Koalisi vs Oposisi: Perebutan Jatah Kursi Menteri di Kabinet Jokowi
- dw
Kursi menteri di Kabinet Kerja Jilid 2 menjadi ajang perebutan kekuasaan di pemerintahan. Bukan hanya oleh partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja, melainkan juga partai oposisi.
Banyak kalangan yang menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut pada Presiden Joko Widodo karena penentuan posisi menteri di kabinet adalah hak khusus yang dimiliki oleh presiden.
"Golkar selalu mengatakan bahwa ini (kursi menteri) adalah hak prerogatif Pak Presiden," ujar Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman Republika. Airlangga mengaku tidak mempersoalkan jumlah kursi menteri yang diterima partai beringin. Kata Airlangga, yang terpenting Partai Golkar sudah menyiapkan kader terbaik untuk dipilih Jokowi sebagai pembantu Jokowi di Kabinet Kerja jilid 2.
PDIP kursi terbanyak
Dalam Kongres PDIP di Bali Agustus lalu, Ketua Umum PDIP Megawati memberikan pernyataan terbuka yang cukup gamblang mengenai kursi menteri dalam kabinet periode ke-2 Jokowi. "Ini di dalam kongres partai, Bapak Presiden, saya meminta dengan hormat bahwa PDIP akan masuk dalam kabinet dengan jumlah menteri harus terbanyak," kata Megawati, seperti dikutip dari Detik.
Jokowi langsung menjawab permintaan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengenai jumlah menteri dari Partai Banteng yang harus terbanyak. Jokowi, yang juga kader PDIP, menjamin partainya akan mendapatkan porsi terbesar di kabinet. "Yang jelas, PDIP pasti yang terbanyak. Itu jaminan saya," sambung Jokowi.
Menanggapi hal ini, politikus PDIP, Masinton Pasaribu, menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo. "Kursi Menteri itu kewenangan Presiden," ujarnya melalui pesan singkat.
Nasdem tidak minta jatah?
Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, menyebut permintaan terang-terangan PDIP itu adalah hal yang wajar. Namun, Nasdem tidak meminta jatah menteri ke Jokowi. Paloh menyerahkan soal pemilihan menteri yang duduk di kabinet ke Presiden.
"Nasdem enggak ada minta-minta. Jadi saya harus lempang, enggak pernah kita minta-minta kursi itu. Tergantung Pak Presiden saja dia perlukan Nasdem boleh, enggak diperlukan juga enggak apa-apa," tutur Paloh seusai Kongres V PDIP di Bali, seperti dikutip dari Detik.
Kepada DW Indonesia, Sekretaris Jenderal Nasdem, Johnny G. Plate menyampaikan kritik kepada partai yang memaksa presiden menjalankan visi dan misi mereka.
"Ada partai-partai dari dulu menyebutkan, apalagi datang dari oposisi. Pak Prabowo atau Partai Gerindra (misalnya), wah kami kalau gabung kabinet dengan syarat, harus kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kedaulatan air. Partai Demokrat bilang, 14 syarat, eh diajak dikasih syarat. Sedangkan kami yang menjalankan visi misi Presiden enggak pernah pakai syarat-syarat sama Presiden, karena apa? Kami tahu visi misi yang di-endorse, yang disampaikan Pak Jokowi itu. Itulah yang harus diimplementasikan."
Selain itu, Johnny berharap bahwa Presiden Jokowi bisa menempatkan orang yang tepat dan memiliki kemampuan yang cocok untuk di kementerian. "Pak Jokowi lantik dulu, setelah dia dilantik baru dia umumin. Untuk mencari siapa-siapa, dia udah kenal semua orang di Jakarta ini. Tabiat seperti apa, kemampuan seperti apa, cocok apa enggak cocok dengan Pak Jokowi, dia sudah tahu."
Gerindra minta Prabowo jadi Menhan?
Dalam beberapa hari terakhir perbincangan posisi menteri di kabinet diramaikan dengan kabar dari Gerindra yang meminta jatah tiga kursi menteri di kabinet kerja jilid 2. Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono, menegaskan hal tersebut kepada wartawan.
"Ya sepertinya kita memang akan minta tiga posisi kementerian di pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, tapi semua itu bergantung dengan Presiden Joko Widodo yang punya hak menyusun kabinet," ungkap Poyuono, seperti dilansir dari Detik.
Menanggapi hal tersebut, PPP yang tergabung dalam koalisi Indonesia kerja tidak ambil pusing. "Kami saja koalisi belum tahu posnya di mana. Apalagi partai lain yang dulunya berseberangan gitu," kata Wasekjen PPP Achmad Baidowi (Awiek) di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Bahkan dikabarkan bahwa Gerindra meminta Ketua Umumnya, Prabowo Subianto, untuk menjadi Menteri Pertahanan. Dilansir oleh Merdeka, Jokowi dikabarkan menawarkan jabatan Dewan Pertimbangan Presiden untuk Prabowo Subianto, namun Gerindra tidak tertarik dengan tawaran itu.
Arief Poyuono mengatakan kepada DW Indonesia, bahwa nampaknya Prabowo tidak mungkin duduk di kursi kabinet.
"Alasannya kan dia Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum dan mantan Capres. Mungkin bisa kita sodorkan banyak dari kader-kader kita yang bisa jadi Menhan. Kalau Prabowo minta jadi Menhan saya gak tahu tuh siapa yang ngomong. Jadi banyak lah yang kita tawarkan. Sekarang kembali lagi ke pak Joko Widodo. Kalau pak Joko Widodo mau misalnya koalisi ya ini yang kita minta kalau gak mau ya enggak apa-apa," tegasnya.
Ia menambahkan, saat ini posisi partai Gerindra masih dalam pihak oposisi. Gerindra tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi, bila konsep-konsep yang ditawarkan partainya diterima oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
"Kalau enggak diterima ya berarti kan kita engak duduk di kementerian, di kabinet, ya buat apa kita koalisi? Malah ngerusak sendiri, mending kita oposisi. Nah sekarang persoalannya pak Joko Widodo ini mau berhasil enggak sampai 5 tahun," ujarnya.
Demokrat tidak ingin menyodorkan nama
Syarief Hasan, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, mengaku pihaknya belum tahu apakah Demokrat akan merapat ke pemerintahan. Namun, mereka tidak menutup kemungkinan jika kesempatan itu ada.
"Ya iya, ini kan mau bangun bangsa. Kita kan kebersamaan membangun bangsa, ... memikirkan rakyat. Jadi, kalau diajak untuk membangun bersama untuk kepentingan rakyat, ya tentu kita siap gitu," ujarnya saat dihubungi DW Indonesia.
Menanggapi pertanyaan apakah Demokrat menyiapkan kader untuk ditawarkan duduk di kementerian, Syarief mengatakan bahwa partainya tidak ingin mengambil langkah itu. "Kita tidak dalam posisi itu, kita dalam posisi menghargai apapun keputusan hak prerogatif presiden. Jadi, kita dalam posisi tidak menyodor-nyodorkan nama dan sebagainya. Dan presiden tahu siapa yang kira-kira bisa membantu dia dalam pemerintahan. Semuanya kita serahkan kepada beliau," ujarnya.
Meskipun begitu, Syarief menyatakan Demokrat siap untuk membantu Presiden jika ada permintaan dari Jokowi untuk mengisi posisi kabinet. Hal ini karena menurutnya Demokrat memiliki kader yang berkualitas berkat pengalaman sepuluh tahun berada di pemerintahan.
"Ya pastinya siap, kita sudah siap. Kami kan pengalaman 10 tahun memerintah ya kan. Kami kan banyak kader yang berkualitas gitu lho. Dan saya pikir Pak Presiden sudah tahu itu gitu lho," tugas Syarief.