Investigator KPPU: Honda-Yamaha Terbukti Monopoli Harga

Honda BeAt eSP vs Yamaha Mio M3 125 CW
Sumber :
  • Blogotive.com

VIVA.co.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang dengan agenda pembacaan kesimpulan terkait perkara dugaan kartel sepeda motor jenis skuter matik bermesin 110-125 cc antara Yamaha dan Honda.

Dalam kesempatan itu, Tim Investigator menyimpulkan bahwa pihak terlapor yakni Yamaha dan Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Adapun bunyi Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 5/1999 adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Anggota Tim Investigator KPPU, Helmi Nurjamil mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, mantan Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Yoichiro Kojima, mengakui pernah mengirim surat elektronik kepada bawahannya untuk mengkaji ulang harga motor skutik Yamaha.

"KPPU menemukan bukti e-mail, di mana dalam e-mail tersebut berbunyi 'We need send message to Honda that Yamaha follow up price'. Kami sudah klarifikasi Mr. Kojima, dia mengaku pernah mengirimkan e-mail itu," kata Helmi saat pembacaan kesimpulan di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin, 9 Januari 2017.

Kata dia, pihaknya merekomendasikan kepada Majelis Komisi untuk menghukum Yamaha dan Honda berdasarkan Pasal 47 UU Nomor 5/1999, yakni memberi sanksi kepada dua produsen motor itu lantaran dianggap melakukan kerjasama dalam menetapkan harga jual sepeda motor skutik 110-125 cc di Indonesia.

Selanjutnya, Tim Investigator merekomendasikan kepada majelis komisi untuk melarang Yamaha dan Honda menetapkan harga on the road sebagai referensi untuk konsumen dan hanya menetapkan harga off the road. "Biaya BBN (Bea Balik Nama) atau biaya tambahan lainnya yang dipungut negara dibayarkan atas dasar pilihan konsumen, tidak dipaksakan apakah akan dibayarkan sendiri atau melalui diler," ujarnya menambahkan.

Lalu pihaknya juga merekomendasikan majelis komisi memberikan saran kepada pemerintah atau instansi terkait larangan pelaku otomotif memberikan harga referensi kepada diler dengan memasukkan komponen harga seperti Bea Balik Nama, di mana harga tersebut bukan struktur harga pabrikan.

"Pada Yamaha tahun 2012, ditemukan kenaikan dua kali dengan total Rp200 ribu, 2013 kenaikan maksimal tiga kali dengan total Rp300 ribu. Yang menarik di 2014, total kenaikannya sebanyak empat kali, total yang paling besar Rp620 ribu," katanya.