Otomotif Tidak Bisa Dihubungkan dengan Nasionalisme
- VIVAnews/Herdi Muhardi
VIVA.co.id – Sejak mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mundur dari jabatannya sebagai chairman Proton, banyak orang mengemukakan pendapatnya. Hal ini dilakukan tidak hanya dari kalangan warga biasa saja, namun juga beberapa pejabat pemerintah setingkat menteri.
Dilansir dari Paultan, Kamis 7 April 2016, setelah Mahathir resmi menyatakan alasannya mundur dari perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan mobil nasional itu, kini giliran Menteri Komunikasi dan Informasi Malaysia Salleh Said Keruak menyatakan pendapatnya.
Salleh menanggapi pernyataan Mahathir soal bagaimana Proton tidak mungkin lagi meminta bantuan pemerintah untuk bisa terus menjalankan bisnisnya. Mahathir juga meminta warga Malaysia agar terus mendukung Proton, dengan cara membeli produk mereka.
Menurut Salleh, hal itu sangat tidak mungkin. Sebab, dunia otomotif itu murni bisnis, dan tidak dihubung-hubungkan dengan patriotisme.
Berikut pernyataan Salleh:
Mahathir Mohamad meminta warga Malaysia agar membantu Proton. Proton bukanlah usaha milik negara, melainkan swasta. Namun, Mahathir seolah-olah ingin warga Malaysia membantu Proton sebagai bentuk dari jasa bagi negara atau lambang dari patriotisme.
Secara pribadi, saya tidak ada masalah dengan hal itu. Sebagai warga Malaysia, saya mendukung semua usaha Mahathir untuk membuat Bendera Negara berkibar lebih tinggi.
Tapi, kita harus paham, bahwa membeli mobil bukanlah soal patriotisme. Ini mengenai mengeluarkan uang yang sangat banyak, bahkan lebih dari setengah dari pendapatan yang diterima per bulan, ditambah dengan penyusutan.
Saat seseorang membeli mobil, yang diperhatikan hanya nilai uang yang dikeluarkan. Jadi, hukum jual beli berlaku di sini. Bila ada permintaan, maka produsen akan menyediakan. Tapi, Anda tidak bisa menciptakan permintaan dengan cara meminta warga untuk membeli mobnas, hanya karena mereka warga negara Malaysia dan Proton juga buatan Malaysia.
Pemerintah Swedia tidak meminta rakyatnya untuk membeli Volvo saat perusahaan tersebut dijual ke Geely asal China. Pemerintah Inggris juga tidak meminta warganya memborong MINI karena perusahaan tersebut diambil alih oleh BMW.
Ini semua mengenai apa yang diinginkan konsumen dan produsen. Tapi, saat pembeli tidak ingin memiliki, maka penjual tidak bisa melakukan apa-apa. Sayangnya, kompetisi dan globalisasi membuat dunia menjadi pasar yang tergantung dari pembeli.
Itu yang membuat Proton kalah bersaing, dan bukan soal kurangnya warga memiliki jiwa patriotisme serta nasionalisme.
(ren)