Bawaslu Sulteng: 4 Penentu Cegah Pelanggaran Etik Pemilu
VIVA – Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah Ruslan Husen mengemukakan terdapat empat aspek yang menjadi penentu dalam pencegahan pelanggaran etik penyelenggara pemilu/pilkada.
"Pencegahan pelanggaran kode etik di jajaran penyelenggara pemilihan umum (pemilu) dalam kontestasi pemilihan kepala daerah sangat ditentukan empat aspek yang saling terkait satu dengan lainnya," ucap Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Sulteng Ruslan Husen di Palu, Sabtu (31/10).
Menurut Ruslan, aspek pencegahan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tersebut, terilhami dari sumpah yang diikrarkan saat terpilih, diangkat, dan dilantik sebagai penyelenggara pemilu.
Aspek pertama, menyangkut dengan bentuk pelanggaran. Menurut Ruslan, bentuk pelanggaran etika yang terjadi di jajaran penyelenggara pemilu tidak melihat lamanya masa kerja, tingkat usia, dan jenjang pendidikan dari masing-masing.
“Mereka semua bisa diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etika, sehingga perlu sikap dan tindakan yang selalu disandarkan pada wewenang, prosedur, dan substansi penyelenggaraan,” ungkapnya.
BACA JUGA: KPU Sulteng Perlu 44.100 Petugas KPPS dan Linmas 12.600 Orang
Aspek kedua, berkaitan dengan mekanisme pencegahan pelanggaran. Ia menerangkan, mekanisme pencegahan pelanggaran harusnya lahir dari sisi internal organisasi penyelenggara pemilu.
“Khusus di Bawaslu, divisi yang membidangi SDM dan hukum sejatinya memegang kendali pencegahan pelanggaran etika,” harapnya.
Menurutnya, khusus divisi hukum tidak semata-mata memberikan analisis hukum terhadap masalah dan isu, melainkan lebih pada kegiatan pencegahan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Kemudian aspek ketiga, Ia sebutkan, sumber daya manusia. Keberadaan sumber daya manusia penyelenggara untuk saling ingat-mengingatkan tidak melakukan pelanggaran, dan meningkatkan aspek profesionalitas kerja dalam melaksanakan tugas dan kewenangan.
“Seseorang penyelenggara yang terpercaya bukan hanya harus berlaku jujur, tetapi juga dapat diandalkan hasil kinerjanya,” sebutnya.
Terakhir, aspek keempat, kepemimpinan. Tingkat kontrol kepemimpinan harus bekerja dengan baik sebagai bagian pencegahan, memastikan setiap struktur berkontribusi dalam pencegahan pelanggaran.
“Pemimpin harus mempunyai sinyal pencegahan pelanggaran dan pandu berjalannya organisasi sesuai tugas dan kewenangan atribusi dari Undang-Undang,” katanya.
Menurut dia, baik dan buruknya integritas penyelenggara dapat memengaruhi tingkat legitimasi dan penerimaan publik terhadap hasil pemilihan kepala daerah hingga mempengaruhi laju demokratisasi di daerah.
Bekerja sebagai penyelenggara pemilu, katanya, bukan semata-mata pertanggungjawaban kepada manusia dan kinerja instansi saja, tetapi lebih tinggi derajatnya yakni pertanggungjawaban kepada Tuhan Pencipta.(ant)