas Mujahid.

Baca: Murkanya Fahri Hamzah pada Presiden PKS

Merespons pernyataan kubu Fahri, pihak Sohibul Iman Cs lebih memilih anteng. Elite pengurus PKS dari ketua bidang hingga Sohibul Iman kompak enggan memberikan tanggapan atas putusan MA. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Bidang Hukum DPP PKS Zainudin Paru.

Kisruh Fahri tampaknya masih berlanjut karena pihak PKS berencana mengajukan upaya PK. Meski sejauh ini, PKS masih menunggu salinan resmi dari MA. "Kan masih ada upaya hukum luar biasa, bisa PK atau peninjauan kembali. Kami berkoordinasi dengan pimpinan partai," kata Zainudin, Kamis 2 Agustus 2018.

Zainudin yang mewakili PKS mengemukakan beberapa hal yang menjadi catatan PKS. Keheranan pertama yaitu cepatnya putusan ini. Ia menduga perkara ini menjadi prioritas MA dibanding ribuan perkara kasasi terkait perdata.

Menurut dia, sebagai pemohon pihaknya baru mendapatkan pemberitahuan dari MA pada tanggal 29 Juni 2018. Pemberitahuan terkait permohonan kasasi yang diajukan sudah diregister pada 28 Juni 2018.

"Yang tidak kalah heran, perkara kami di register di dua kepaniteraan perdata yang berbeda," ujar Ketua Tim Advokasi PKS tersebut.

Baca: Fahri Hamzah ‘Petarung’ Terakhir Faksi Sejahtera

Dijelaskan dia, dua register di kepaniteraan perdata yang berbeda yaitu sebelumnya register di Panitera Muda Perdata Khusus (Partai Politik) dengan nomor register 607K/Pdt.Sus-Parpol/2018. Namun, kemudian dipindah ke perdata umum diikuti dengan perubahan register perkara bernomor 1876 K/PDT/2018.

"Apakah kasus ini begitu istimewa karena seorang Wakil Ketua DPR?" tutur Zainudin.

Tutup Pintu Lobi

***

Foto: Ilustrasi gedung Mahkamah Agung. 

Fahri Hamzah tak ingin putusan MA ini menjadi celah yang dimanfaatkan Sohibul Iman Cs. Eks Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu enggan dirayu. Bagi dia, proses yang sudah dilalui sudah merusak citranya sebagai pendiri PKS.

"Saya ingin perbaikan, saya tidak mau dirayu. Saya sudah diacak-acak. Masak mau dirayu oleh hal-hal kecil," kata Fahri dengan geram di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.

Dia menegaskan langkah saat ini akan berkoordinasi dengan mantan Presiden PKS Anis Matta. Fahri melihat Anis sebagai figur panutan yang sepaham dengannya. Anis dinilai senasib dengannya karena disingkirkan PKS. "Karena dia (Anis Mata) yang paling sistematis dihancurkan. Dia yang paling sabar dalam penyingkiran ini," ujar Fahri.

Baca: Sohibul Iman Gantikan Anis Matta Jadi Presiden PKS

Perpecahan internal PKS menjadi isu berhembus pasca terpilihnya Sohibul Iman sebagai Presiden menggantikan Anis Matta. Posisi Ketua Majelis Syuro yang sebelumnya diplot Hilmi Aminudin digeser oleh Salim Segaf Aljufri.

Sohibul dan Salim Segaf terpilih dalam musyawarah I Majelis Syura Masa Khidmah 2015-2020 di Mason Pane, Kabupaten Bandung Barat, pada 9-10 Agustus 2015. Belum setahun memimpin PKS, Sohibul Iman sudah mengambil kebijakan dengan memecat Fahri Hamzah dari keanggotaan partai pada April 2016. Fahri masuk Faksi Sejahtera barisan Anis Matta. Sejak pemecatan Fahri, isu mencuat kubu Sohibul sedang menyapu bersih kader loyalis Anis Matta.

Pemecatan Fahri berdasarkan surat yang dikeluarkan awal April 2016 dengan rekomendasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS. Rekomendasi BPDO kemudian disahkan Majelis Tahkim atau mahkamah partai di PKS. Alasan pemecaran yang paling utama karena Fahri dianggap membangkang dan tak patuh terhadap kebijakan partai.

Setelah Fahri, PKS juga memecat Gamari Sutrisno dari keanggotaan partai dan DPR. Namun, bedanya Fahri melawan di jalur hukum. Upaya PKS mendongkel Fahri dari DPR termasuk kursi pimpinan gagal. PKS menyodorkan nama Ledia Hanifa sebagai calon pimpinan DPR, namun sejauh ini masih gagal.

Baca: F-PKS: Fahri Hamzah Bukan Bagian dari Partai Lagi

Rangkaian perseteruan ini ditandai kemenangan gugatan Fahri atas pemecatannya di PN Jakarta Selatan. Putusan di PN Jaksel keluar pada Desember 2016. Lalu, PKS yang tak terima kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun, lagi-lagi PKS keok berdasarkan putusan PT DKI yang keluar Desember 2017

Citra PKS Runtuh

Citra PKS sebagai partai dakwah yang solid menjadi sorotan dengan pemecatan Fahri ini. Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Adi Prayitno menilai ada perbedaan PKS era kepemimpinan Anis Matta dengan Sohibul Iman.

Foto: Mantan Presiden PKS Anis Matta

Figur Anis mampu membawa PKS solid di kader akar rumput daerah. Bukti Anis berhasil ketika membawa PKS bangkit pasca babak belur soal kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian yang menjerat eks Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

"Anis relatif bisa menyelesaikan konflik internal PKS secara kekeluargaan. Pola komunikasinya win-win solution. Di era Sohibul kemampuan meredam gejolak internal terlihat lemah," jelas Adi kepada VIVA. Kamis, 2 Agustus 2018.

Meski menang hattrick dalam hukum, namun Fahri dinilai out sider di PKS. Dalam konteks ini, kemenangan Fahri hingga kasasi tak berarti karena hak politiknya di PKS sudah dilucuti. Hal ini termasuk karir sebagai anggota legislatif DPR RI periode 2019-2024. "Boleh saja mengaku kader PKS, tapi ia bukan siapa-siapa lagi. Ia tak memiliki keistimewaan menentukan arah kebijakan partai," tutur Adi.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menganalisis sulit bersinergi antara Fahri dengan Sohibul Iman Cs. Perlu keajaiban menurutnya untuk menemukan jalan islah bagi dua kubu yang pecah di PKS. “Susah, Fahri balik ke PKS dengan posisi normal, kalau enggak ada yang ngalah,” tuturnya.

Namun, di satu sisi, perjuangan Fahri dalam menempuh hukum bisa menjadi contoh bagi kader partai lain. Kekalahan hingga tingkat kasasi harus dijadikan pelajaran bagi PKS agar tak memecat kader secara sepihak. "Ini pelajaran bagi PKS agar tak seenaknya dalam prosedur. Apalagi kalah tiga kali oleh seorang Fahri," jelas Ujang kepada VIVA.

Kemudian, tolak ukur Mahkamah Partai yang menjadi acuan partai dinilai belum bisa menjadi acuan. Sebab, kader yang merasa dirugikan bisa menempuh ke ranah peradilan umum. Meski merujuk UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang parpol, mahkamah partai punya kewenangan dalam perselisihan internal. “Kader bisa menggugat ke pengadilan. Pengadilan sebagai jalan terakhir mencari keadilan,” tutur Ujang.

Selain Fahri, ada kader yang juga pendiri PKS, Yusuf Supendi dipecat pada 2011. Yusuf dipecat dari keanggotaan partai oleh Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Bedanya, Fahri sukses memenangkan peradilan hingga MA. Sementara, Yusuf mentok karena kalah di tingkat pengadilan negeri. Nasib Yusuf pun sekarang berlabuh di PDI Perjuangan sebagai bakal calon anggota legislatif untuk Pemilu 2019.

"Jarang kader yang dipecat bisa is back ke partai. PKS ini partai yang menjadikan loyalitas terhadap pemimpin di atas segalanya," sebut Adi Prayitno. (umi)