GAIKINDO Sadari Infrastruktur EV di Indonesia Belum Memadai

Wuling BinguoEV melakukan pengecasan di DC Charging Station
Sumber :
  • Wuling Motors

Tangerang, 24 Juli 2024 –  GAIKINDO mengakui bahwa infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia masih belum memadai. Walaupun, pemerintah cukup gencar dalam mendorong pemakaian kendaraan listrik, bahkan diberi insentif pajak hingga harganya menjadi murah.

Walaupun di sisi lain, banyak pihak yang menilai seharusnya insentif diberikan kepada sektor transportasi publik. Bahkan, belakangan, pemerintah didorong untuk memberikan juga subsidi kepada kendaraan hybrid.

Hasil, penjualan mobil listrik tidak terlalu cukup bagus juga walau sudah dikasih insentif dan bebas aturan ganjil genap. Selain harga mobil yang mahal, ketersediaan infrastruktur pun masih belum memadai.

Hal tersebut juga diamini oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menyebut bahwa infrastruktur kendaraan listrik memang menjadi penghambatnya.
 
"Kalau dari kita, Gaikindo, makanya kita multipathway, artinya let consumer desire, biarkan masyarakat memilih. Kalau tujuannya adalah ramah lingkungan, ada alternatif lainnya, seperti bio etanol, bio diesel dan bahan bakar alternatif lainnya yang lebih ramah lingkungan," kata Kukuh dalam acara diskusi ICMS di GIIAS 2024, ICE BSD, Rabu 24 Juli 2024.

Infrastruktur ini juga menjadi tantangan yang memang "kurang" diperhatikan pemerintah. Padahal, selama ini masyarakat didorong untuk beralih ke kendaraan listrik.
 
"Ini yang dikejar selalu industri otomotif, padahal industri otomotif ini selalu siap. Begitu sudah siap, ternyata infrastrukturnya nggak siap. EV misalnya, kendalanya dan tantangannya semua tahu masih persoalan seputar infrastruktur," papar Kukuh.
 
Meski begitu, menerapkan strategi multi pathway untuk goals kendaraan yang ramah lingkungan dengan emisi karbon yang sedikit juga tetap memiliki tantangan. Lagi-lagi menurut Kukuh, hal ini terletak pada keseriusan pemerintah.

Acara diskusi ICMS di GIIAS 2024,

Photo :
  • VIVA.co.id

 
"Tantangannya ternyata ada di ketersediaan bahan baku etanol seperti tebu, di sini pabrik tebunya sudah tua. Kalau ada, bukan diremajakan, malah jadi museum. Kita juga import puluhan juta ton gula, ada ketakutan kalau tebunya dipakai untuk bio etanol, untuk gula bagaimana? Kan harusnya berjalan beriringan. Artinya tantangannya tidak hanya di EV saja, di energi alternatif lainnya juga punya tantangannya," tandas Kukuh.

Dalam diskusi tersebut, hadir juga para pelaku bisnis industri otomotif di Indonesia seperti, Toyota Astra Motor yang mewakili  produsen kendaraan asal Jepang, BYD Motor Indonesia selaku perwakilan produsen kendaraan asal China, PT Indolok Bakti Utama sebagai perwakilan industri perangkat keselamatan  serta kalangan akademisi dari Binus ASO School of Engineering.

Dialog Industri Otomotif Nasional ini diharapkan dapat memberikan sumbangsihnya berupa pemikiran-pemikiran dan edukasi dalam rangka mendukung perkembangan industri otomotif yang tangguh, kompetitif, berwawasan lingkungan serta dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat, yang selanjutnya dapat disosialisasikan melalui berbagai media agar mendapat perhatian dan  ditindaklanjuti oleh para stakeholder termasuk pembuat kebijakan.

“Kami berharap nantinya Indonesia tidak hanya memiliki industri otomotif yang kuat, tetapi juga menjadi industri yang dapat memberikan sumbangsihnya bagi kesejahteraan masyarakat dan memberikan kontribusi berarti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” papar Kukuh.