Viral Surat Penundaan Pilkada 2020 karena Corona, Cek Faktanya
- Istimewa
VIVA – Beredar di media sosial, surat kesepakatan penundaan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 lantaran pandemi Corona COVID-19. Surat itu kesepakatan antara DPR, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu.
Terkait itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menegaskan surat tersebut tak benar alias hoax. "Hoax itu," kata Doli saat dikonfirmasi VIVA, Senin, 21 September 2020.
Doli menegaskan surat tersebut adalah hasil rapat kerja atau raker pada Maret 2020. Ia menekankan belum ada penundaan terkait Pilkada 2020.
"Itu keputusan raket Maret lalu," sebut Wakil Ketua Umum Golkar itu.
Pun, ia memberikan surat asli yang tampaknya diedit dan sengaja diviralkan seolah-olah jadi keputusan resmi pemerintah dan DPR terkait penundaan Pilkada 2020. Padahal, tidak demikian.
Baca Juga: Jokowi Tidak Mungkin Tunda Pilkada hingga Pandemi Corona Berakhir
Sementara, di surat asli, beberapa poin itu merupakan kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, KPU, Bawaslu, hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Raker tersebut digelar pada Senin, 30 Maret 2020.
Doli menambahkan, raker antara Komisi II DPR dengan pemerintah dan KPU yang digelar pada Senin hari ini belum selesai atau masih berlangsung. Raker tersebut juga membahas kelanjutan Pilkada 2020.
Beredar sebelumnya surat penundaan Pilkada 2020 karena pandemi Corona heboh di media sosial. Surat itu ditandatangani Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Mendagri Tito Karnavian, Ketua KPU Arief Budiman, dan Ketua Bawaslu Abhan, dan Ketua DKPP, Muhammad.
Dalam surat itu, ada salah satu poin karena pandemi belum terkendali maka disetujui penundaan Pilkada 2020 demi keselamatan masyarakat. Kemudian, poin lain yaitu pilkada lanjutan akan dilaksanakan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR.
Lalu, ada juga hasil kesimpulan Komisi II DPR meminta pemerintah untuk menyiapkan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Selanjutnya, poin Komisi II DPR meminta para kepala daerah yang akan menghelat pilkada untuk merealokasikan dana yang belum terpakai untuk penanganan pandemi COVID-19. (ren)