Review: Mencari Kekurangan Toyota C-HR

Test drive Toyota C-HR.
Sumber :
  • VIVA/Jeffry Yanto

VIVA – Toyota Indonesia punya gacoan baru yang belum lama ini meluncur ke Tanah Air, yakni C-HR. Mobil berdesain agresif itu dijual Toyota dengan harga mulai Rp488 jutaan.

Walau dianggap beberapa kalangan masuk kategori mahal, tetapi Toyota punya alasan mengapa mobil yang diimpor utuh dari Thailand itu punya harga demikian.

Toyota rupanya menggunakan platform baru Toyota New Global Architecture (TNGA) pada C-HR. Dengan platform tersebut, mobil dijamin lebih irit bahan bakar serta mengusung sejumlah diferensiasi positif lainnya.

Beberapa waktu lalu VIVA kebetulan berkesempatan mencobanya di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Lantas seperti apa rasanya berada di balik kemudi C-HR, sekaligus menjajal performanya? Termasuk apa saja kelemahannya?

Eksterior

Pandangan pertama, dari segi eksterior memang menarik, lekukan-lekukan tajam membuat tampilannya futuristik seperti halnya sebuah mobil masa depan. Sangat berbeda dengan desain mobil Toyota pada umumnya.

Tapi ada yang jadi pertanyaan, di balik desain lampunya yang tajam hanya tertanam projektor halogen sebagai penerangan utama, belum LED seperti beberapa kompetitor yang dijual lebih murah. Termasuk lampu kabutnya yang masih halogen.

Untuk pelek, Toyota mempercayakan model palang ring 17 inci dengan kelir satu warna. Tak diketahui alasan Toyota membenamkan model tersebut. Namun lagi-lagi disayangkan, karena dengan harga tersebut Toyota hanya membekali pelek dengan desain seperti model HR-V versi terendah.

Kabin

Saat masuk dalam kabin, aura kemewahan terpancar berkat balutan kulit pada jok depan belakang dan beberapa panel dashboard. Dengan postur tinggi 170 sentimeter, posisi duduk kami rasakan nyaman, tidak terlalu tinggi penglihatannya seperti Sport Utility Vehicle, karena lebih rendah dan kompak.

Meski jok terasa memeluk badan dan empuk, namun sayang pengaturan masih manual belum otomatis. Untuk posisi sistem hiburan, layar sentuhnya mudah dijangkau tangan kiri pengemudi, kendati semua tombol pengaturan sudah tersedia di setir.

Sementara jika melihat fitur dan penempatannya, kami yakin Toyota coba memanjakan orang-orang yang senang mengemudi untuk memuaskan semua hasratnya di jalan raya.

Mesin

Hal itu terbukti saat kami mencoba performa mesin 2ZR-FBE, mulai dari putaran bawah hingga atas sangat responsif. Berkat bantuan transmisi CVT tujuh-percepatan, peningkatan tenaganya sangat terasa. Ketika mencapai kecepatan 80 kilometer per jam setir mulai terasa berat.

Hal itu diwajarkan pihak Toyota. “Steering system-nya menggunakan elektronik power steering, jadi kalau kecepatan rendah atau parkir terasa enteng. Tapi kecepatan 50-60 kilometer per jam, setir akan lebih berat untuk memberikan natural feedback saat mau bermanuver pada kecepatan tinggi,” ujar Diler Technical Support PT Toyota Astra Motor, Didi Ahadi saat menemani kami test drive.

Begitu terlepas dari jalanan mulus, kami melewati jalanan bergelombang dan tikungan. Namun berkat suspensi McPherson di depan dan belakang --dengan double wishbone-- handlingnya sangat nyaman, terasa seperti mengendarai sedan.