Payung Hukum Recall di RI, Mobil Cacat Akan Setop Produksi?
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA – Selama ini, Indonesia belum punya instrumen hukum yang tegas soal penarikan produk atau recall kendaraan bermotor yang terbukti cacat produksi atau membahayakan.
Andaipun ada recall, sifatnya masih sebatas sukarela dan belum diwajibkaan. Alhasil, perlindungan konsumen akan kendaraan yang dibelinya menjadi terbatas.
Kini, Kementerian Perhubungan membuat payung hukum soal recall lewat Permenhub Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor yang tertuang dalam Pasal 79.
Dalam Permenhub tersebut, ada enam poin penting yang mengatur soal penarikan kendaraan dari konsumen ke produsen, jika ditemukan cacat produksi dan bersifat massal.
Menurut Subdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Ditjen Hubdat Kemenhub, Dewanto Purnacandra, aturan itu saat ini belum direalisasikan. Kemenhub menyatakan, bakal duduk bersama dengan para agen pemegang merek atau produsen mobil di Indonesia untuk mensosialisasikannya.
“Masih tunggu juknis, PM 33 nantinya dibahas bersama produsen dan kita akan sosialisasikan bulan depan,” ujar Dewanto kepada VIVA, Kamis 28 Juni 2018.
Menurutnya, dengan adanya kebijakan soal recall di Indonesia, tentunya bakal melindungi konsumen kendaraan. Apalagi, ini menyangkut keselamatan. Nantinya, sesuai dengan poin ketiga di Pasal 79, perusahaan bakal diminta melaporkan terlebih dahulu ke pemerintah, jika ada produk yang cacat dan ingin di-recall.
“Mereka melapor, terus akan diskusi dengan kami. Apakah produk yang cacat produski tersebut harus setop produksi dan sebagainya,” sambungnya.
Berikut, isi Permenhub Pasal 79 Nomor PM 33 Tahun 2018:
1. Terhadap Kendaraan Bermotor yang telah memiliki SUT atau Surat Keputusan Rancang Bangun yang ditemukan cacat produksi, mempengaruhi aspek keselamatan, dan bersifat massal, wajib dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
2. Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Cacat desain; atau
b. Kesalahan produksi.
3. Terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perusahaan pembuat, perakit, pengimpor wajib melaporkan kepada Menteri sebelum dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
4. Perusahaan pembuat, perakit, pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal.
5. Terhadap kendaraan bermotor yang telah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kembali kepada Menteri.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.