LCGC Kehilangan Marwah: Tak Murah Lagi

Toyota New Agya resmi mengaspal di Makassar
Sumber :
  • VIVA/Muhammad Yasir

VIVA – Mobil murah ramah lingkungan yang masuk program pemerintah atau lebih dikenal sebagai Low Cost Green Car memang jadi salah satu andalan banyak pihak. Terutama konsumen dengan anggaran terbatas.

Maklum mobil itu muncul dengan harga yang lebih terjangkau ketimbang mobil-mobil jenis lain. Namun belakangan, mobil yang awalnya diklaim murah itu terus melambung harganya.

Sebagai contoh tengok saja Toyota Agya, rentangnya kini sudah berada di Rp133,4 juta sampai Rp153,8 juta. Sementara tahun lalu hanya Rp127,6 juta sampai Rp151,9 juta.

Apabila dibandingkan lima tahun silam, lebih drastis lagi, karena hanya dijual Rp99,9 juta sampai Rp120,75 juta. Sementara jika melihat di pasaran saat ini, sudah tak ada lagi LCGC berharga di bawah Rp100 juta.

Dari daftar harga yang dihimpun VIVA selama pameran Indonesia International Motor Show 2018 menyebut, mobil LCGC ditawarkan dengan harga paling murah Rp104 juta sampai Rp153 jutaan. Artinya sudah tak ada lagi mobil di bawah Rp100 juta.

Padahal menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 33, Pasal 2 nomor 1 huruf e, besaran harga jual KBH2 atau LCGC setinggi-tingginya Rp95 juta. Maka kategori mobil yang masuk kelas ini seharusnya dijual paling mahal Rp100 juta atau di bawahnya.

Masih Pantas Disebut Murah?

Menanggapi tak adanya lagi mobil LCGC di bawah Rp100 juta, PT Toyota Astra Motor punya jawaban sendiri. Menurut General Manager PT TAM, Franciscus Soerjopranoto, harga LCGC yang ada pada saat ini sudah mengikuti anjuran pemerintah.

"Harga LCGC ada payung hukumnya, jadi enggak ada yang salah kok. Kenaikannya saja diatur," singkat Soerjo kepada VIVA.

Sementara menurut Head of Brand Development and Marketing Research PT Suzuki Indomobil Sales, Harold Donnel, LCGC setiap tahun memang selalu ada kenaikan harga.

Penyesuaian harga biasanya dikondisikan dengan inflasi dan sejumlah faktor lain. Sebut saja kurs tukar rupiah, hingga pajak. "Khitah LCGC itu selalu mendapat pembaharuan di setiap tahunnya yang dirilis oleh pemerintah. Di mana, ada pagu harga maksimal tertentu, kalau saya tidak salah mengacu pada off the road," kata Harold kepada VIVA.

Tak kalah penting, semakin naiknya harga LCGC rupanya turut dipengaruhi permintaan konsumen. Sebab banyak konsumen yang meminta agar mobil LCGC dilengkapi dengan berbagai fitur canggih dan modern. Alhasil membuat harga LCGC jadi melambung tinggi.

***

"Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi harga mobil sebenarnya banyak, tapi secara general biasanya salah satunya adalah fitur baru yang disematkan ke unit tersebut.”

Jonfis Fandy, Marketing and Aftersales Service Director PT Honda Prospect Motor, punya jawaban senada. Salah satu faktor membuat mahalnya harga LCGC adalah kemauan konsumen, seperti penambahan aksesori hingga mengusung transmisi matik. Padahal, transmisi matik punya harga yang tak murah.

"Harga jual produk LCGC akan tinggi jika konsumen menginginkan adanya tambahan aksesori. Di daerah bisa lebih mahal karena biaya balik nama cukup mahal, dan masing-masing daerah berbeda," katanya.

Hilang Marwah

Semakin tingginya harga LCGC sedikit banyak sepertinya memiliki pengaruh buruk terhadap penjualan. Memang belum ada APM yang menyatakan hal demikian, namun tren penjualan MPV saat ini menyatakan demikian, memburuk.

Bisa dilihat dari pamor LCGC yang mulai redup tahun lalu, ditandai penurunan 0,3 persen, dibandingkan pasar yang tumbuh 1,6 persen. Tren bahkan berlanjut hingga tahun ini.

Per Februari 2018, merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan LCGC terjun bebas 21 persen menjadi 34.879 unit, dibandingkan periode sama tahun lalu 44.092 unit.

Kondisi sangat kontras pada 2016. Mobil yang tadinya jadi salah satu segmen penopang pasar mobil tersebut tumbuh bersama city car sebanyak 27,6 persen. Padahal pasar saat itu hanya tumbuh 5 persen.

Pengamat Otomotif Bebin Djuana saat berbincang dengan VIVA menyatakan, memang sudah sepantasnya kata mobil murah dihilangkan pada produk-produk LCGC. Karena mobil yang diinisiasi pemerintah untuk menjangkau masyarakat menengah ke bawah itu dijual dengan banderol meroket.

"Sekarang sudah semakin terasa harga segitu, mulai bikin sesak napas kalau masyarakat mau beli," kata Bebin.

Dikatakan Bebin, kenyataannya di lapangan, konsumen membeli mobil LCGC juga tidak membeli dengan cara tunai. Masyarakat justru banyak menikmati fasilitas yang diberikan oleh lembaga pembiayaan (leasing).

"Kalau masyarakat mau beli, akhirnya kalau dicermati banyak pakai pembiayaan. Enggak bisa disebut sebagai low cost, karena yang beli bergantung sama leasing, kredit juga," tuturnya. "Sebaiknya memang sudah enggak usah bicara low cost lagi, karena harganya mepet Rp150 juta."