Divonis Langgar UU, Ganjar: Wong Nyidang Belum Kok, Bawaslu Offside

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Muhammad Yasir (Makassar)

VIVA – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut, putusan Badan Pengawas Pemilu telah melebihi batas kewenangannya dalam memutus perkara. Ganjar merespon ini pasca Bawaslu memvonis politikus PDIP itu beserta 31 kepala daerah melanggar etika Undang-Undang Pemerintah Daerah terkait dukungan kepada capres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Logikanya simpel saja. Kalau saya melanggar etika siapa yang berhak menentukan saya melanggar? Apakah Bawaslu, wong itu bukan kewenangannya," kata Ganjar di Semarang, Minggu malam, 24 Februari 2019.

Ganjar tak menampik kekecewaannya terkait putusuan Bawaslu itu. Apalagi jika menilik UU Pemilu, Bawaslu  tak menemukan satu pun pelanggaran yang dilakukan kepala daerah dalam deklarasi dukungan Jokowi-Ma'ruf di Hotel Alila, Solo pada 26 Januari 2019 lalu.
 
Namun, justru Bawaslu membuat kontroversi baru dengan menengok UU Pemerintah Daerah yang tidak jadi kewenangannya. Ganjar menegaskan, Bawaslu telah offside karena putusan pelanggaran etika terkait UU Pemda bukan kewenangan Bawaslu, namun Kementerian Dalam Negeri.

"Lok sampeyan (Bawaslu) sudah menghukum saya. Wong nyidang saya belum kok. Ya terpaksa saya menganalisis sendiri karena semua orang bertanya, seolah-olah hari ini saya ini melanggar. Hari ini Bawaslu offside," tutur Ganjar.

Ganjar mengaku telah memberi penjelasan terkait hal itu serta diamini oleh Bawaslu Jateng. Jika wewenang Bawaslu itu hanya mengklarifikasi atau menguji pelanggaran Pemilu, menurut Ganjar, cukup berhenti di situ.

Namun, sebaliknya jika Bawaslu menemukan hal lain yang tidak jadi kewenangannya, maka hal itu tidak patut disampaikan. Apalagi sampai memutus sebuah pelanggaran yang diumumkan dan konsumsi oleh publik.

Menurutnya, peran dirinya dan para bupati wali kota dalam acara dukungan itu bukanlah sebagai kepala daerah namun kader. Kalau Bawaslu memutus tidak melanggar, semestinya harus berhenti di situ.

Ganjar mengatakan sama sekali belum menerima draft hasil pleno Bawaslu. Bahkan beberapa kali sudah berupaya untuk mendapatkan salinan draft itu, namun belum mendapat kepastian. Dia pun merasa sangat dirugikan dengan putusan Bawaslu tersebut.

"Karena ini menjadi diskursus di tingkat publik dan merugikan saya. Bawaslu profesional sedikit dong," imbuh Ganjar.  

Selain itu, Ganjar juga mempersoalkan bukti pemeriksaan Bawaslu, yaitu sebuah potongan video dari vlog pribadinya saat deklarasi bersama 31 kepala daerah. Menurut dia, pemotongan video tersebut tidak tepat yang akhirnya melahirkan multi tafsir.

"Tapi saya ingatkan Anda tidak punya kewenangan lho soal etika, karena soal etika kewenangannya ada di Kemendagri. Saya yakin saya tidak melanggar. Kita sudah memilih hari Sabtu, undangan tidak ada pada bupati tapi pribadi," jelas Ganjar.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Humas dan Antarlembaga Bawaslu Jateng Rofiuddin mengatakan, aturan yang dilanggar Ganjar bersama 31 kepala daerah bukanlah aturan kampanye. Melainkan netralitas sebagai kepala daerah sebagaimana Pasal 1 angka (3) dan Pasal 61 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Masuk pelanggaran hukum lainnya, dalam hal ini UU Pemda," kata Rofiuddin.

Indikasi pelanggaran terhadap UU tersebut terlihat dari temuan Bawaslu tekait pernyataan dalam rekaman video saat deklarasi berlangsung. Kutipan sebagaimana dalam video rekaman acara berbunyi, 'Ya sekarang saya dengan para kepala daerah, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota se-Jawa Tengah yang mendukung Pak Jokowi-Amin Ma'ruf, hari ini kita sepakat untuk mendukung Pak Jokowi-Amin Ma'ruf'.

Poin inti pelanggaran etika menurut Bawaslu ada di situ. Atas hal itu Bawaslu lalu menyerahkan temuan itu ke Kementerian Dalam Negeri. (mus)