Predikat Terbaik untuk Soeharto
- Office of the Vice President of the Republic of Indonesia
VIVA - Sorak-sorai membahana begitu Jenderal Besar Soeharto mengumumkan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia yang sudah dia pegang selama kurang lebih 32 tahun pada 21 Mei 1998. Para demonstran yang menonton lewat televisi mengangkat dan mengepalkan kedua tangan mereka ke atas berkali-kali.
Suasana gembira dan heroik terlihat saat itu seperti para prajurit yang baru saja memenangkan suatu pertempuran. Setelah menempuh perjuangan yang begitu berat, gerakan reformasi 1998 pun mencapai tujuan utama mereka, melengserkan penguasa rezim militeristik Orde Baru tersebut.
Namun ternyata, tidak semua orang di kalangan rakyat Indonesia ini membenci figur yang oleh Barat dikenal sebagai The Smiling General, sang jenderal yang senantiasa tersenyum itu. Banyak di antara mereka tetap menaruh hati padanya. Mereka menganggap pria kelahiran Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921, tersebut berhasil secara ekonomi.
Fakta itu semakin terlihat dalam survei terbaru lembaga penelitian Indo Barometer. Soeharto 'dinobatkan' sebagai presiden yang paling berhasil dalam menjalankan tugasnya.
Survei itu dilaksanakan di seluruh Indonesia tersebar di 34 provinsi. Jumlah responden sebanyak 1.200 orang dengan margin of error plus minus 2,83 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan pada 15 sampai 22 April 2018 dengan wawancara tatap muka dan kuesioner.
Dia bahkan mengalahkan Proklamator sekaligus Presiden RI pertama, Soekarno, yang di setiap pidato-pidatonya selalu disertai lautan manusia. Juga para presiden setelah dia lengser seperti SBY dan Jokowi.
(Indo Barometer saat mengumumkan hasil surveinya).
Bidang ekonomi dan sosial
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, mengatakan, mayoritas publik menilai Soeharto merupakan presiden paling berhasil. Dalam survei itu, dia mendapatkan pendukung sebesar 32,9 persen. Kemudian Soekarno 21,3 persen, Joko Widodo 17,8 persen dan Susilo Bambang Yudhoyono 11,6 persen.
Menurut Qodari, Soeharto dianggap paling berhasil karena responden menganggap Orde Baru masih merupakan era pemerintahan yang terbaik. Kemudian, tentu saja mereka melihat kondisi ekonomi.
"Nah kalau kita bicara ekonomi semua orang mengatakan zaman Orde Baru lebih enak dari zaman sekarang. Mau orang tua, mau orang muda, ekonomi," kata Qodari, dalam diskusi di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu 20 Mei 2018.
Qodari menggarisbawahi bahwa untuk bidang yang lain, seperti politik dan hukum, orde reformasi lebih baik dari Orde Baru. Dia melihat hal itu karena terkait dengan kondisi saat ini yang secara ekonomi masyarakat masih belum membaik secara keseluruhan.
"Ada kaitannya dengan isu atau masalah ekonomi sekarang. Karena masyarakat menganggap ekonomi pada era Orde Baru lebih baik maka Pak Harto yang dipilih," ujar Qodari.
Qodari menuturkan dalam surveinya, surveyor menanyakan kepada responden: saat ini Indonesia punya tujuh presiden, dari Soekarno, Soeharto, sampai Jokowi. Manakah di antara mereka yang paling berhasil menjalankan pemerintahan?
"Mayoritas dari mereka menjawab Pak Harto. Saya kira bisa dipahami karena Pak Harto berkuasa selama 32 tahun," kata dia.
Dari sisi responden, Qodari juga tidak mengkhususkan pada kalangan tertentu. Sebanyak 1200 orang berasal dari semua golongan, kelompok, atau profesi sehingga bisa dikatakan menggambarkan masyarakat umum.
***
Evaluasi era reformasi
Terlepas dari itu, Qodari menyatakan bahwa surveinya adalah salah satu bagian dari evaluasi 20 tahun era reformasi. Bila sebagian besar responden menyebut Soeharto dan era Orde Baru lebih baik dari sisi ekonomi dan sosial maka itu artinya di era reformasi bidang tersebut belum berjalan maksimal.
"Ini berbarengan dengan kepuasan publik intinya. Orde reformasi belum mencapai hasil maksimal, sehingga menyebabkan orang menilai Orde Baru lebih baik, Soeharto lebih baik. Ini salah satu cara bagi kami mengevaluasi reformasi," ujarnya.
Qodari menambahkan survei tahun ini sebenarnya jauh lebih baik dibanding pada 2011 lalu. Ketika itu, dia juga melakukan survei serupa. Hasilnya, masyarakat yang menyatakan lebih puas dengan Soeharto dan Orde Baru bahkan jauh lebih besar yaitu mencapai 40 persen.
"Ada kemajuan signifikan, angka turun. Dulu banyak yang tidak puas dengan reformasi sekarang lebih puas," tuturnya.
Lantas, apakah hasil survei ini bisa menjadi penanda partai yang berbau Cendana dan Orde Baru akan mendapat tempat di masyarakat?
Qodari menyatakan belum tentu. Pertama pada 2004, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang didirikan Siti Hardijanti Rukmana yang akrab disapa Mbak Tutut juga menjual Soeharto dalam kampanyenya. Tapi mereka tidak lolos ke DPR. Bahkan pada survei lain dari Indo Barometer, memperlihatkan peluang Tommy Soeharto menjadi capres hanya 0,1 persen saja.
"Jauh sekali, tidak bisa disamakan. Antara Pak Harto dengan anak-anaknya," ujarnya.
Untuk masalah ini, Qodari menggambarkan kemenangan Mahathir Mohamad di Malaysia. Dia meyakinkan bila anaknya yang maju belum tentu meraih kemenangan.
"Kalau Pak Harto masih hidup, mungkin bisa mengalahkan Jokowi atau Prabowo," kelakar Qodari.
Qodari menuturkan anak-anak Soeharto seperti Tommy, Tutut, belum memiliki kemampuan yang setara dengan Soeharto. Begitu pula dengan kontribusi dan perjuangannya.
Situasi tersebut sebetulnya sama dengan anak-anak dari Bung Karno. Beberapa di antara mereka juga mendirikan partai tetapi gagal seperti Rachmawati Soekarnoputri atau Sukmawati Soekarnoputri. Hanya Megawati Soekarnoputri yang berhasil. Qodari mempunyai penjelasan tersendiri mengenai hal itu.
"Megawati menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Simbolisasi seperti itu belum terjadi pada Tommy dan Tutut. Memang tidak bisa otomatis, harus berproses. Mega dulu menjadi pihak yang teraniaya," kata Qodari.
Bahkan, Qodari berpendapat Mega bisa menjadi besar bukan karena dia anak Soekarno. Meskipun faktor tersebut kemudian menjadi penguat ketika dia sudah menjadi simbol perlawanan rezim yang saat itu berkuasa.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak mempersoalkan survei Indo Barometer tersebut. Dia menyebut survei itu tidak berarti Soeharto presiden paling baik. Menurutnya, orang hanya melihat dari sisi kerja yang jelas saja.
"Pak Harto 32 tahun ia membangun institusi, pastilah institusinya sampai sekarang masih ada. Pastilah orang anggap dia yang paling sukses, enggak ada masalah itu," kata dia.
Mengenai pemerintahan Soeharto yang akhirnya gagal, Fahri melihat karena ada masalah yang tidak diselesaikan. Namun, dia menilai masyarakat tidak boleh bertepuk tangan karena kekurangan tersebut.
***
Sementara itu, kolega Fahri, Fadli Zon mengaku sependapat dengan hasil survei Indo Barometer terkait Soeharto itu. Menurutnya, Soeharto memang presiden paling berhasil, indikator-indikatornya jelas.
Politikus Partai Gerindra ini menyebut dari sisi ekonomi, Soeharto berhasil menurunkan kemiskinan. Fadli juga menyebut Soeharto berhasil dari sisi stabilitas nasional.
"Jadi angka kemiskinan, pengangguran, dengan trilogi pembangunan, pertumbuhan pemerataan dan stabilitas nasional, saya kira Orde Baru banyak berhasil," ujar Fadli.
Terkait kekurangannya, Fadli tak menampik adanya persoalan kebebasan berpolitik dan berpendapat di era Soeharto. Namun, terkait korupsi, dia menilai korupsi saat ini lebih dahsyat dari era Orde Baru.
"Tentu ada korupsi, ada kolusi, nepotisme, tapi sekarang juga lebih dahsyat kok dari zaman itu. Korupsi, kolusi, nepotisme lebih dahsyat," kata Fadli yang juga Wakil Ketua DPR tersebut.
Tidak imbang
Terkait masalah ini, Kepala Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia menyoroti setidaknya tiga hal. Pertama, metode survei, dan siapa respondennya. Kedua, metode pertanyaan seperti apa yang diajukan sehingga sampai pada kesimpulan seperti itu. Dan ketiga soal kepemimpinan Soeharto sendiri.
"Ini sebenarnya agak tricky, agak sulit membandingkan sosok Soeharto sebagai presiden dengan presiden lainnya," kata Putri saat dihubungi VIVA, Selasa, 22 Mei 2018.
Putri menuturkan Soeharto memimpin paling lama dibanding presiden-presiden berikutnya. Karena itu, untuk mewujudkan keberhasilannya atau ketika ada masalah, dia bisa menyelesaikan masalah itu dengan lebih baik.
"Lebih punya banyak kesempatan dibanding presiden lain yang hanya satu atau dua periode. Jadi agak sulit compare-nya. Ini sesuatu yang enggak bisa dibandingkan karena enggak imbang," kata dia lagi.
Kemudian di bidang ekonomi, Putri berpendapat Soeharto punya banyak pencapaian. Tapi semua itu dilakukan dengan durasi yang lama.
"Dia rezimnya berbeda dengan rezim setelah Soeharto. Rezim Soeharto otoritarian, dengan kekuasaan yang dia punya 32 tahun segala hal bisa dikontrol pemerintahan. Tentu saja akan sangat beda dengan sekarang," lanjutnya.
Di luar ekonomi, Putri melihat Soeharto memiliki banyak kekurangan. Misalnya pada sisi Hak Asasi Manusia. Selama kekuasaannya, dia melihat banyak kasus yang terjadi. Mulai tragedi 65, ada jutaan orang jadi korban. Lalu Petrus 81 sampai 85, peristiwa Tanjung Priok 84 dan penculikan aktivis pada 97-98.
"Mungkin dalam ekonomi ini keberhasilan tapi di sisi lain ini jauh berbanding dengan keberhasilan," tuturnya.
(Kuburan massal korban tragedi 65 di Semarang).
Putri mengingatkan pemerintahan tidak bisa dikatakan berhasil hanya karena satu faktor. Soeharto bisa disebut berhasil bila kesuksesan di bidang ekonomi ditunjang keberhasilan di bidang-bidang yang lain.
Jadi, bagaimana menurut anda, apakah Soeharto layak dilabeli predikat presiden terbaik, paling berhasil atau tidak?