Waduh di Jakarta Rencananya Ada 18 Ruas Jalan Berbayar
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Elektronik Road Pricing (ERP) alias jalan berbayar rencananya akan diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, nantinya ada 18 ruas jalan yang bukan jalan tol tapi pengendara harus bayar, ketika melintasi ruas jalan tersebut. Jumlah tersebut ditargetkan hingga tahun 2039.
Menurut Zulkifli, Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengatakan bahwa, pihaknya sudah mengusulkan 18 koridor ruas jalan sepanjang 174,04 kilometer, untuk diterapkan jalan berbayar elektronik (JBE) dalam Raperda tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta (RITJ).
"Kami sudah masukkan di Rencana Induk Transportasi Jakarta. Pada tahun 2022 akan kami bahas. Total 18 koridor ruas jalan, hampir 174,04 kilometer jalan yang akan di-ERP-kan," kata Zulkifli, dikutip Viva Otomotif Kamis 16 Desember 2021.
Lebih lanjut, Zulkifli menjelaskan bahwa, proyeksi penerapan jalan berbayar ini akan dimulai, jika fasilitas dan jaringan transportasi umum, seperti TransJakarta dan transportasi berbasis rel seperti MRT, LRT juga Commuterline sudah berjalan baik.
Untuk mendukung program tersebut, TransJakarta akan dikembangkan hingga 17 koridor dengan jaringan pengumpan wilayah Jabodetabek, saat ini TransJakarta sudah memiliki 13 koridor utama.
Program jalan berbayar ini tidak sekaligus diterapkan, karena Pemprov DKI juga harus menyediakan alatnya. Tahap awalnya, Pemprov DKI akan melakukan lelang untuk pembangunan ERP di Simpang CSW atau dekat Stasiun MRT ASEAN sampai Bundaran HI sepanjang 6,7 kilometer.
Adapun lelang dan pembangunan ERP di ruas jalan tersebut diperkirakan pada tahun 2022, sedangkan operasional jalan berbayar pada tahun 2023. Dishub DKI juga telah mengusulkan besaran tarif ERP berkisar Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.
Nah, tujuan dari jalan berbayar ini sebetulnya cara agar masyarakat mempunyai minat lebih, untuk menggunakan transportasi umum juga untuk mengurangi populasi kendaraan di Jakarta.
Sehingga jika jumlah kendaraan pribadi di Jakarta yang berkurang, dapat berimbas pada kualitas udara di Jakarta akan lebih baik. "Hal yang paling penting dari sektor hukum, akan terjadi paradigma baru dalam penindakan di jalan. Tadinya bersifat on the spot di jalan, berubah menjadi secara elektronik," pungkasnya