20 Anggota Penyelenggara Pemilu Diberhentikan

Gedung KPU (Komisi Pemilihan Umum)
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Sebanyak 20 orang penyelenggara pemilihan umum, yakni anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), diberhentikan karena melanggar kode etik.  Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan selama tahun 2020 Bawaslu telah memberhentikan 20 anggota KPU ad hoc yang terbukti melanggar kode etik.

Selain itu Bawaslu juga menjatuhkan sankis peringatan pada 23 penyelenggara, sanksi peringatan keras pada 7 penyelenggara dan rehabilitasi serta pembinaan pada 52 Penyelenggara. 

“Ternyata di lapangan masih banyak penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Tahun ini kami menangani 113 kasus. 102 terbukti dan 11 tidak terbukti,” kata Bagja, Kamis 5 November 2020.

Baca juga: Atasi Banjir di Medan, Cawalkot Akhyar Nasution Tawarkan Solusi Ini

Bagja memaparkan, jenis pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tersebut beragam. Ia merincinya, 45 kasus melanggar netralitas, 44 kasus melanggar profesionalitas, 7 kasus melanggar prinsip lainnya dan 6 kasus melanggar sumpah janji.

“Beragam pelanggaran tersebut harus menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu agar tidak mengulangi atau melakukan hal-hal yang tidak dibolehkan oleh aturan main,” ujarnya.

Bagja menambahkan, selama 2020 Bawaslu telah melakukan penanganan pelanggaran etik ad hoc di beberapa provinsi. Diantaranya, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) paling banyak, terdapat 18 pelanggaran. Disusul Gorontalo 16, Maluku Utara dan Jawa Timur 13 kasus.

Penanganan pelanggaran etik pengawas ad hoc ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. 

Dalam pasal itu, Bawaslu kabupaten/kota melakukan penanganan terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan pengawas ad hoc.

"Pemberian beragam sanksi kepada penyelenggara pemilu memiliki bermacam tujuan. Teguran tertulis untuk mendidik penyelenggara pemilu. Pemberhentian sementara untuk menyelamatkan proses tahapan pemilu. Sedangkan pemberhentian tetap dari jabatan sebagai cara untuk memperbaiki tata kelola institusi penyelenggara pemilu," katanya. (ren)