Gempa Banjarnegara, Sesar Baru dan Tak Teridentifikasi

Bangunan rumah di Banjarnegara rusak akibat guncangan gempa.
Sumber :
  • istimewa

VIVA – Ratusan rumah di Banjarnegara, sekejap rata dengan tanah. Teriakan kepanikan dan ketakutan bersahutan. Hanya beberapa detik, rumah, masjid, sekolah, dan fasilitas umum lainnya hancur, akibat guncangan gempa yang terjadi pada Rabu 18 April 2018, sekitar pukul 13.28 WIB.

Selang beberapa jam kemudian, Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan rilis. Gempa tersebut tak terlalu besar magnitudenya. Hanya 4,4 Skala Richter dengan episenter koordinat 7,21 LS dan 109,65 BT. Pusat gempa di darat pada jarak 52 kilometer arah utara Kota Kebumen, dengan kedalaman empat kilometer.

Melalui rilisnya, BMKG menyampaikan, dampak gempa yang digambarkan oleh modelling peta tingkat guncangan (shake map) dan laporan masyarakat menunjukkan bahwa gempa bumi ini menimbulkan guncangan pada skala intensitas II-III MMI (Modified Mercally Intensity). Meski magnitudenya tak besar, namun karena pusat gempa berada di darat dan dangkal, maka dampaknya menjadi dahsyat.

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengabarkan, saat kejadian gempa dirasakan oleh banyak orang, dan warga setempat berlarian ke luar rumah untuk menyelamatkan diri.

Malamnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, dua orang meninggal dunia dan 21 orang dirawat, karena tertimpa runtuhan bangunan, dan pada hari itu, 2.041 orang dari sekitar 506 KK menginap di pengungsian.

Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, segera menetapkan status tanggap darurat bencana. "Status tanggap darurat telah diberlakukan selama 14 hari ke depan," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sarwa Pramana kepada VIVA.

Berikutnya, sesar gempa baru dan tak bernama>>>

***

Sesar gempa baru dan tak bernama

Penetapan status tanggap darurat selama 14 hari ternyata tepat. Sebab, sejak gempa utama terjadi, gempa hari itu tak segera berakhir. Gempa susulan masih terjadi.

Gempa dengan Magnitude 3,4 terjadi pada Sabtu 21 April 2018, pukul 18.19.40 WIB, dengan episenter pada koordinat 7,20 LS,109,66 BT, tepatnya di darat pada jarak 25 km arah utara Banjarnegara pada kedalaman satu kilometer. Gempa susulan dalam skala III MMI ini dirasakan cukup kuat di Kecamatan Kalibening, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Seluruh warga Kalibening, merasakan guncangannya. Dampak guncangan ini menyebabkan dua orang mengalami luka ringan dan tiga orang mengalami shock. Warga yang menderita luka ringan disebabkan, karena terkena runtuhan bangunan yang memang sudah retak, saat terjadi gempa utama pada Rabu lalu.

Akibat guncangan yang masih terasa kuat, warga yang ketakutan segera meninggalkan rumah mereka dan memilih mengungsi. Hingga Sabtu malam, 21 April 2018, jumlah pengungsi bertambah menjadi 3.506 jiwa dari 908 Kepala Keluarga.

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, gempa yang terjadi di Banjarnegara disebabkan adanya sesar aktif lokal dan dangkal. Meski sebenarnya tak terlalu kuat, namun ada tiga faktor yang membuat gempa tersebut menjadi destruktif.

"Hal pertama, pusat gempa tersebut dangkal, sehingga guncangannya sangat terasa. Kedua, kontur tanah di wilayah sekitar yang lunak, sehingga terjadi resonansi yang cepat. Dan ketiga, kualitas bangunan di wilayah tersebut bisa dibilang tidak memenuhi standar bangunan layak gempa. Tiga hal itu yang menyebabkan jumlah bangunan yang rusak menjadi sangat banyak," ujar Daryono kepada VIVA yang menghubunginya melalui sambungan telepon, Minggu 22 April 2018.

Daryono mengatakan, gempa yang terjadi di Banjarnegara tak berkaitan dengan gempa yang akhir-akhir ini sering terjadi di Lebak, Banten, bahkan juga tak berkaitan dengan gempa besar yang pernah mengguncang Yogyakarta pada 2006. Menurutnya, sesar gempa di Banjarnegara ini adalah sesar baru.

"Ini baru, belum terpetakan, dan belum ada namanya. Itu sebabnya, ini bisa menjadi tantangan baru untuk para ahli kebumian untuk menyelidikinya," ujarnya.

Ia menambahkan, selama ini sesar tersebut tak teridentifikasi. Meski pernah terjadi gempa pada 2009 dan 2011 di sekitar Banjarnegara, namun magnitudenya tak mencapai empat. "Tapi dengan kejadian ini, maka para ahli kebumian mendapat tantangan baru untuk mengidentifikasinya," ujar Daryono.

Sebagai penunjang identifikasi, BMKG  sejak Sabtu malam hingga Minggu pagi melakukan rekonfigurasi seismik untuk meningkatkan akurasi monitoring gempa susulan (aftershocks). Menurut BMKG, ini penting dilakukan, agar sensor seismik BMKG mengelilingi klaster episenter gempa susulan yang sudah terdeteksi sebelumnya.

"Dengan konfigurasi sebaran sensor baru, diharapkan dapat memperoleh data parameter gempa susulan yang lebih akurat, khususnya lokasi episenter dan kedalamannya," ujar Daryono melalui rilis.

Ia menambahkan, data parameter ini kana sangat bermanfaat untuk kajian lebih lanjut terkait sumber gempa pembangkit gempa Kalibening, Banjarnegara.

Selanjutnya, 13 kali gempa susulan>>>

***

13 kali gempa susulan

Minggu malam, 22 April 2018, BMKG kembali menerbitkan rilis. Menurut BMKG, sejak terjadi gempa pada Rabu lalu, sudah terjadi 13 kali gempa susulan. Magnitudo gempa terbesar adalah  M=3,4 dan terkecil M=1,4.

Belasan gempa susulan itu membuat warga masih memilih bertahan di pengungsian ketimbang kembali ke rumah mereka. Warga khawatir, rumah mereka yang rusak akan bertambah hancur dan membahayakan nyawa mereka jika gempa susulan kembali terjadi.

Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Banjarnegara, Andri Sulisty menjelaskan, jumlah mereka yang masih berada di pengungsian belum berubah. Hanya pihaknya mengaku kesulitan mendata warga, karena ada yang tak menetap permanen di satu lokasi pengungsian.

Dari hasil pertemuan BPBD Banjarnegara, dengan para kepala desa, diperoleh informasi bahwa banyak warga yang berpindah tempat mengungsi tanpa melapor.

"Jadi, mereka tak ada di lokasi pertama mereka mengungsi, dicek ke rumahnya juga tak ada, namun ada penambahan jumlah pengungsi di lokasi yang lain," ujarnya, saat dihubungi VIVA melalui telepon pada Minggu malam, 22 April 2018.

Para pengungsi, Andri menambahkan, masih dalam pengawasan dan penanganan pihaknya. Sejauh ini BPBD Banjarnegara terus berupaya menenangkan pengungsi sambil memberikan perkembangan terbaru berdasarkan laporan dari BMKG.

Ia juga menjamin keadaan pengungsi akan terus dalam pantauan pihaknya.

BMKG pada Minggu malam melaporkan, gempa susulan yang terjadi sudah semakin melemah. Gempa terbaru, dideteksi terjadi pada Minggu, 22 April 2018 dengan Magnitudo 1,4. Meski sudah terjadi gempa susulan hingga 13 kali, namun kekuatannya terus melemah. Dengan potensi yang makin melemah, BMKG menganggap situasi di Banjarnegara sudah kondusif dan tak lagi mengkhawatirkan.

"Ini proses pelepasan sisa-sisa tegangan kulit bumi, agar terlepas semua dan kondisi menjadi stabil," ujarnya melalui rilis yang diterima VIVA pada Minggu 22 April 2018.

Menurutnya, sehubungan dengan makin melemahnya kekuatan gempa susulan, maka sangat kecil potensi terjadinya gempa susulan yang lebih kuat lagi di zona gempa saat ini, karena kondisinya sudah mendekati stabil.

BMKG mengimbau kepada warga yang rumahnya masih mengalami retak-retak untuk mengikuti arahan Pemda dan BPBD, untuk tetap tinggal di tempat pengungsian. Sementara itu, bagi warga yang rumahnya masih kokoh BMKG menganggap tak ada yang perlu dikhawatirkan. (asp)