Melawan Jemawa Facebook

Media Sosial Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic

VIVA – Babak baru skandal Facebook kian bergulir. Awan kelabu masih menaungi Facebook dalam badai krisis data pengguna. Setelah berkali-kali menjelaskan bocornya data pengguna dan meminta maaf di berbagai forum, Facebook kini menghadapi badai baru dalam kasus tersebut. 

Media sosial raksasa besutan Mark Zuckerberg itu sedang menjadi sasaran tembak pengguna. Facebook dituding tak serius bertanggung jawab dan menangani masalah bocornya data 87 juta pengguna seluruh dunia, termasuk data 1,09 juta pengguna Facebook di tanah air.

Facebook dimejahijaukan di berbagai negara. Di kandang Facebook, Amerika Serikat, pada akhir Maret 2018, tiga pengguna mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) di Mahkamah Federal di Distrik Utara California.

Tiga pengguna marah lantaran mereka menyadari Facebook telah menyusupi riwayat telepon dan SMS tanpa izin mereka melalui Messenger. Pengguna yang direkam riwayat telepon dan SMS itu merupakan pengguna Android.

Penggugat di AS menyatakan, media sosial itu telah melanggar sejumlah hukum dan peraturan, termasuk hak privasi konstitusi California, akses data komputer, dan Undang Undang Konsumen California. 

Di Benua Biru, Facebook terancam eksistensinya. Sebab Uni Eropa akan memperbarui hukum privasinya agar informasi orang-orang yang diposting secara online menjadi lebih transparan. Pada 25 Mei 2018, Uni Eropa memberlakukan Regulasi Perlindungan Data Umum (General Data Protection Regulation/GDPR). 

Pada aturan tersebut, perusahaan sistem elektronik akan dikenakan denda hingga 4 persen dari omzet global jika ketahuan melanggar aturan.

Gugatan di Negeri Paman Sam resonansinya sampai nun jauh di tanah air. Pada pekan pertama Mei 2018, Wakil kelompok yang direpresentasikan Kamilov Sagala dari Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) dan Heru Sutadi dari Indonesia ICT Institute (IDICTI), mengajukan class action kepada Facebook global, Facebook Indonesia, dan Cambridge Analytica, sebagai tergugat.

Class action di tanah air itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 7 Mei 2018 dan belakangan pengadilan tersebut menjadwalkan sidang pada 21 Agustus 2018. 

Gagal lindungi pengguna

Penggugat di Indonesia menuntut ganti rugi kepada Facebook dan Cambridge Analytica kerugian materiil dan immateriil dampak dari bocornya data pengguna tersebut. 

Untuk kerugian materiil, penggugat menuntut Facebook dan Cambridge Analytica, membayar ganti rugi Rp21,93 miliar dengan rincian kerugian akses internet Rp20 ribu untuk tiap pengguna Facebook dikalikan 1,096 juta pengguna Facebook Indonesia.

Dalam gugatannya itu, penggugat menilai kerugian materiil berupa pengeluaran-pengeluaran yang timbul sejak munculnya berita kebocoran data-data pribadi milik masyarakat Indonesia pengguna Facebook. 

"Antara lain biaya-biaya pulsa dan/atau data internet untuk mengakses, mengecek pengaturan (setting) aplikasi Facebook, mencari informasi berita-berita media online terkait kebocoran data pribadi pengguna Facebook," demikian gugatan class action dari tanah air tersebut. 

Penggugat juga meminta pengadilan menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp1 juta per hari dalam hal terlambat memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (incracht). 

Penggugat juga ingin Facebook meminta maaf secara tertulis dan terbuka kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia, khususnya pengguna Facebook Indonesia, selama 7 hari berturut-turut di media massa nasional baik cetak maupun elektronik, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap. 

Selain itu, penggugat meminta pengadilan memblokir atau melarang akses Facebook di Indonesia dan melarang kegiatan operasional Facebook Indonesia di gedung perkantoran Capital Place Lantai 49 Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. 

Dalam gugatannya, Facebook dan Cambridge Analytica dituding telah gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tercantum dalam  ketentuan Permenkominfo Nomor 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi, Pasal 15 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 

Dengan kegagalan menjaga data pengguna, penggugat menilai Facebook dan mitranya itu, konsekuensinya gagal memenuhi hak kenyamanan konsumen/pengguna sesuai ketentuan pasal 4 huruf a Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.   

Ternyata belakangan Facebook juga diseret pengusaha muda Sam Aliano ke Bareskrim Polri. Perkaranya bukan penyalahgunaan data, Sam melaporkan Facebook dan YouTube karena diduga platform itu membantu teroris. 

"Saya melaporkan YouTube dan Facebook karena perusahaan ini sudah berkali-kali diingatkan, tapi tidak mau ikut aturan yang ada di Indonesia yaitu memblokir konten-konten yang membahayakan rakyat," kata Sam di Bareskrim Polri, Kamis, 24 Mei 2018.

Sam menuturkan, pada kedua platform itu bertebaran artikel cara merakit bom, ceramah doktrin teroris ISIS. Untuk itu layak untuk diseret ke jalur hukum. 

Jangan jemawa

Panennya gugatan Facebook ini, menurut penggugat Facebook, Heru Sutadi, menjadi pelajaran bagi media sosial raksasa agar tak jemawa dan semena-mena dengan pengguna. Facebook harus belajar dari Indonesia, yakni berhati-hati dan meningkatkan keamanan dan dalam menjaga data pribadi pengguna, apalagi sampai menjual ke pihak lain. 

"Jangan menjual data pengguna pada pihak lain. Selektif lah memantau aplikasi yang bekerja sama dan hormati aturan yang ada di suatu negara seperti Indonesia," jelas Heru. 

Untuk menggalang dukungan dalam menggugat Facebook, Heru mengajak pengguna di Indonesia meyampaikan dukungan dengan mengisi formulir online pada tautan www.idicti.com/wp

Pengguna Facebook Indonesia yang ingin gabung menggugat platform besutan Mark Zuckerberg diminta mengisi dan mengirimkan formulir yang berisi nama, alamat e-mail, nomor telepon, dan fotokopi KTP.

Mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia itu mengatakan dukungan terus mengalir. Per Kamis malam 23 Mei 2018, dukungan sudah menembus seribuan pengguna. Namun pihaknya masih mengklarifikasi data dukungan yang masuk. 

Heru mengatakan, pada awal Agustus, dia akan menggelar kumpul bareng dengan para pengguna Facebook di Jakarta. Tujuannya untuk membahas langkah selanjutnya setelah pengajuan gugatan serta memberikan dukungan selama menjalani persidangan. 

"Diharapkan sekitar 25 persen dari 130 jutaan pengguna Facebook bisa hadir ke Jakarta untuk kumpul bareng dan bersilaturahmi," ujar Heru. 

Sebelah mata

Dikepung dengan gugatan sana-sini, Facebook Indonesia masih diam seribu bahasa. Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari, belum bisa berbicara lebih jauh soal sidang gugatan yang berlangsung 21 Agustus 2018 di PN Jakarta Selatan. 

"Enggak bisa komentar tentang itu (sidang gugatan)" jelas Ruben. 

VIVA mengontak News Partnerships Lead Facebook Indonesia, Alice Budisatrijo, untuk mendapatkan keterangan lebih detail atas gugatan tersebut. Pesan instan yang dikirimkan VIVA sudah terbaca Alice, namun tak dibalas. Sambungan telepon tak tersambung. 

Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyilakan masyarakat untuk menggugat Facebook. 

Ia juga tak merasa, pemerintah didahului dengan masyarakat sipil dalam menggugat Facebook. Menurutnya semua pemerintah di berbagai negara dunia punya cara masing-masing untuk menangani masalah penyalahgunaan data pengguna Facebook tersebut. 

Kominfo, kata dia, fokus untuk menyiapkan sanksi bagi Facebook yang meliputi sanksi administrasi berupa teguran lisan, teguran tertulis dan sampai penghentian sementara. Dalam perjalanannya, Facebook sudah menerima Surat Peringatan dua kali dari Kominfo terkait skandal bocor data pengguna. 

"Kemudian pemerintah lainnya, penegak hukum itu sanksinya kriminal. Bukan masalah keduluan, kalau saya sih pemerintah melakukan (langkah), masyarakat melakukan. Bagus-bagus saja, itu haknya masyarakat," jelas Rudiantara ditemui di Jakarta, Rabu malam 23 Mei 2018. 

Pemerintah bisa berdalih punya cara untuk menaklukkan Facebook. Namun Heru menilai langkah lembek pemerintah terhadap Facebook. 

Heru mengatakan Facebook memandang sebelah mata penanganan bocornya data 1,09 juta pengguna. Facebook menilai Indonesia tak punya kekuatan untuk menaklukkan platform tersebut. 

"Kita dianggap negara yang mungkin enggak berdaya atau akan tegas berani misal memblokir Facebook sehingga terkesan cuek saja dengan kebocoran yang terjadi. Tambah lagi pemerintah yang terkesan kurang tegas untuk memberikan sanksi," jelas Heru. (one)