Banyak KPPS Meninggal Dunia, Golkar Minta Pemilu Serentak Dievaluasi
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 di Jawa Barat menewaskan 10 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) diduga akibat serangan jantung, kelelahan hingga stres karena durasi pelaksanaan teknis memakan waktu ekstra.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyatakan, pelaksanaan pemilu serentak harus dievaluasi.
"Banyaknya petugas KPPS yang meninggal membutuhkan penyikapan yang serius dari pemerintah. Setelah proses Pemilu selesai ini harus dievaluasi segera pemerintah," ujar Dedi, Jumat malam, 19 April 2019.
Dedi menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 tidak hanya melelahkan petugas KPPS, melainkan semua pihak yang mengharuskan siaga selama 24 jam mengawal logistik Pilpres maupun Pileg. "Ini pemilu paling melelahkan, memakan waktu dari pagi hingga malam," katanya.
Selain petugas KPPS, lanjut Dedi, Pemilu 2019 juga memberikan dampak tekanan psikologis kepada tim sukses. "Tekanan psikologisnya jadi beragam, harus ngurus Pilpres terus legislatif. Konsentrasi bisa terpecah. Pemilu harus dibuat serileks mungkin bagi seluruh pihak," katanya.
Sebelumnya, Ketua KPU Jawa Barat, Rifqi Ali Mubarok menjelaskan, petugas KPPS yang meninggal berasal dari lima daerah yaitu Pangandaran, Garut, Tasikmalaya, Purwakarta dan Ciamis.
"Kami atas nama KPU Provinsi Jawa Barat mengucapkan bela sungkawa, semoga almarhum mendapat balasan setimpal, mudah - mudahan khusnul khotimah mereka bertugas mengawal pemilu ini berjalan baik," ujar Rifqi di Bandung Jawa Barat.
Para petugas KPPS ini meninggal dunia karena faktor kelelahan dan stres saat mengalami situasi teknis dalam persiapan pemungutan suara. "Sejauh ini ada 10 orang petugas KPPS yang meninggal dunia. Ada yang serangan jantung karena faktor kelelahan, ada juga yang meninggal setelah menerima laporan kekurangan surat suara mungkin stres, ada juga faktor kelelahan," katanya. (mus)