Siapa Jenderal Penerus Budi Waseso
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Sekitar dua setengah tahun, sejak Selasa 8 September 2015, Komisaris Jenderal Budi Waseso mengemban jabatan sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional atau BNN. Kini, Buwas, sapaan akrab Budi Waseso, akan melepas amanah tersebut.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu merupakan lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1984. Dia akan memasuki masa pensiun Maret 2018 ini. Penggantinya pun disebut-sebut minimal perwira tinggi bintang tiga.
Siapa sosok penerus Buwas? Meski belum diungkap, beberapa nama telah beredar. Menurut Indonesia Police Watch, setidaknya ada tiga nama yang berpotensi menggantikan Budi Waseso.
Mereka adalah Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, Asisten Operasi Kapolri, Irjen Muhammad Iriawan, dan Deputi Pemberantasan BNN, Arman Depari. Belakangan juga muncul nama Irjen Pol Heru Winarko, yang saat ini ditempatkan menjadi Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas munculnya nama-nama itu, Mabes Polri tidak memberikan bantahan, atau pun pembenaran. Namun, yang pasti, mereka sudah menyodorkan nama-nama pengganti Buwas ke meja Presiden Joko Widodo.
Meskipun demikian, mereka tidak bisa menyebutkan berapa nama, dan siapa saja. Korps Bhayangkara menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi, terkait pengganti Buwas di lembaga negara pemberantas narkotika tersebut.
Terlepas dari itu, Polri memastikan nama-nama yang diberikan ke mantan Wali Kota Solo itu adalah prajurit terbaik yang kini bertugas di Kepolisian. Mengingat pemberantasan narkotika merupakan salah satu fokus dari pemerintahan Jokowi.
"Polri sudah menyampaikan beberapa nama, nanti Presiden yang akan memutuskan. Tentunya, beliau ingin sosok yang memimpin BNN itu yang terbaik, tidak sembarangan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 27 Februari 2018.
"Sudah dipersiapkan perwira tinggi terbaik. Ini, kaitannya kalau kita bersatu bergandengan tangan memberantas narkoba. (Yang pasti punya) integritasnya, kapabilitasnya, profesionalitasnya, jadi parameter pemilihan itu," kata dia lagi.
Iqbal menyampaikan, semua keputusan menengenai calon tersebut ada di tangan Jokowi dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Menurutnya, dua petinggi negara itu lah yang mempunyai domain mengenai urusan tersebut.
(Kepala BNN Komjen Budi Waseso dalam sebuah konferensi pers).
Berikutnya, keputusan Jokowi>>>
***
Keputusan Jokowi
Presiden Jokowi dijadwalkan akan memberikan keputusan mengenai pengganti Buwas pada Rabu 28 Februari 2018. Juru Bicara Presiden, Johan Budi, memastikan sudah mengonfirmasinya.
Ada tiga nama yang diusulkan ke Jokowi. Hanya saja, Johan tidak mengetahuinya. Namun, dia mengakui, salah satu yang mengusulkan adalah Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Jadi, nama-nama kepala BNN sudah masuk ke Presiden beberapa waktu lalu. Tentu, usulan itu datang di antaranya dari kapolri," tutur Johan, Rabu.
Dengan maraknya pengungkapan kasus narkoba belakangan ini, Jokowi juga berharap banyak pada kinerja BNN ke depan. Kepala BNN yang dipilih nanti, juga diharapkan mengemban tugas dengan baik.
"Tentu, Presiden punya ukuran-ukuran untuk memilih kepala BNN. Bisa didapat dari banyak masukan antara lain dari kapolri. Kriteria yang profesional, integritas tinggi bagus, berani," kata Johan.
(Budi Waseso saat dilantik sebagai Kepala BNN).
Buwas sendiri berharap, penggantinya di BNN dapat bekerja lebih baik agar para bandar narkoba tidak berpikir lebih bebas saat dia meninggalkan jabatan sebagai Kepala BNN.
"Sekarang banyak tepuk tangan, karena Kepala BNN mau selesai. Mereka pikir, ganti Kepala BNN selesai. Sistem sudah terbangun. Mudah-mudahan orang pengganti saya lebih hebat daripada saya dan saya yakin," kata pria yang akrab disapa Buwas di kantor BNN, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Rabu lalu, 17 Januari 2018.
Menurutnya, proses pencarian penggantinya saat ini sudah dilakukan Polri. Ia pun yakin para petinggi Polri yang terpilih nanti sesuai dengan kualifikasi menjadi Kepala BNN.
"Jadi Kepala BNN tidak mudah karena ada Undang-Undang yang mengatur. Pengganti saya harus memenuhi persyaratan dari Undang-Undang," katanya.
Ia pun menjelaskan, dari segi syarat Kepala BNN harus mempunyai pengalaman paling singkat lima tahun di bidang penegakan hukum. Selain itu, dua tahun melakukan penegakan hukum di bidang narkotika.
Namun, yang paling utama ia menyebut pengganti dirinya harus mempunyai integritas dan komitmen terhadap pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di BNN.
"Lalu, usia paling tua 56 tahun. Mempunyai Integritas dan komitmen di BNN," katanya.
Meskipun tak menyebut nama-nama calon penggantinya, mantan Kabareskrim ini yakin banyak calon-calon dari anggota Polri yang layak menjadi penerusnya. "Calonnya banyak," katanya.
Selanjutnya, Arman Depari>>>
***
Arman Depari
Ketua DPR, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, memunculkan nama Arman Depari yang saat ini menjabat sebagai Deputi Pemberantasan BNN, untuk menggantikan Budi Waseso. Dia menilai sosok Arman cukup layak.
Di internal BNN, dia melihat tidak ada yang lebih bagus dari Arman Depari. Tetapi, kalau dari luar politisi Partai Golkar itu tidak bisa mengukur, karena tidak ada perbandingan.
Meski begitu, Bambang menekankan kewenangan menentukannya tetap menjadi domain Presiden Jokowi. Untuk itu, ia menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah.
"Jadi, mungkin bisa dari Kepolisian, dari luar Kepolisian, tapi yang terbaik adalah yang memiliki latar belakang pengetahuan Reserse, memiliki latar belakang pengetahuan narkotika. Tetapi, itu hanya harapan, terserah pada user-nya atau pada pemerintah," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu lalu, 7 Februari 2018.
Bambang menuturkan, baik dari instansi Polri atau TNI keduanya sama baik. Tetapi, tetap harus dilihat berdasarkan pengalaman. Misalnya, polisi sudah menguasai hukum pidana.
"Kemudian, biasanya ahli atau sudah biasa di bidang reserse," tutur dia.
Pernyataan yang sama disampaikan politisi PDIP yang juga anggota Komisi III, Masinton Pasaribu. Dia menuturkan, sosok yang punya latar belakang dan pengalaman tugas di Kepolisian maupun BNN dalam menindak dan memberantas narkoba serta layak meneruskan kepemimpinan Budi Waseso adalah Arman Depari.
(Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari).
Lantas, bagaimana tanggapan Arman?
Ditemui di kantor BNN, Rabu 28 Februari 2018, Arman awalnya tidak bersedia menjawab saat ditanyakan mengenai persoalan tersebut. Namun, kemudian dia memberikan jawaban.
"Serahin sama di atas. Tanya yang di atas aja ya," kata Arman sembari tersenyum.
Dari rekam jejak karir di Kepolisian, kapasitas Arman dalam melakukan pemberantasan narkoba memang tidak diragukan. Dia pernah menjabat sebagai Dir Narkoba Polda Metro Jaya pada 2006, kemudian Direktur IV/ Narkoba Mabes Polri dari tahun 2009 hingga 2014, dan dikenal berpengalaman di bidang reserse.
Arman yang merupakan lulusan Akpol 1985 itu pernah mengemban tugas sebagai Kapolda Kepulauan Riau pada 2014-2016. Hingga saat ini, pria kelahiran Berastagi, Karo, Sumatera Utara, 1 Agustus 1962, tersebut dipercaya sebagai Deputi Bidang Pemberantasan BNN.
Siapa pun pengganti Buwas, perlu diingat bahwa Indonesia saat ini tengah dalam situasi darurat narkoba. Seperti apa yang disampaikan Jokowi setahun lalu pada acara puncak Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Jokowi mengatakan darurat narkoba di Indonesia sudah semakin parah. Konsumsi barang haram itu ditemukan di banyak orang, mulai dari desa, sampai kota. Dari orang dewasa, anak di bawah usia, hingga siswa Taman Kanak-kanak (TK) pernah ditemukan mengkonsumsi Narkoba.
Menurutnya, 40 sampai 50 persen generasi muda, mati karena narkoba. Angka itu setara dengan 5,1 juta jiwa.
Karena itu, Jokowi meminta sinergi semua pihak, tak hanya aparat penegak hukum, Pemerintah Daerah, Lembaga pemerintahan, Kementerian, hingga universitas dan seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi melawan peredaran dan konsumsi Narkoba.
"Kejar mereka (pengedar narkoba), hajar mereka, hantam mereka," tegas Jokowi.
Bahkan, bila saja aturan undang-undang memperbolehkan, Jokowi ingin aparat menembak mati pengedar narkoba di tempat. Sayangnya, hukum di Indonesia tidak memperbolehkan pemberantasan peredaran narkoba dengan cara itu.
"Kalau undang-undang memperbolehkan, 'dor' mereka. Untungnya undang-undang tidak memperbolehkan itu. Kalau memperbolehkan, akan saya perintahkan langsung kepada Kepala Polri dan Kepala BNN."
(Salah satu terpidana narkoba yang dieksekusi mati, Freddy Budiman, pada 2016).
Sebagai catatan, selama masa pemerintahan Jokowi, sudah tiga kali dilakukan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkotika. Jilid I (18 Januari 2015) berjumlah enam orang, jilid II (29 April 2015) berjumlah delapan orang dan jilid III empat orang. Total 18 orang.
Menurut data Komnas HAM, jumlah itu lebih banyak dibandingkan era Susilo Bambang Yudhoyono, yakni selama sepuluh tahun 2004-2009 dan 2009-2014, hanya 16 orang terpidana kasus narkotika dan terorisme yang dieksekusi. (asp)