Jokowi Harusnya Jawab Tantangan Strategi China, Bukan Bicara Genderuwo

Capres nomor urut 01 Jokowi bersama para pendukung di Hotel Asrilia Kota Bandung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adi Suparman

VIVA – Wilayah Indonesia saat ini masuk dalam strategi One Belt One Road (OBOR) yang merupakan gagasan dari pemimpin Cina, Xi Jinping. Konsep ini merupakan inisiasi strategi geopolitik China dengan pemanfaatan jalur transportasi dunia sebagai jalur perdagangan di kawasan Eurasia.

Gagasan OBOR ini merupakan wujud untuk meningkatkan kesejahteraan dan modernisasi China pada tahun 2020, melalui peningkatan sektor perdagangan dengan penyediaan fasilitas infrastruktur yang memadai, baik infrastruktur transportasi darat maupun laut di seluruh kawasan (wilayah).

"China menempatkan Indonesia dalam bagian gagasan OBOR tersebut. Berupa konektivitas China dengan Asia Tenggara (termasuk Indonesia di dalamnya), dengan Asia Selatan dan Samudera Hindia," ujar Jubir Badan BPN Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara, Minggu, 11 November 2018.

Menurutnya, hal-hal seperti ini yang harus menjadi perhatian dari Presiden Jokowi. Dia meminta Jokowi lebih bersiap dengan strategi global. Bukan malah menimbulkan polemik baru dengan istilah sontoloyo dan genderuwo.

Menurut Suhendra, sangat disayangkan jika Presiden hanya berkutat pada diksi-diksi seperti 'sontoloyo' dan 'genderuwo' dalam beberapa kesempatan. Dan hal inilah yang malah menciptakan suasana saling mencurigai sesama bangsa sendiri.

"Tentu Presiden tidak bermaksud menyamakan para pengkritik atau pihak yang dimaksud sebagai genderuwo. Namun karena kata ini telah terucap dari seorang kepala negara, mau tidak mau, pasti berimplikasi luas. Hal inilah yang patut disayangkan," kata Suhendra.

Kata Suhendra, ilustrasi dan narasi atas sikap serta langkah politik pemimpin China sudah selayaknya menjadi rujukan atas sikap-sikap politik pemimpin negeri ini.

"Bukan terjebak pada diksi-diksi yang tidak memberikan kontribusi positif atas demokrasi dan kemajuan bangsa. Jawab saja tantangan global saat ini dengan program-program dan gagasan seperti optimalisasi konsep Tol Laut yang masih jauh dari harapan dan target," katanya.

Ma'ruf Diminta Jaga Perasaan Difabel

Sementara itu, pernyataan cawapres KH Ma'ruf Amin bahwa hanya orang buta dan budek yang tidak bisa melihat prestasi Joko Widodo selama memimpin sangat disayangkan juru cicara capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade.

Menurutnya, ada kata yang lebih halus untuk mengungkapkan hal tersebut. Pasalnya, penggunaan kata buta dan budek bisa menyinggung penyandang tuna netra dan tuna rungu.

"Saya harap Pak Kiai Ma'ruf bisa lebih bijak lagi, lebih baik menggunakan kata difabel atau disabilitas. Kita harus menjaga perasaan teman-teman tuna netra dan tuna rungu," kata Andre dalam keterangannya, Minggu, 11 November 2018.

Politisi Partai Gerindra ini menambahkan, justru banyak janji Jokowi juga selama ini yang belum ditepati hingga masuk tahun terakhir masa pemerintahannya.

"Ekonomi apa kabarnya, impor, utang, harga kebutuhan pokok yang terus meroket, tidak adanya lapangan kerja," ujar Andre.

Andre berharap dengan segala hormat, sebagai ulama sepuh Ma'ruf Amin bisa mendinginkan tensi politik dengan memberikan edukasi-edukasi yang baik terhadap masyarakat.

"Pak Kiai Ma'ruf yang sangat kita hormati, mari kita sama-sama jaga kondusifitas Pilpres 2019 ini," katanya.