Segel Bangunan Pulau Buatan

Bangunan di lahan reklamasi milik PT Naga Kapuk Indah yang disegel Pemprov DKI.
Sumber :
  • Anwar Sadat

VIVA – Deretan rumah toko atau ruko mewah berdiri di kedua sisi jalan utama di pulau reklamasi, Pulau D, Teluk Jakarta. Beberapa bangunan itu tampak dilengkapi papan nama restoran. Suasana di lokasi tersebut terlihat sepi.

Pada sudut lain, jajaran rumah mewah dua lantai terpancang kokoh di sana. Jalan-jalan di depannya dipasangi konblok. Di bagian pinggir, pohon dan lampu penerangan terpasang rapi.  

Ratusan ruko dan rumah tersebut disegel Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kamis lalu, 7 Juni 2018.  Saat penyegelan, sejumlah 300 petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diturunkan ke lokasi penertiban. Mereka memasang spanduk bertuliskan “Bangunan Ini Disegel”. Proses penyegelan berjalan lancar tanpa perlawanan.

Tak hanya di Pulau D. Penyegelan serupa juga dilakukan di Pulau B. Dari dua pulau itu, total terdapat 932 bangunan yang disegel. Bangunan terdiri dari 409 rumah, 212 rukan dan 313 unit rumah kantor atau rukan yang menyatu dengan rumah tinggal. Seluruh bangunan tersebut, ditenggarai milik PT Kapuk Naga Indah.

“Penyegelan atas seluruh bangunan yang terletak di atas tanah hak pengolahan lahan ada pada Pemprov DKI Jakarta dan seluruh bangunan ini tidak memiliki izin," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, usai penyegelan tersebut, Kamis 7 Juni 2018.

Semua bangunan itu, menurut Anies, tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Di Pulau B dan D, IMB tidak bisa diterbitkan, karena untuk membangun sebuah kawasan mesti ada konsep perencanaan tata ruang. Sementara itu, di pulau tersebut tidak ada izin membangun kawasan dan tidak ada rencana tata ruang.

Merujuk Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, pengembangan pulau reklamasi ini harus melalui suatu badan pengendali pengelolaan pulau reklamasi. Nantinya, pemerintah daerah  akan membuat Perda terkait rencana tata ruang dan zonasi. Setelah itu, baru diterbitkan IMB. 

"Jadi jangan di balik, lahan kosong belum ada IMB-nya sudah dibangun. Di tempat ini, rencana tata kota belum ada, tetapi sudah ada pembangunan. Hal ini saya tegaskan, tidak bisa ditoleransi lagi," ujar Anies dalam program 'Apa Kabar Indonesia Pagi' tvOne, Jumat 8 Juni 2018.

Menurut dia, penyegelan ratusan bangunan di pulau reklamasi itu sudah sesuai prosedur. Sebelum melakukan penyegelan, Anies telah mempersiapkan dengan matang dari sisi aturan dan pemantauan di lapangan.

Sebelum membangun, Anies meminta semua pihak menaati aturan. Apalagi, melakukan jual beli tanah dan bangunan. Ia memastikan, semua aturan harus diberlakukan tegas bagi siapapun, termasuk mereka yang kuat dan konglomerat. "Semua sama di depan hukum,” ujarnya.

Anies menjamin, langkah Pemprov DKI ini tidak akan goyah. Dia tidak segan menindak apabila pengembang tetap melanjutkan pembangunan, serta tidak mempedulikan aturan di DKI Jakarta. "Yang mau coba-coba, Anda akan ketemu batunya sekarang," ujarnya.

Selanjutnya, Satpol PP jaga kawasan>>>

***

Satpol PP jaga kawasan

Pascapenyegelan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menjaga kawasan tersebut. Mereka diminta mengawasi lokasi agar tak ada kegiatan di tempat itu.

Kelanjutan bangunan tersebut menunggu pembentukan badan pelaksana reklamasi. Setelah ada badan pelaksana reklamasi, nantinya akan dibicarakan perihal pemanfaatan dari bangunan berdasarkan beberapa zona. Di antaranya,  zona perkantoran, zona perumahan, zona fasilitas sosial, zona fasilitas umum. 

Perda tentang tata ruang itu diharapkan bisa segera diselesaikan tahun ini. "Pada fase ini memang disegel, nanti sesudah ada badan pelaksana reklamasi sesuai amanat Keppres Nomor 52 Tahun 1995 disusun rencana untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," kata Anies, di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2018.

Penyegelan itu, menurut pengamat perkotaan, Yayat Supriatna, merupakan bagian dari komitmen dan janji politik Anies untuk tidak melanjutkan reklamasi. HaI itu juga terlihat dari tidak dimasukkannya kebijakan reklamasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Jadi, selama lima tahun masa kepemimpinan Anies-Sandi, reklamasi tutup buku,” ujarnya, saat dihubungi VIVA, Jumat 8 Juni 2018.

Bangunan disegel, lantaran tidak punya dasar hukum yang jelas. Tidak ada Perda maupun izinnya. Bangunan tersebut, diperkirakan kosong sampai ada ketentuan hukum baru. Minimal ada aturan hukum berupa Perda baru tentang kawasan pesisir Jakarta dan Perda pantai utara. 

Anies, menurut Yayat, akan merombak reklamasi dengan mengubah perda tentang tata ruang pesisir Jakarta dulu sesuai keinginannya. “Selama tidak ada itu, segel tetap terpasang dan bangunan jadi terlantar,” ujarnya.

Namun, penyegelan itu menimbulkan masalah terkait nasib pengembang yang sudah berinvestasi. Kemudian, nasib masyarakat yang sudah membeli. “Apakah akan menuntut pengembang dan ke mana pengembang akan mengadu,” ujar Yayat.

Berikutnya, bukan yang pertama>>>

***

Bukan pertama

Penyegelan di Pulau D bukan baru pertama terjadi. Sebelumnya, pada 5 Mei 2016, misalnya. Saat itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel Pulau C dan Pulau D. Sejak disegel, kegiatan di dua pulau itu disetop sementara. 

Penghentian tersebut berdasarkan SK Nomor 354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016. Penghentian sementara dilakukan, lantaran dua pulau itu belum ada izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

Tak hanya itu, masalah yang membelit pulau D. Soal sertifikat hak guna bangunan (SHGB), misalnya. Ketika itu, Anies menyurati Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil untuk menunda dan membatalkan seluruh HGB Pulau C, D dan G. Surat permohonan kepada Kepala BPN itu tertuang dalam surat Nomor 2373/-1.794.2 tertanggal 29 Desember 2017. 

Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Yayan Yuhana, membenarkan Gubernur DKI Jakarta telah mengirim surat kepada Kepala BPN. Dalam surat itu diterangkan, Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai kebijakan dan pelaksanaan reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional, Sofyan Djalil menegaskan, pihaknya tidak akan membatalkan sertifikat HGB Pulau Reklamasi C, D dan G.

"Kami berprinsip bahwa keputusan yang telah diterbitkan secara benar, tidak boleh dibatalkan. Karena, itu akan menciptakan ketidakpastian hukum," kata Sofyan di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Jumat lalu, 12 Januari 2018. (asp)