Ramadan Datang, Momen Hindari Dosa dan Teror

Ilustrasi Ramadan.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA – Sejumlah petugas diturunkan untuk memantau hilal awal Ramadan 1439 Hijriah atau 2018 Masehi. Berasal dari beberapa instansi, mereka disebar ke puluhan lokasi pemantauan di 32 provinsi di Tanah Air, Selasa 15 Mei 2018.

"Titik rukyatul hilal, ada 95 yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syaria, Juraidi, saat dikonfirmasi di Jakarta.

Puluhan titik pemantauan tersebut, di antaranya tujuh lokasi di Aceh, satu lokasi di Sumatera Barat, dua  lokasi di Lampung, empat lokasi di DKI Jakarta, delapan lokasi di Jawa Barat, dua lokasi di Kalimantan Barat, empat  lokasi di Nusa Tenggara Barat, satu lokasi di Sulawesi Selatan, satu lokasi di Gorontalo, satu lokasi di Sulawesi Tengah, dua lokasi di Maluku Utara, satu lokasi di Papua.

Di Kantor Kementerian Agama wilayah Sumatera Barat misalnya, pengamatan hilal dilakukan di Gedung Kebudayaan Sumbar Jalan Diponegoro Padang, mulai pukul 16.00 WIB.

Proses pengamatan Hilal dihadiri Kementerian Agama, perwakilan dari pengadilan agama, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Pengamatan rukyatul hilal untuk melihat posisi bulan, menurut Kasubag Humas dan Informasi Kementerian Agama Sumatera Barat, Irwan, akan menggunakan alat teropong khusus, yakni teodolit. Dalam pengamatan hilal ini, ada beberapa hal yang diperhatian, yakni waktu konjungsi (ijtima) dan terbenamnya matahari. 

Konjungsi ini merupakan peristiwa ketika bujur ekliptika bulan sama dengan bujur ekliptika matahari, dengan pengamat diandaikan berada di pusat bumi.

"Di wilayah Indonesia pada 15 Mei 2018, waktu matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.27 WIT di Merauke, Papua, dan waktu matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.47 WIB di Sabang, Aceh," ujar Rahmat Triyono, kepala Stasiun Geofisika Kelas 1 Silaing Bawah, Kota Padang Panjang

Hasil rukyatul hilal dan hisab posisi hilal awal bulan puasa tahun ini dimusyawarahkan dalam sidang isbat, di Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 15 Mei  2018. Sidang yang dilakukan tertutup itu untuk mengambil keputusan penentuan awal Ramadan 1439 H.

Usai sidang isbat, pemerintah mengumumkan bahwa awal puasa 1 Ramadan 1439 Hijriah jatuh pada Kamis 17 Mei 2018. Dari pelaku rukyatul hilal yang tersebar di 95 titik dan sampai sidang isbat digelar, menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, pihaknya menerima 32 laporan kesaksian itu. Ternyata, posisi hilal di seluruh Indonesia masih di bawah ufuk.

“Tidak satu pun yang berhasil melihat hilal. Perhitungan hisab dan rukyatul hilal dan sebagaimana ketentuan maka bulan Syaban kita genapkan, kita sempurnakan menjadi 30 hari. Maka 1 Ramadhan 1439 Hijriah jatuh pada Kamis 17 Mei 2018,” ujar Lukman, di kantor Kementerian Agama, Selasa, 15 Mei 2018.

Berdasarkan hasil hisab di Pulau Karya, Kepulauan Seribu, misalnya. Pada Selasa 15 Mei 2018, bulan belum terlihat dan umur bulan dipastikan kurang dari delapan jam, serta ketinggian bulan kurang dari dua derajat. 

Sidang isbat ini, antara lain dihadiri Ketua MUI, Ketua Komisi VIII, perwakilan Kedutaan Besar negara sahabat, perwakilan dari ormas dan lembaga swadaya masyarakat.

Sementara itu, Muhammadiyah telah lebih dulu menetapkan 1 Ramadan jatuh pada Kamis mendatang, 17 Mei 2018. Menurut Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Oman Fathurrahman, ada tiga syarat dalam perhitungan awal Ramadan. 

Pertama, yaitu ijtimak atau konjungsi bulan dan matahari. Pada Selasa 15 Mei 2018, nanti masih masuk 29 Syaban. Sebab, matahari terbenam pada pukul 17.28 lebih 58 detik. Sedangkan waktu ijtimak pada pukul 18.50 WIB.

Kedua, ijtimak terjadi sebelum terbenam matahari. Ketiga, adalah saat terbenam matahari, posisi bulan masih di atas horizon. "Salah satu syarat belum terpenuhi, maka belum bisa dianggap mulai Ramadan," katanya di kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Senin 14 Mei 2018.

Berikutnya, hindari teror>>>

***

Hindari teror 

Dengan ditetapkannya Ramadan 1439 Hijriah, Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas meminta agar momen ini membentuk dan memperkuat karakter diri setiap muslim. 

"Seraya dengan itu, menghindari hal-hal yang mengarah pada dosa dan permusuhan, penyelewengan, kekerasan, kedengkian, amarah, provokasi, teror, serta segala bentuk perilaku dan tindakan yang tidak beradab dalam kehidupan pribadi maupun sosial," ujarnya.

Keinginan serupa dikemukakan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahudin Uno. Dia berharap, selama bulan Ramadan, ormas mendorong masyarakat agar terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 

Dia meminta ormas tidak melakukan sweeping, atau razia selama bulan puasa. "Tidak boleh sweeping, tegas saja. Tidak boleh sweeping. Itu tugasnya bukan ormas," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa 15 Mei 2018. 

Tak hanya itu. Sandiaga pun mau masyarakat tidak melakukan kegiatan sahur on the road. Sebab, kegiatan itu dinilai akan mengganggu ketertiban masyarakat. Untuk berbagi, dia menyarankan, masyarakat menyalurkannya lewat Bazis dan tempat-tempat ibadah.

Bulan Ramadan, menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, menjadi momentum kebangkitan spritual umat Islam. Umat diajak memperbanyak iman dan ilmu agama daripada melakukan perbuatan tercela. 

Di tengah masyarakat yang majemuk, perlu adanya sikap saling bertoleransi dalam menghargai perbedaan. "Dalam menjalankan agama, tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan, termasuk perbedaan paham keagamaan, serta menghindari perbuatan yang sia-sia dan pemborosan," ujarnya, di kantor MUI, Selasa 15 Mei 2018. 

MUI pun bakal melakukan pemantauan terhadap siaran-siaran informasi yang berada di media massa. Cara itu untuk menjaga kekhusyukan ibadah dan tidak menyiarkan informasi yang mengarah negatif. Dalam pemantauan konten siaran ini, Komisi Penyiaran Indonesia turut dilibatkan. 

"MUI tetap mengimbau agar berbagai media massa tidak menyiarkan tayangan yang bersifat pornografi, pornoaksi, bermuatan ramalan, kekerasan, lawakan berlebihan, dan cara berpakaian yang tidak sesuai," katanya. (asp)