Polisi Kawal Konvoi Dipertanyakan, Penting atau Demi Uang?
VIVA.co.id - Masyarakat saat ini tengah dihebohkan dengan aksi penghadangan rombongan motor gede (moge) oleh seorang warga bernama Elanto Wijoyono (32), di Perempatan Condong Catur, Sleman, Yogyakarta.
Joyo, sapaan akrab Elanto, melakukan itu bersama sepedanya, lantaran ia merasa geram banyak aturan lalu lintas yang dilanggar para peserta konvoi Jogja Bike Rendezvous (JBR) tersebut.
Saat itu, Elanto mengaku kesal karena konvoi yang dikawal Patwal tersebut kerap mengganggu ketertiban umum, dan membahayakan pengguna jalan lainnya.
Menurut Elanto, tidak sepatutnya aparat kepolisian memberikan pengawalan terhadap konvoi kendaraan, karena bukan bagian dari hal yang penting dan genting.
“Sasaran saya adalah aparat kepolisian, izin yang digunakan itu adalah salah satu penyalahgunaan,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Selasa 18 Agustus 2015.
Lebih lanjut, Elanto menggungkapkan, dia tidak pernah membenci pengendara motor gede. Namun, konvoi yang dilakukan di Yogyakarta, baginya sudah mengambil hak pengendara lain dan mengganggu ruang publik.
“Ketika itu bukan prioritas, seolah-olah itu penting dan dibutuhkan warga. Berarti, di sini ada unsur keistimewaan,” kata dia.
Terkait aksinya, Elanto mengaku saat ini banjir dukungan masyarakat. Ia menilai, aksinya bukan hanya kegelisahan yang dialaminya, melainkan merupakan representasi pertanyaan soal keistimewaan konvoi di jalan raya.
Sementara itu, Pengamat Keselamatan Berkendara Sepeda Motor Indonesia, Edo Rusyanto, mengatakan, aksi yang dilakukan Elanto merupakan cerminan diplomatis keterusikan warga terhadap konvoi yang kerap menebar teror di jalan raya.
Menurutnya, konvoi memang cenderung membuat pengguna jalan lainnya terusik, karena memperlihatkan jiwa 'sok jago'. "Ya, begitulah perilaku massa, ketika mereka bergerombol, keberanian mereka jadi tinggi. Itulah akar penyebab mengapa konvoi selalu tak disukai masyarakat," kata Edo kepada VIVA.co.id, Selasa 18 Agustus 2015.
Senada dengan Elanto, Edo juga mempertanyakan pengawalan yang dilakukan terhadap peserta konvoi. Terlebih bukan dalam keadaan genting, atau darurat. Kata dia, konvoi tidak termasuk dalam pemilik hak utama jalan raya, sehingga tidak perlu diberikan akses 'darurat' dan mengabaikan kepentingan pengguna jalan lainnya.
Edo menjelaskan, aturan ini sudah tertuang di Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, Pasal 134. Di mana, pemilik hak utama jalan raya (wajib didahulukan) adalah armada pemadam kebakaran, ambulans, mobil pembawa bantuan bencana, dan mobil kenegaraan," kata Edo.
"Inilah yang kita sayangkan. Contoh, polisi mengawal konvoi di jalur puncak, pengantin baru diiring dengan Patwal, padahal ini tidak penting. Ini tentu merusak citra kepolisian," kata Edo.
Seharusnya, kata Edo, polisi harus melakukan pengawalan dengan melihat seberapa urgent yang dikawalnya. "Maka itu, saya minta Korlantas untuk memperhatikan hal ini, agar tidak ada salah kaprah mengenai aturan yang tertuang di UU demi kepentingan pribadi, atau golongan," katanya. (asp)