Sekecil Apa pun Salah KPU Tak Cukup Minta Maaf, Harus Diproses Hukum
- ANTARA FOTO/Ampelsa
VIVA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan sejumlah pemungutan suara ulang di berbagai wilayah dan luar negeri. Proses Pemilu 2019 dinilai sarat masalah karena diduga banyak kecurangan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional, Ismail Rumadan, mengingatkan asas dasar pelaksanaan pemilu, yakni jujur dan adil atau jurdil. Ia menekankan, prinsip tersebut harus menjadi landasan para penyelenggara guna menjamin suara masing-masing orang dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Ismail pun mengkritisi terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut pada Pemilu 17 April lalu.
"Jurdil, tampak dari pemilu kemarin banyak masalah, kesalahan, kecurangan. Menurut saya masih jauh dari kata jurdil pemilu kali ini," kata Ismail di Jakarta, Senin, 22 April 2019
Dia menambahkan, sebagai pelaksana, ada tanggung jawab moral dan hukum yang melekat pada para penyelenggara pemilu. Karena itu, ia mengingatkan, jika terdapat kesalahan, KPU tak cukup hanya melontarkan permintaan maaf ke publik.
"Sekecil apa pun, sengaja atau tidak disengaja, harus diselesaikan secara hukum. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf saja," ujarnya.
Kemudian, ia menyinggung dalam pemilu bukan hanya persoalan menang atau kalah. Namun, tujuan utama dari terselenggaranya pemilu karena pemenang sebenarnya ialah rakyat. Sementara, perlu ada pertanggungjawaban hukum yang dilakukan untuk menjaga marwah demokrasi.
"Karena ini menyangkut marwah demokrasi kita. Bagaimana mewujudkan pemilu yang jurdil," ujarnya.
Sebelumnya, tak hanya di luar negeri seperti Malaysia, Bawaslu merekomendasikan pemungutan suara ulang di 103 tempat pemungutan suara atau TPS di Sumatera Barat, 20 TPS di Jawa Tengah, 112 TPS di Riau dan beberapa tempat lainnya.
Adapun dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menemukan 1.261 laporan kecurangan pada Pemilu 2019. (ase)