Saat Aturan Pemerintah Tumbang oleh Suara Rakyat
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA – Akhir 2016, pemerintah menerbitkan peraturan nomor 60 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Peraturan tersebut mulai diterbitkan pada awal Januari 2017, dan langsung menuai reaksi dari masyarakat.
Penyebabnya, ada beberapa aturan yang dianggap memberatkan para pemilik kendaraan. Salah satunya mengenai adanya biaya pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK.
Dalam PP tersebut, biaya pengesahan dimasukkan dalam kategori BNPB. Angka yang dipatok yakni Rp25 ribu untuk sepeda motor dan Rp50 ribu untuk mobil.
Artinya, para pemilik kendaraan yang ingin melakukan pembayaran pajak tahunan atau pun lima tahunan, tentu akan mendapatkan biaya tambahan.
Kepala Subdit Registrasi dan Identifikasi Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Iwan Saktiadi merinci, kenaikan tarif tidak akan berpengaruh tinggi terhadap naiknya pajak kendaraan.
"Soalnya ini kan PNBP, tidak ada kaitannya dengan pajak kendaraan, tapi masalah dengan penerimaan negara non pajak," katanya kepada VIVA.
Meski pungutan itu dilakukan oleh Polri, namun Iwan mengaku tidak mengetahui mau dialokasikan ke mana hasil tarif tambahan pengurusan surat-surat kendaraan bermotor itu.
"Kami hanya melaksanakan. Kalau digunakan untuk apa, itu wilayahnya pemerintah. Apakah infrastruktur atau alutsista, kami belum tahu. Intinya,kami hanya memungut biayanya saja," kata dia.
Beberapa hari setelah PP Nomor 60 Tahun 2016 diberlakukan, seorang warga Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur melalui beberapa pengacaranya melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung RI.
Intinya, penggugat bernama Noval Ibrohim Salim itu meminta agar penerapan tarif baru penerbitan STNK, biaya pengesahan STNK dan penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor atau BPKB dibatalkan.
Salah satu alasannya, biaya pengesahan STNK yang tergolong dalam PNBP dianggap sebagai pungutan ganda. Sebab, pemilik kendaraan telah dikenakan PNBP untuk pembuatan STNK.
Selain itu, biaya pengesahan dianggap tidak dikenal di dalam Lampiran II A Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP.
Setelah melewati proses panjang, akhirnya MA mengabulkan sebagian dari gugatan tersebut. Berdasarkan dokumen yang diunggah MA melalui laman resmi mereka, hasil putusan sidang dituangkan ke dalam Putusan Nomor 12 P/HUM/2017.
Meski ada tiga pasal yang digugat, namun MA hanya mengabulkan satu saja, yakni mengenai biaya pengesahan STNK.
Dalam putusan disebut, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang jenis dan tarif atas PNBP yang berlaku pada Polri bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan.
PP itu dianggap bertentangan dengan Pasal 73 ayat 5 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. Keputusan itu juga meminta Presiden RI untuk segera mencabut aturan pada lampiran tersebut.
Hasil putusan MA itu tentu berkaitan langsung dengan kegiatan pengurusan surat-surat kendaraan di Polri. Kepala Korlantas Polri, Irjen Pol Royke Lumowa, mengatakan, pihaknya menunggu keputusan resmi dari pemerintah.
Meski sudah ada putusan dari MA, institusinya tak bisa serta merta menghapus tarif pengesahan STNK yang telah ditetapkan.
"Kan enggak bisa serta merta (aturan pengesahan STNK dihapus). Harus tunggu pencabutan oleh pemerintah," kata Royke saat dihubungi VIVA di Jakarta, Kamis 22 Februari 2018.
Penghapusan tarif pengesahan STNK harus menunggu putusan pemangku kepentingan, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, dan instansi lainnya.
"Ujung tombaknya Kementerian Keuangan. Jadi, ya tergantung instansi-instansi ini," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang warga yang diwawancarai VIVA, Ridwan mengaku, penghapusan biaya pengesahan STNK tidak terlalu berpengaruh pada besar uang yang ia harus keluarkan setiap tahun untuk membayar pajak kendaraan.
“Biasanya bayar pajak mobil Rp2 jutaan. Berkurang Rp50 ribu ya enggak ngaruh banyak,” tutur Ridwan.
Kecilnya dampak yang ditimbulkan dari penghapusan biaya pengesahan STNK tidak hanya dirasakan konsumen, namun juga penjualan mobil.
Vice President Corporate Communication BMW Group Indonesia, Jodie O'Tania mengatakan, meski pihaknya mendukung keputusan terbaik untuk konsumen, namun ia mengakui dampak dari keputusan itu tidak besar.
"Pasti ada pengaruh, tapi pasti kecil sekali. Karena, orang yang beli sudah punya pengalaman dengan merek itu sendiri. Kemudian fungsionalitas sesuai, jadi mereka mau (beli),” ungkap Jodie kepada VIVA, Kamis 22 Februari 2018.