Nissan Alami Penurunan Penjualan karena Masalah Ini
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA Otomotif – Baru-baru, Nissan Motor Co mengumumkan mereka tengah mengalami masalah terhadap produksinya. Hal itu berdampak pada perusahaan, salah satunya penjualan di pasar otomotif global.
Dalam laporannya, perusahaan asal Jepang ini melaporkan bahwa keuntunganya hanya di angka 17,4 miliar yen atau setara Rp1,8 triliun pada periode Juli hingga September tahun ini. Angka tersebut turun dari 54 miliar yen atau Rp5,7 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Kepala Eksekutif Nissan, Makoto Uchida mengakui bahwa pihaknya tengah menghadapi berbagai hambatan terkait produksinya. Salah satu hambatan terbesar yang dirasakan perusahaan adalah krisis pasokan chip di tengah penguncian dan pembatasan terkait pandemi.
"Tetapi saya dapat mengatakan bahwa operasi kami pasti meningkat. Saya meminta maaf kepada semua orang yang harus menunggu pengiriman mobil lantaran kekurangan semikonduktor," ujar Makoto, dikutip VIVA dari JapanToday, Kamis 10 November 2022.
Lebih lanjut, dia memberitahu ada tantangan yang juga dihadapi perusahaan yakni meningkatnya biaya bahan baku. Adanya inflasi dunia, membuat mereka harus menghadapi tantangan tersebut untuk meningkatkan kualitas produk mobilnya.
Saat ini, Nissan tengah membuat strategi terkait rantai pasokan dengan memangkas produksi bulan ini di pabrik perakitan Canton, Mississippi. Meskipun ada pemotongan, total pengiriman ke pengecer diperkirakan masih meningkat dari kuartal ke kuartal.
Untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, mereka juga memasuki pasar mobil listrik di pasar otomotif global dengan menghadirkan model Leaf. Perusahaan tetap optimistis tentang elektrifikasi, apalagi adanya dukungan dari berbagai negara yang ingin masyarakatnya untuk beralih, termasuk Indonesia.
"Kami percaya bahwa perusahaan bisa mendapatkan momentum pasar mobil listrik sebagai kendaraan ramah lingkungan yang menyebar di antara konsumen," tambah Makoto.
Sebagai tambahan informasi, adanya kekurangan chip yang terus-menerus selama dua tahun terakhir telah mempengaruhi segalanya, khususnya dalam produksi mobil. Hal itu membuat produsen harus mencari strategi baru untuk bisa bertahan di industri otomotif.