Mobil Listrik dan Disrupsi Industri

Mobil hibrida Toyota Prius Hybrid
Sumber :
  • VIVA/Dian Tami

VIVA – Sejak Benjamin Franklin menerbangkan layangan yang talinya membawa sebuah kunci dan disambar petir, saat itu juga dunia mulai berubah. Listrik menjadi kebutuhan sehari-hari, hingga saat ini.

Dalam perkembangannya, listrik tidak hanya digunakan untuk menyalakan lampu atau mendinginkan kulkas. Listrik membuat kita bisa bercakap-cakap jarak jauh hingga mencari alamat melalui peta digital.

Listrik juga mengubah cara kita beraktivitas sehari-hari. Kereta listrik menjadi alat transportasi yang sangat dibutuhkan kaum urban. Sejak beberapa tahun lalu, mobil dan motor listrik juga sudah banyak dijual produsen otomotif.

Bahkan, Presiden Joko Widodo mencanangkan untuk mempopulerkan kendaraan listrik di Tanah Air. Targetnya, pada 2025, sebanyak 20 persen kendaraan listrik sudah beredar di Indonesia.

Untuk mensukseskan rencana tersebut, Kementerian Perindustrian sibuk membuat aturan baru. Aturan tersebut, nantinya akan mengubah skema pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang saat ini berlaku.

Perubahan itu diperlukan, karena aturan yang ada sekarang membuat harga jual kendaraan listrik lebih mahal ketimbang mobil atau motor bertenaga mesin konvensional. Jika itu terus terjadi, masyarakat enggan membelinya.

Menurut usulan skema baru PPnBM kendaraan bermotor yang didapat VIVA dari Kemenperin beberapa waktu lalu, diketahui kendaraan listrik tidak dikenakan pajak sama sekali.

Sementara itu, kendaraan berpenggerak hibrida, yakni gabungan mesin konvensional dan listrik, kena pajak dua persen untuk kapasitas di atas 1.200 cc dan nol persen untuk di bawahnya.

Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Warih Andang Tjahjono menyambut baik regulasi tersebut.

"Kami berharap, jarak antara mobil biasa dan mobil listrik itu tidak terlalu besar, tidak seperti sekarang. Itu juga salah satu tujuan kami, agar konsumen menyukai mobil listrik," katanya di Jakarta, Senin 4 Juli 2018.

Saat disinggung penurunan harga yang mungkin terjadi bila peraturan tersebut berlaku, Warih mengatakan, kemungkinan angkanya cukup besar. "Mungkin bisa 30 persen, " ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Executive General Manager PT Toyota Astra Motor, Fransiscus Soerjopranoto. Ia mengatakan, penurunan harga bisa terjadi hingga Rp100 juta, bila regulasi terkait pajak benar benar diberlakukan pemerintah.

Berikutnynya, disrupsi industri otomotif>>>

***

Disrupsi industri otomotif

Aturan mengenai kendaraan listrik, sebenarnya sudah diproses sejak lama. Namun, hingga kini statusnya masih menunggu persetujuan dari beberapa pihak. Padahal, awalnya aturan sudah rampung pada awal tahun ini.

Kehadiran mobil listrik memang tidak bisa instan. Perlu banyak hitungan yang matang, agar nantinya tidak terjadi gejolak di berbagai sektor.

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus mengatakan, kehadiran mobil listrik bukan hanya memberi dampak untuk mengurangi emisi, tetapi juga berdampak pada sektor usaha otomotif.

"Kendaraan listrik akan mendisrupsi sistem industri otomotif yang ada sekarang ini," kata Yannes saat dihubungi VIVA beberapa waktu lalu.

Sebagai ilustrasi, kata Yannes, jika mesin mobil BBM (motor bakar) yang sederhana saja menggunakan sekitar 800 komponen, pada motor listrik hanya menggunakan tiga komponen besar, yakni baterai, dinamo, dan pengatur.

Disrupsi global yang terlalu cepat itu akan menggerus investasi ratusan triliun yang sudah dibenamkan banyak negara prinsipal otomotif di Indonesia dan berpotensi menghancurkan target return of investment (ROI) dan keuntungan yang telah dihitung sebelumnya.

"Hal ini, tentu sangat ditakuti oleh semua negara yang berinvestasi pada industri otomotif di Indonesia," kata dia.

Itu sebabnya, kendaraan yang dinilai ideal untuk dipasarkan saat ini di dalam negeri adalah model hibrida atau hybrid. Sebab, moel tersebut masih menggunakan mesin konvensional.

"Solusi paling praktis itu pakai PHEV (plug-in hybrid electric vehicle). Kalau untuk mobil listrik, infrastrukturnya belum siap," kata Presiden Direktur PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI), Kyoya Kondo di Jakarta.

Hal senada juga diungkapkan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto. "Sama dengan bensinnya atau bahan bakarnya, untuk menghasilkan listrik. Penggerak dari kendaraan sudah elektrik, berbeda dengan hybrid, masih ada combustion engine,” tuturnya.

Saat ini, sudah ada tiga produsen mobil yang berkontribusi terhadap pengembangan mobil hibrida di Indonesia. BMW Group menyumbang alat pengisian baterai sebagai bahan studi, dan Mitsubishi Motors memberikan delapan unit Outlander PHEV, serta dua mobil listrik i-MiEV.

Terakhir, ada Toyota yang memberikan enam Prius Hybrid dan enam Prius Hybrid Prime ke Kemenperin. Semuanya memiliki satu tujuan, agar aturan cepat selesai dan mereka bisa bersiap-siap merancang skema penjualannya. (asp)