Mobil Listrik Bakal Booming, Mobil Bensin Siap Punah?

Mobil Listrik ITS yang akan dijajal Presiden Joko Widodo saat peresmian Tol Sumo di Gerbang Tol Warugunung pada Selasa siang, 19 Desember 2017.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Saat ini mobil listrik terus menjadi bahan perbincangan. Di satu sisi, mobil dengan tenaga baterai bisa mengurangi polusi akibat kadar emisi gas buang yang dihasilkan, namun di sisi lain membuat resah industri otomotif nasional.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohanes Nangoi mengatakan, pihaknya mendukung keberadaan mobil listrik nasional, namun jangan sampai mematikan industri nasional.

"Harus diingat, ada mobil listrik untuk kemudian hari. Ada juga mobil dengan combustion engine yang masih berjalan. Yang kami inginkan, jangan mobil dengan mesin ini langsung dimatikan pakai dekrit presiden, karena yang saya dengar peraturannya akan mematikan industri mobil combustion pada 2030 atau 2040. Sementara yang ini (mobil listrik) belum jelas mau ke mana," kata Nangoi di Jakarta.

Menurut Nangoi, saat ini industri otomotif yang masih memproduksi mobil dengan mesin konvensional mempunyai multiplayer effect yang sangat luar biasa. Banyak lapangan pekerjaan dari sektor ini.

"Kalau bersaing kan bukan harus dibunuh. Kalau jadi nomor satu dengan dibunuh kan enggak benar. Harus diingat saat ini mobil punya 1,2 juta orang yang bekerja di industri, kami punya kontribusi kepada pemerintah sekian ratus triliun rupiah, punya ekspor besar, tapi kenapa kayak mau diberhentikan," kata dia.

Selain itu, ada produk-produk mobil yang diproduksi secara lokal sudah 80 bahkan hampir 90 persen memanfaatkan komponen yang juga dibuat oleh suplier asli Indonesia. Sehingga, untuk beralih ke model mobil listrik, hal tersebut juga harus mendapat perhatian.

"Kita jalan saja bersama antara mobil listrik dan konvensional. Apalagi kalau Indonesia bisa masuk dalam empat negara yang bisa menghasilkan baterai. Kemudian menjadi negara elite dunia yang bisa kemudian mendaur ulang baterainya, kenapa enggak. Cuma riset harus kuat dan budget besar sekali, kami dukung," kata dia.