Pemilu Berbarengan Semana Santa, Banyak Peziarah Tidak Mencoblos
- bbc
Pelaksanaan pemilu serentak di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), disebut "berjalan maksimal dan aman" di tengah kekhawatiran pemilu yang digelar berbarengan dengan tradisi Semana Santa akan menurunkan partisipasi pemilih.
Puluhan remaja melakukan tradisi aksi bunyi-bunyian dengan menyeret seng dan memukul tiang listrik di depan Kapela Tuan Ana hingga ke depan Kapel Tuan Ma di Larantuka, pada Rabu (17/04) malam.
Tampak orang dewasa dan anak-anak berkumpul di depan pintu gerbang kapel, kemudian membunyikan lembaran seng bermacam ukuran yang sudah mereka siapkan dari rumah.
Beberapa jam sebelumnya, pemungutan suara di Larantuka baru saja selesai.
Sayangnya, banyak umat Katolik dari luar daerah yang melakukan ziarah Semana Santa tidak dapat mencoblos karena tidak memiliki formulir A5.
Salah satu dari mereka adalah Diana, seorang mahasiswa yang berkunjung bersama rombongan teman-teman kampusnya di Kupang.
Dia baru saja tiba di Pelabuhan Weibalun di Larantuka pada Rabu (17/04), bertepatan dengan hari pemungutan suara pemilu serentak. Namun sayangnya, dia tidak bisa menggunakan hak pilih karena tidak memiliki formulir pindah TPS atau A5.
"Tidak ada pemberitahuan tentang pengurusan itu. Jadi hanya diminta data untuk KTP elektronik, itu saja," ujar Diana ketika ditemui di sela tradisi Rabu Trewa, Rabu (17/04) malam.
Bupati Flores Timur, Antonius Hubertus Gege Hadjon, sebelumnya mengatakan meski pemilu "berjalan maksimal dan aman," banyak umat Katolik yang melakukan ziarah Semana Santa tidak dapat mencoblos karena tidak memiliki formulir A-5.
"Mereka datang ke TPS tetapi mereka tidak diizinkan untuk memilih. Ini konsekuensi logis karena pemilu yang bertepatan dengan tradisi Semana Santa," ujar Anton.
Kedatangan pemilih dari luar daerah yang kemudian ingin menggunakan hak suaranya di Larantuka, dipandang Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Flores Timur, Kornelus Arung, justru "membuat gaduh" pelaksanaan pemilu.
"Mereka kaum peziarah yang datang, maupun kita yang di sini berpotensi untuk bikin gaduh terkait dengan menggunakan hak pilih dengan E-KTP," kata dia.
Penggunaan E-KTP, menurut Kornel, diperbolehkan sepanjang pemilih tersebut belum terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) mana pun. Hingga Rabu malam, peziarah dari berbagai daerah mulai membanjiri Larantuka.
Ibadah yang terusik
Tempat pemungutan suara (TPS) di Kelurahan Lokea, Larantuka, tampak sepi meski waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 WIT. Ternyata, banyak warga yang urung menggunakan hak pilihnya karena mengikuti proses ibadah.
Salah satunya, Maria Mince Fernandez Aikoli, yang belum sempat ke TPS lantaran disibukkan dengan ritual mengaji Semana Santa di Kapela Tuan Ma, salah satu tempat sentral dalam ritual Semana Santa.
Mince yang juga merupakan panitia Semana Santa awalnya berpikir bahwa karena pelaksanaan pemilu serentak yang berbarengan dengan tradisi Paskah, membuat jumlah peziarah yang datang akan berkurang.
"Tapi ternyata tidak mengurangi peziarah yang datang. Karena peziarah banyak saya usulkan pelaksanaan ditunda karena memang mengganggu dan saya rasa banyak yang golput," ujar Mince.
Merespons tambahan pemilih dari luar daerah, Ketua KPU Flores Timur, Kornelius Arung, mengaku tidak mempersiapkan surat suara tambahan selain dari yang ditetapkan dari KPU pusat.
Sementara jumlah DPT di Flores Timur mencapai 158.680 orang, dengan jumlah pemilih di Larantuka sekitar 23.000 orang.
Untuk mengurangi potensi partisipasi pemilih yang rendah, KPU Flores Timur sudah melakukan berbagai upaya untuk mengajak warga yang sekaligus umat Katolik untuk menggunakan hak pilihnya, termasuk melalui imbauan di gereja.
Kornelis Arung optimistis partisipasi pemilih di Larantuka akan mencapai target nasional, yakni 77,5 persen.
"Kami optimis kami bisa capai target itu karena relatif daftar pemilih kita lebih bersih dari pemilu-pemilu sebelumnya," ujar Kornel.
Dua tugas mulia
Emanuel Dionisius Diaz adalah anggota Confraria da Rainha Rosari, sebuah persekutuan umat Katolik beranggotakan para lelaki kepala keluarga yang membawakan doa pembukaan kegiatan prosesi pekan suci Paskah, yang oleh orang Larantuka sebut sebagai Semana Santa.
Namun, dia terpaksa absen dari tugasnya sebagai muji yang menyanyikan puji-pujian pada perayaan Rabu Trewa di Gereja Kathedral Rainha Rosari, karena di hari yang sama, dia bertugas sebagi panitia pengawas pemungutan suara di Kelurahan Lokea, Larantuka.
Meski mengaku berat hati meninggalkan tugasnya dalam ritual tradisi yang sudah berjalan selama berabad-abad itu, dia menyebut tugas menjadi panitia pengawasan sama mulianya dengan menjadi muji.
"Memang berat, karena sudah belasan tahun masuk menjadi confraria tiba-tiba harus istirahat satu hari pada saat Rabu Trewa memang terasa berat, tapi karena tugas sebagai penyelanggara mau tidak mau saya harus jalani," ujar pria yang akrab disapa Nisman ini.
"Karena bagi saya, dua momen ini sama-sama penting. Satu gereja, satu untuk bangsa dan negara," imbuhnya.
Menjadi anggota confraria memberi makna tersendiri bagi Nisman. Pasalnya, dia merasa menjadi pengabdi dan menjadi laskar dari prosesi tradisi Semana Santa.
Namun, dorongan untuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan negara, membuatnya mengajukan diri sebagai panitia pengawas pemilu, PPS.
"Dilema juga pada waktu itu. Apakah saya harus mengundurkan diri dari PPS atau tetap lanjut. Tapi tidak sepenuhnya saya meninggalkan confraria, hanya hari Rabu itu saja," kata dia.
Rabu Trewa merupakan tradisi mengenang sejarah saat-saat ditangkap dan diaraknya Yesus sebelum kemudian disalib. Pada hari ini, umat Katolik Larantuka pada saat Rabu trewa mengikuti misa keagamaan atau ibadah lamentasi.
Usai melakukan lamentasi, warga Larantuka melakoni aksi trewa, atau melakukan bunyi-bunyian dengan menyeret seng dan memukul tiang listrik di Kapela Tuan Ana hingga depan Kapel Tuan Ma, sebagai tanda masuk masa perkabungan selama Tri Hari Suci Paskah.
Rekapitulasi ditunda hingga 22 April
Komisioner Bawaslu NTT, Jemris Fointuna, mengatakan hasil penghitungan suara akan dibawa ke kecamatan untuk direkapitulasi pada 22 April, atau lima hari setelah pemungutan suara.
Dia memastikan, pengawasan terhadap hasil penghitungan suara itu tetap dilakukan.
"Disimpan di kantor kecamatan dan kami sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan pengamanan yang ekstra karena berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan dokumen negara yang disimpan di kantor camat," jelas Jemris.
Menurut dia, rekapitulasi yang ditunda tak membuka potensi kecurangan.
Pasalnya, ketika proses penghitungan suara, masyarakat sudah tahu calon mana yang terpilih karena semua dokumen C-1 diberikan akses kepada masyarakat untuk diambil fotonya atau video.
"Itu bisa disebarluaskan kepada masyarakat agar melakukan pengawasan bersama agar perolehan hasilnya tetap konsisten dari TPS sampai jenjang di atasnya," ujarnya.
Jemris Fointuna mengatakan ini merupakan kali kedua pelaksanaan pemilu bebarengan dengan perayaan Semana Santa.
Pada tahun 2009 lalu, pemilu legislatif jatuh pada Kamis Putih, atau sehari menjelang pelaksaan puncak Semana Santa, Jumat Agung. Pada saat itu, pelaksanaan pemungutan suara ditunda setelah berakhirnya pekan suci Paskah. Sayangnya, kali ini tidak.
"Waktu itu hanya selisih satu hari dan tidak berlangsung serentak seperti pemilu sekarang. Jadi 2009 di Flores Timur dan Lembata prosesnya ditunda karena dua daerah itu memang menghargai Semana Santa sebagai pekan suci," ungkapnya.
Jemris menegaskan Bawaslu fokus untuk memastikan proses pemilu di Flores Timur tidak mengganggu umat yang melakukan ibadah, dan semua proses yang terjadi di TPS mulai dari proses pembukaan TPS, pemungutan suara dan penghitungan suara bisa berjalan sesuai aturan yang berlaku.