DPR Desak Dirjen Pajak Usut Tuntas Manipulasi Mobil Ford

Ford Everest 2015
Sumber :
  • Indianautoblog

VIVA.co.id – Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyelidiki dugaan kecurangan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang dilakukan PT Ford Motor Indonesia (FMI) atas impor kendaraan Ford saat memboyong Everest ke Indonesia.

“Siapapun di negara ini, apalagi dia wajib pajak yang melanggar aturan, tidak mau membayar pajak, harus ditindaklanjuti,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, 15 Oktober 2016.

Mekeng mengakui, aturan yang dimiliki oleh lembaga perpajakan itu sudah sangat ketat. “Ini kan pidana pajak, nah tentunya pajak yang akan menyelidiki. Undang-undang pajak sudah sangat detail untuk menjerat seseorang dan badan pula,” ujar Mekeng.

Anggota Komisi XI lainnya, Mukhammad Misbakhun, mengatakan hal serupa. Menurutnya, ini merupakan kasus pengulangan dimana pernah dialami oleh Agen Pemegang Merek (APM) Subaru. Bedanya, jika Subaru memanipulasi spek mesin, Ford mengakali pajak dengan mengubah spesifikasi tempat duduk.

“Ditjen Pajak perlu untuk meneruskan penyelidikan mengenai dugaan itu. Butuh kerja sama antara Ditjen Pajak dan Bea Cukai di sini untuk masalah ini,” tuturnya.

Misbakhun menyampaikan, jika selanjutnya terbukti ada pihak lain bersama Ford dalam melakukan dugaan mengakali pajak ini, potensi masuk ke ranah penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat mungkin terjadi. “Nantinya setelah berkembang dan ada kongkalikong dengan pihak lain, baru bisa KPK masuk di sini,” tuturnya.

Misbakhun menambahkan, kasus manipulasi pajak oleh Ford ini dapat berpotensi merusak iklim investasi dan juga kepada pabrikan mobil tersebut. “Bukan hanya bisa jadi preseden buruk, tapi bisa berpengaruh ke citra dan nama baik Ford itu sendiri,” ujarnya.

Diketahui, pabrikan asal Amerika Serikat itu diduga melakukan modifikasi seat untuk jenis kendaraan Ford Everest bertujuan mendapatkan nilai pajak barang mewah yang lebih rendah. Modus yang dilakukan Ford dengan cara mengimpor Everest dari pabrik Auto Alliance Thailand/AAT, dengan model 7 kursi.

Sebelum masuk ke Indonesia, Ford mengirimkan kendaraan tersebut terlebih dahulu ke RMA Group (Thailand) melalui divisi Global Fleet Sales (GFS) sebagai distributor Ford di berbagai negara, dengan tujuan dimodifikasi menjadi 10 bangku (penumpang).

Tahapan selanjutnya spesifikasi 10 kursi diterima hingga gudang Ford di Indonesia. Namun, mengalami perubahan kembali sebelum sampai ke tangan konsumen, Everest 10 kursi kemudian dirombak lagi menjadi 7 kursi. Dari rentetan upaya tersebut, Ford dikenakan pajak jauh lebih rendah menjadi hanya sebesar 10 persen dari idealnya 40 persen.

Trik yang dilakukan Ford melalui modifikasi spesifikasi ini diduga dimulai pada tahun 2007 hingga 2014. Bila penjualan Everest pada 2011 dengan pajak ideal 40 persen pada harga jual sekitar Rp295 juta, berarti Ford seharusnya membayar pajak Rp118 juta per unit. Namun, dengan pajak 10 persen, perusahaan cukup bayar Rp29,5juta per unit. Artinya, ada selisih Rp88,5 juta per unit.

Jika penjualan Everest pada tahun 2011 adalah 1.639 unit, maka Ford kekurangan bayar pajak Rp145 miliar. Bila setahun saja potensi kehilangan pajak sebesar tersebut dan jika dilakukan selama 7 tahun (2007-2014), maka potensi kehilangan pajak diperkirakan bisa mencapai hingga Rp1 triliun. (ase)