Sampah dan Langkah Minus Jakarta

Petugas membersihkan sampah di Teluk Jakarta
Sumber :
  • Instagram/@dinaslhdki

VIVA – Kawasan Teluk Jakarta sedang menjadi sorotan tiga hari terakhir. Bibir pantai di Teluk Jakarta penuh dengan lautan sampah, mayoritas berupa sampah plastik sekali pakai dan sampah rumah tangga.

Sampah menumpuk di Teluk Jakarta konon sudah terjadi sejak 2014. Tak heran, tumpukan sampah di area 7 ribu meter persegi ketebalannya mencapai 1,5 meter. 

Ketua Komunitas Mangrove Muara Angke, Risnandar, tak menampik lautan sampah di Teluk Jakarta sebagian besar plastik dari rumah tangga. Ia menekankan, sejak Februari lalu, intensitas rob sering kali ada, sehingga memunculkan lautan sampah seperti sekarang.

"Bulan Februari ada rob panjang, cukup besar, membawa sampah, yang akhirnya tumpukan sampah setebal sekitar 1,5 meter seperti sekarang," kata Risnandar.

Saking banyaknya sampah, Pemprov DKI Jakarta sampai mengerahkan ratusan petugas gabungan untuk membersihkan muka lautan Ibu Kota. 

Wali Kota Jakarta Utara Husein Murad mengatakan, dalam dua hari pembersihan sampah di Teluk Jakarta, petugas dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Subdinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara dan Subdinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu bahu membahu membersihkan lautan sampah tersebut. 

Menurutnya, pembersihan sampah dilakukan sejak Sabtu 17 Maret 2018, dan dilanjutkan pada Minggu 18 Maret 2018. Pada hari kedua, pasukan pembersih sampah bertambah, Pemprov DKI menerjunkan petugas kebersihan PPSU Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. 

"Sampai hari kedua ini (Minggu) sudah 19 ton sampah terangkut, dengan petugas dari Penjaringan ini berarti yang terjun sekitar 400 orang," kata Husein.    

Awalnya pengangkutan sampah mendapat kendala, alat berat tidak bisa mengakses ke lokasi lautan sampah. Petugas menyiasatinya, setelah mengambil sampah ke wadah kemudian diangkut dengan kapal fiberglass, menuju lokasi tepi pantai.

Dari sana, alat berat sudah bersiap, mengeruk tumpukan sampah di kapal dan dipindahkan ke truk. Sampah tersebut, menurut Husein, akan dikirimkan ke fasilitas pengolahan sampah Bantar Gebang. 

Belakangan, langkah pembersihan sampah makin mudah. Alat berat sudah bisa mengakses lokasi lautan sampah tersebut. 

"Mulai jam 10 (Minggu 18 Maret) dua alat berat sudah mulai masuk, sehingga bisa lebih mempercepat pembersihan sampah,” kata Husein.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan angkat bicara dengan lautan sampah tersebut. Dia menuturkan, untuk membersihkan sampah, petugas Dinas Lingkungan Hidup diterjunkan dengan pembersihan di area hilir, kemudian ke tengah dan akhirnya ke hulu. 

Selain pembersihan, Pemprov DKI juga akan memasang jaring sampah di aliran sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta.

Anies mengatakan, jaring yang akan dipasang merupakan jaring milik Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang dipinjam Anies dari Menteri Susi Pudjiastuti.

"Saya sudah bicara dengan Bu Susi, kita akan mendapatkan jaring-jaring juga nanti dari kementerian, dari KKP yang akan dipakai untuk menghentikan sampah-sampah agar tidak sampai mengalir ke muara," kata Anies.

***

Langkah minus

Langkah penanganan lautan sampah Teluk Jakarta Pemprov DKI itu disoroti aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Eknas Sawung. Menurutnya, upaya Pemprov itu bakal tak efektif. Sebab langkahnya berfokus pada hilir bukan hulu atau sumber datangnya sampah. 

"Sampah ini bukan hanya dari DKI tapi juga dari daerah lain yang sungainya mengalir ke Teluk Jakarta. Persoalan sampah ini bukan hanya Jakarta" jelas Sawang kepada VIVA

Dia mengatakan, sampah tersebut makin menumpuk di Teluk Jakarta saat banjir datang. Sampah yang menumpuk di Manggarai, bukan hanya dari Ibu Kota tapi juga datang dari daerah hulu. Secara kasar, menurutnya, jelas terlihat jumlah sampah yang diangkut daerah luar Jakarta masuk ke Ibu Kota melalui sungai. 

Untuk itu, langkah Pemprov DKI Jakarta mengangkut sampah mengirimkannya ke Bantar Gebang, membuang jaring dan menanam mangrove di lokasi lautan sampah, belum bisa diacungi jempol. 

"Itu masih minus, masih mengandalkan TPA Bantar Gebang, tanpa upaya pengurangan sampah," jelasnya. 

Sawang berpandangan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta mengubah manajemen penanganan sampah, yakni beralih dari kumpul angkut buang menjadi reduksi sampah dari sumbernya. Pengurangan sampah dari hulu bisa dilakukan dengan pendekatan hukum, yakni menegakkan atau membuat aturan yang mewajibkan pengguna memilah sari sumbernya. 

Secara lebih rinci, dia menunjukkan, perlu adanya pelarangan plastik sekali pakai secara bertahap sampai nantinya bisa tahap pelarangan total segala jenis plastik sekali pakai. 

Sawang menunjukkan, Pemprov DKI masih kedodoran mengelola sampah. Data Walhi menunjukkan dari estimasi tiap hari Jakarta menghasilkan sampah sekitar 6500-7000 ton per hari, namun nyatanya sebelum pertengahan 2016, sampah yang dikirim ke Bantar Gebang hanya 2500-4000-an ton per hari. Dengan demikian kata dia, ada selisih sampah yang hilang dan kemungkinan besar sampah tersebut ke Teluk Jakarta. 

"Itu ada yang hilang ke luar atau ada TPA ilegal," jelasnya. 

Belum lagi saat Jakarta mendapatkan kiriman sampah dari luar Jakarta.

Sawang mengatakan, perlu juga Pemprov DKI Jakarta bisa membuat kalkulasi sampah yang dihasilkan secara perorangan. Berapa per hari sampah perorangan dikalikan dengan jumlah penduduk. Jika ditemukan angka sampahnya selisihnya jauh, maka kemungkinan besar ada sampah yang hilang apakah ke sungai atau TPA ilegal.

Soal menggandeng Pemda lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak tinggal diam. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno,  mengatakan, DKI akan bekerja sama dengan pemerintah kota penyangga karena ada dugaan sampah di sana juga datang dari luar Jakarta. Dia menegaskan, akan serius membersihkan semua lokasi, bukan hanya di Teluk Jakarta.

"Kami akan kerja terus lima tahun ke depan. Kami sistemnya nanti akan pilot di beberapa daerah. Dan ini kita harapkan membangkitkan warga untuk peduli terhadap lingkungan," ujarnya. 

Risnandar berharap, ada respons cepat dari Pemerintah Provinsi, terutama Suku Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Jakarta Utara. Sejauh ini, menurutnya memang sudah ada penanganan namun dinilai belum maksimal.

"Harus ada sikap dari pemerintah seperti menggandeng kami untuk bekerja sama menjaga ekosistem. Membentengi Teluk Jakarta, buat DAM sebagai pembatas. Itu yang mungkin cukup aman," sebutnya.

Agar ke depan penanganan sampah makin baik, Sawang merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta mulai memperbaiki manajemen di hulu. Misalnya, dia menyebutkan, harus ada pemaksaan pengelolaan sampah yang lebih baik di kawasan komersial bisnis dan apartemen atau perumahan. 

"Termasuk kontrol terhadap kemasan. Bebas saja produsen membuat kemasan sekali pakai yang tidak didaur ulang," katanya.