Cara Unik Industri Pembiayaan Dukung Pertumbuhan Otomotif RI

FGD VIVA.co.id, Mengakhiri One Million Trap, Menyongsong Era Rendah Emisi
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Pasar otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan besar untuk menyoal stagnasi penjualan mobil yang tertahan di angka satu juta unit. Permasalahan tersebut ternyata turut mempengaruhi industri pembiayaan.

Dikutip VIVA dari Indonesia Automotive Outlook 2025: Mengakhiri One Million Trap, Menyongsong Era Rendah Emisi oleh VIVA.co.id, sebesar 70 persen penjualan mobil di Indonesia bergantung pada kredit.

Ketergantungan besar pada pembiayaan ini mengindikasikan pentingnya lembaga keuangan dalam memungkinkan permintaan,
terutama di tengah tekanan ekonomi seperti kenaikan PPN 12 persen, peningkatan UMP sebesar 6,5 persen, dan opsen pajak.

Kemudian, menurunnya daya beli masyarakat dalam beberapa tahun terakhir telah berdampak signifikan pada perusahaan pembiayaan.

FGD VIVA.co.id, Mengakhiri One Million Trap, Menyongsong Era Rendah Emisi

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Non-performing loans (NPL) yang meningkat menjadi perhatian utama, terutama di segmen kendaraan dengan harga Rp200 juta hingga Rp300 juta, yang merupakan mayoritas permintaan pasar massal.

Lembaga pembiayaan mencatatkan peningkatan jumlah kendaraan yang harus ditarik kembali, terutama pada pinjaman dengan masa pembayaran yang sudah berjalan 12 hingga 24 bulan sebelum debitur gagal bayar.

Bagi banyak konsumen berpenghasilan menengah ke bawah, dengan pendapatan bulanan rata-rata Rp5 juta hingga Rp10 juta, pendapatan yang tersedia kini lebih sering dialokasikan untuk kebutuhan pokok daripada untuk mencicil kendaraan.

Akibatnya, lembaga pembiayaan semakin memperketat proses penilaian kredit mereka, yang semakin membatasi akses ke pembiayaan untuk segmen konsumen yang rentan.

Dalam mengatasi komplikasi pada permasalahan tersebut, berbagai cara didorong oleh industri pembiayaan, seperti penyediaan green financing atau pembiayaan hijau.

Pembiayaan hijau sendiri menghadirkan peluang unik untuk pertumbuhan, terutama dalam konteks kendaraan listrik (EV) dan hybrid electric vehicles (HEV).

Lembaga pembiayaan mencatat tren peningkatan dalam pembiayaan EV, dengan pinjaman EV kini menyumbang 4-5 persen dari total portofolio pembiayaan, meningkat
secara signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ini sebagian didorong oleh insentif pemerintah, termasuk subsidi dan pengurangan pajak, yang membuat EV lebih terjangkau bagi konsumen.

Peluncuran model EV yang lebih terjangkau dalam rentang harga Rp 200–300 juta, seperti BYD M6 dan kendaraan buatan Cina lainnya, semakin memperluas pasar.

Model-model ini memenuhi kebutuhan segmen keluarga 7-seater, yang menjadi demografi penting di Indonesia, dan menciptakan permintaan meski masih ada kekhawatiran tentang infrastruktur pengisian daya.

Adapun, saat ini mobil hybrid kian populer digunakan oleh masyarakat terutama bagi yang masih membutuhkan kendaraan transisi menuju mobil listrik murni.

Lembaga pembiayaan pun menyadari adanya potensi besar dari hybrid dan mulai mendorong program pembiayaan hijau yang ditargetkan untuk mendukung adopsinya.

Program-program yang dihadirkan oleh pembiayaan hijau, meliputi suku bunga yang lebih rendah, tenor pinjaman yang lebih panjang, atau struktur pembayaran yang fleksibel untuk mendorong pembelian kendaraan hybrid, terutama di kalangan konsumen kelas menengah dan kelas menengah yang sedang berkembang.

Lebih lanjut, perusahaan pembiayaan juga memperluas jangkauan mereka ke daerah pinggiran kota dan pedesaan, di mana permintaan untuk kendaraan
komersial terus tumbuh.

Industri seperti kelapa sawit dan logistik mendorong permintaan yang kuat untuk truk dan kendaraan komersial lainnya, menciptakan peluang bagi perusahaan multifinance untuk mendiversifikasi portofolio mereka.

Untuk menangkap permintaan ini, lembaga pembiayaan mengadakan pameran dan kampanye regional, menargetkan pembeli potensial di pusat-pusat industri yang sedang berkembang.

Pendekatan ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga mendiversifikasi portofolio pembiayaan, mengurangi ketergantungan pada segmen kendaraan penumpang pasar massal.

Kedepannya, perusahaan pembiayaan melihat tantangan sekaligus peluang. Target penjualan satu juta mobil diperkirakan dapat tercapai, tetapi tergantung pada beberapa faktor.

Kenaikan biaya kepemilikan kendaraan, yang didorong oleh pajak dan biaya yang meningkat, akan membutuhkan inovasi dan adaptasi dari lembaga pembiayaan.

Solusi pembiayaan hijau, seperti yang disesuaikan untuk EV dan HEV, akan memainkan peran penting dalam mempertahankan permintaan dengan mengatasi masalah keterjangkauan.

Untuk EV, kelanjutan subsidi pemerintah, yang dikombinasikan dengan perluasan infrastruktur pengisian daya, akan menjadi kunci dalam mendorong adopsi yang lebih luas.

Sementara untuk hybrid, baru-baru ini Pemerintah telah memberikan insentif sebesar tiga persen sebagai bentuk dukungannya terhadap kendaraan rendah emisi.

Pembiayaan hijau diproyeksikan memainkan peran transformasional dalam pasar otomotif Indonesia saat industri berupaya mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang di tahun 2025. 

Dengan mendukung adopsi EV dan hybrid, lembaga pembiayaan dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan sambil menangani masalah mendesak seperti keterjangkauan dan kualitas kredit.