Ternyata Besar Pajak Kendaraan Juga Ditentukan dari Bobot

Ilustrasi mobil yang diparkir di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Direktur Pendapatan Daerah Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan mengatakan, penghitungan dasar pengenaan PKB ditetapkan berdasarkan perkalian dua unsur pokok.

Adapun dua unsur pokok itu adalah nilai jual kendaraan bermotor serta bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Hal itu sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2017

"Nilai harga off the road mobil pasaran dikali dengan bobot (berat suatu kendaraan). Nanti nanti di situ ditentukan dengan tingkat kerusakan jalan," kata Horas kepada VIVA di Jakarta.

Horas menjelaskan nilai jual kendaraan bermotor alias NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum atau HPU atas kendaraan bermotor pada minggu pertama bulan Desember 2016.

NJKB ditetapkan dengan ketentuan dalam hal diperoleh harga kosong (off the road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai. Dalam hal diperoleh harga isi (on the road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai, PKB dan BBN-KB atau bea balik nama kendaraan bermotor.

Kemudian ia mengatakan bobot dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 sampai dengan 1,3. Penentuan koefisien didasarkan pada nilai batas toleransi atas kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan dalam penggunaan kendaraan bermotor. Untuk minibus nilai koefisien sama dengan 1,050 atau dibaca satu koma nol lima puluh.

"Kapasitas mesin itu juga dikaitkan dengan harga yang ditentukan ATPM. Dengan kapasitas yang sama bisa saja harganya beda tergantung dengan komponen, produksi mobil seperti lokasi, kandungan lokal, assembly atau lain-lain," ujarnya.