Pajak Mobil Mahal Bukan Solusi Urai Kemacetan
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
VIVA – Pemerintah Provinsi DKI berencana menaikkan bea balik nama kendaraan bermotor. Hal itu akan mulai diterapkan pada 11 Desember 2019.
Jika sebelumnya kendaraan baru dikenakan BBN-KB sebesar 10 persen, tarif barunya akan menjadi 12,5 persen. Sementara, BBN-KB untuk kendaraan bekas pakai atau tangan kedua dan seterusnya, tetap satu persen.
Pemprov Jakarta beralasan, perubahan bea balik nama dilakukan demi mengurangi kemacetan yang terjadi setiap hari. Beberapa program pengurai macet yang sudah diterapkan, dianggap belum cukup ampuh, seperti kebijakan ganjil genap.
Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa membuat pajak kendaraan menjadi lebih mahal, bukan menjadi solusi yang tepat. Salah satu yang mengutarakan hal itu adalah Direktur Pemasaran PT Astra Daihatsu Motor, Amelia Tjandra.
“Kemacetan itu bukan karena jumlah mobil. Kalau dilihat, di Jepang pasar untuk mobilnya itu sebulan kira-kira, 5,6 jutaan. Jumlah masyarakatnya setengah dari kita,” ujarnya di sela-sela ekspedisi Terios 7 Wonders Kolaka, Sulawesi Tenggara, Jumat 15 November 2019.
Menurut wanita yang akrab disapa Amel itu, kemacetan terjadi karena banyak faktor. Ia setuju, bahwa jumlah mobil berpengaruh, tapi ada faktor lain juga yang harus diteliti lebih jauh.
“Manajemen lalu lintas diatur enggak? Jumlah mobil betul pengaruh, tapi banyak hal lain yg mempengaruhi kemacetan. Jepang jumlah penduduknya setengah dari kita, terus infrastruktur transportasinya juga bagus, pasarnya tumbuh. Jadi, bukan karena mobil,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, produksi kendaraan di Indonesia setiap tahun hanya berada di angka satu juta unit. Artinya, jauh lebih rendah dari Jepang yang lima jutaan unit per bulan.